Dukaku belum tentu dukamu. Bahagiaku pun demikian. Belum tentu bahagiamu. Namun, sebuah harapan besar kerap mengoyak-ngoyak batin yang selalu merasa seorang diri. Dari kata-kata, diangankan mampu menembus relung jiwa. Lantas bersikap peduli, tanoa perlu diminta.
Aku sempat berada di posisi buruk. Buruk sekali. Saat-saat kakiku tertatih ingin berdiri, aku pinta sebuah tangan diulurkan. Namun diabaikan.
Aku sempat berada di posisi terbaik. Baik sekali. Saat aku usai berdiri, banyak yang tersenyum seolah saudara sendiri. Detik-detik inilah yang membuatku mengerti.
Ramainya saat bahagiaku. Senyapnya saat dukaku. Wajah-wajah itu menghilang saat aku bayangkan bertandang membahu. Wajah-wajah itu bertandang saat puncak gunung sudah tak lagi menjadi pandangan yang gamang.
Kau mengerti? Baguslah.
Lampung, 8 Desember 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Air Mata Berbicara
Puisi#858 in Poetry: 24 Maret 2018 Tangisku yang berbicara, akan keluh hati bak gelombang lautan. Sayang, siapa tahu dia kan tiba? Asmaraku berbicara, bibirku terkatup rapat. Hidupku, hidupmu, hidupnya, hidup kalian.