Judul: Di Suatu Waktu
By: Vira Ayu SafilaSekali saja, ingin kuhela napas. Terembuskan hingga berkali-kali, laksana terlepaslah beban yang kerap mengikat diri. Jauh di pikirku yang mungkin, amat kasar memikirkanmu. Tentangmu. Segala keseharianmu, sampai titik terkecil hidupmu.
Perlu ditahu. Aku ini nyawa yang melayang dan kerap pura-pura hilang. Tertawa sumbang, di atas perapian kisah. Teratata rumit di atas kertas, biar tergeletak jua kisah-kisah yang membuatku patah. Terkhusus, menghamba tangan jatuh padamu. Mengharapkanmu.
Terkadang, aku sibuk pada suatu lembah yang sunyi nan senyap. Penduduknya berdiri pada kursi-kursi yang tak pasti kapan usianya. Yang jelas, perasaanku jelas. Yang jelas, perasaanmu samar. Lantas kerap membuatku gegar cinta dan percaya diri.
Biar di tepi jemarimu menepi, bagai berkata 'kau lah yang ada di hati' katamu kepadaku. Namun samar kau menyematkan kalimat demikian. Aku tergugu pada penjara tanya. Kau berpijak pada tanah hampa nyali.
Bukan salahku. Bukan salahmu. Di suatu waktu ini adalah salah kita. Kita. Pada suatu waktu itu pun terbukti, benar kita yang salah. Dua pasang tangan ini salah bersikap. Dua hati ini salah tak saling merasa. Dua pasang mata ini, buta isyarat untuk sekadar menampung arti 'saat itu kita saling mencinta'. Saat itu. Saat ini 'kau terlambat berdiri menyatakan segalanya, perasaanku pudar dikikis masa'.
Lampung, 10 Desember 2018.
Request by Dewi Munadhiroh
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Air Mata Berbicara
Poesía#858 in Poetry: 24 Maret 2018 Tangisku yang berbicara, akan keluh hati bak gelombang lautan. Sayang, siapa tahu dia kan tiba? Asmaraku berbicara, bibirku terkatup rapat. Hidupku, hidupmu, hidupnya, hidup kalian.