PART 7

6.8K 518 8
                                    

7 JAN 2019

Happy reading

PART 7

Leonard tiba di kondominiumnya. Ia melepas jasnya dengan kasar, lalu, juga dengan gerakan kasar, menarik dasi sutranya, kemudian melempar kedua benda itu dengan tak acuh ke sofa ruang tamu.

Napas Leonard masih memburu. Bukan oleh hasrat yang membara. Cenderung oleh kenyataan mengerikan bahwa ia hampir jatuh ke dalam pelukan Julie. Gadis itu ternyata perayu yang ulung.

Seharusnya sejak awal Leonard mengetahui hal itu. Semangat pemburu terpancar jelas di mata biru Julie. Leonard mengingatkan dirinya untuk lebih waspada pada godaan gadis Prancis itu.

Tentu saja sangat membanggakan bisa menjadi kekasih gadis secantik Julie. Tapi sayangnya hati Leonard telah terpaku pada Amarra, gadis cantik asal Indonesia yang begitu memikat hatinya.

Seketika Leonard teringat ia harus menjelaskan pada Amarra tentang hubungannya dengan Julie yang tak lebih dari teman biasa. Ia tentu saja tidak mau gadis itu salah paham dan kesempatan untuk mereka merajut benang cinta, pupus.

Leonard menarik napas dalam dan panjang, kemudian menghelanya perlahan-lahan, mengusir segala emosi yang sempat memenuhi dirinya tadi.

Kemudian Leonard mengambil ponselnya dari saku dan mengetik pesan...

Hai... Amarra... aku Leonard, yang berkenalan denganmu di kafe seminggu yang lalu...

Pesan terkirim.

Leonard menatap ponselnya dengan gelisah.

Lima menit berselang, masih tidak ada respons.

Leonard mendesah gelisah. Ia membawa ponselnya ke kamar. Melemparnya begitu saja ke ranjang, lalu ia berganti pakaian.

Lima belas menit kemudian Leonard sudah berada di atas ranjang, berbaring dengan mata memandang layar ponsel hampir tak berkedip.

Mengapa Amarra masih belum membalas pesannya? Apakah gadis itu masih bercengkerama dengan teman-temannya di pesta?

Jam digital di ponselnya sudah menunjukkan pukul dua belas malam, Leonard yakin pesta itu telah usai.

Jadi, apa yang Amarra lakukan saat ini hingga tidak membalas pesannya?

Sebuah kemungkinan melintas di benak Leonard.

Mungkinkah Amarra sedang bersama kekasihnya?

Darah Leonard berdesir nyeri.

Ya, kenapa tidak pernah terpikirkan olehnya, mungkin saja gadis itu sudah memiliki kekasih. Amarra sangat cantik dan memesona. Tidak mungkin gadis itu masih sendiri, bukan?

Ponselnya berdering singkat. Ada pesan masuk, dari Amarra.

Leonard ingin berteriak dan meninju kedua tangannya ke atas sebagai ungkapan kegembiraannya. Tapi sisi maskulin dalam dirinya justru dengan cepat membaca pesan Amarra.

Hai, Leo... ya, aku sudah menyimpan kontakmu. Bagaimana kabarmu?

Leonard tersenyum lebar membaca pesan balasan dari Amarra.

Aku baik. Aku harap kau juga.

Leonard memandang layar ponsel dan senang bukan main saat melihat pemberitahuan kalau Amarra sedang mengetik pesan...

Ya, aku baik. Terima kasih, Leo.

Senyum Leonard kian melebar. Dengan semangat ia mengetik...

Tadi di pesta aku sangat ingin mengobrol denganmu, tapi temanku, Julie, mengajakku pergi ke meja konsumsi.

Julie temanmu? Aku pikir...

Dengan cepat Leonard menyentuh tanda memanggil di ponsel. Sedetik kemudian panggilan tersambung.

"Halo," sapa Amarra.

Dada Leonard berdebar tak menentu. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Untuk sesaat napasnya tertahan oleh kerinduan yang membuncah di dada.

"Amarra..." desah Leonard parau.

"Ya?"

"Apakah kau sudah mengantuk?"

"Belum."

"Kau sudah pulang dari pesta?" tanya Leonard was-was.

"Ya, aku di apartemen sekarang."

"Apartemenmu?"

Tawa Amarra berderai di ujung sana. "Tentu saja, Leo. Apartemen siapa lagi?"

"Sendiri?"

"Ya."

"Ah, syukurlah," Leonard tidak sadar mendesahkan kelegaan hatinya.

"Apakah kau berpikir aku sedang di suatu tempat bersama seseorang?"

Leonard terkesiap. Tebakan Amarra sangat tepat. Untuk mengusir kecanggungan, Leonard tertawa kecil. "Maafkan aku, Amarra. Aku hanya cemas..."

"Cemas?"

"Yeah..." Leonard menggantung kalimatnya, enggan menceritakan lebih jauh kecemasannya memikirkan Amarra mungkin saja sedang bersama sang kekasih.

Keheningan terbentang di antara mereka.

"Amarra..." panggil Leonard pelan.

"Ya?"

"Maukah kau makan malam denganku Sabtu nanti?" tanya Leonard dengan seluruh saraf yang berdesir tak menentu. Berharap cemas menunggu jawaban Amarra.

Jeda sesaat... yang terasa sangat panjang bagi Leonard.

"Tapi Julie..."

"Ah, ya!" Leonard baru teringat ia harus menjelaskan tentang Julie dan meyakinkan Amarra kalau dirinya dengan gadis Prancis itu tidak memiliki hubungan istimewa apa pun selain pertemanan. "Aku dan Julie hanya teman biasa. Dia memintaku menemaninya ke pesta itu."

"Oh... aku pikir..."

"Tidak! Tidak!" tukas Leonard cepat. "Kami tidak berpacaran jika itu yang kaupikirkan."

Desah lega terdengar di ujung sana, dan kelegaan itu menular ke Leonard.

"Baiklah kalau begitu. Aku mau makan malam denganmu Sabtu nanti.

Yes!! Leonard berteriak di dalam hati. Senang bukan kepalang. "Aku jemput pukul tujuh Sabtu nanti," Sayang. Tapi panggilan mesra itu hanya terucap di dalam hati.

"Baiklah."

"Beri aku alamatmu, Amarra."

Dan malam itu pun, Leonard tidur dengan senyum tipis menghias wajah. Membawa bayangan Amarra dalam khayalan terindahnya.

***

bersambung...


To Love You More (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang