Aku pernah menemukan sebuah gundah. Rasanya tidak enak. Tentu.
Aku pernah ditemukan dalam keadaan parah. Rasanya malu. Sebab rasa yang menggebu.
Di setiap sekat-sekatnya pertemuan masih berdiri pada kefanaan. Akibat dari kita yang berat sebelah memiliki rasa. Curangnya, kau tahu isi dalam sabanaku, sedangku buta segalanya tentangmu.
Malam sudah bosan untuk kuselimuti gundah gulana. Tentang gelebah. Biar sedikit meringangkan purnama yang selalu kuusik, jadilah siang yang aku rampas.
Saat-saat itulah kerap kutinggalkan pandangan matahari. Mengemasinya pada jalan yang kupejamkan mata. Terlelap tidur. Berangan jua, barangkali saat ku terbangun aku mampu menemukan sesuatu yang dirindu saat itu. Namun untuk kesekian kalinya, siang tadi jawaban tetap sama 'kau belum hadir untuk aku simpan ke dalam pelukanku'.
Aku sadar, bahwa aku ditinggalkan tanpa pernah kau didatangi. Aku menganggap tanpa pernah kau anggap. Selesai.
Lampung, 20 Desember 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Air Mata Berbicara
Poesía#858 in Poetry: 24 Maret 2018 Tangisku yang berbicara, akan keluh hati bak gelombang lautan. Sayang, siapa tahu dia kan tiba? Asmaraku berbicara, bibirku terkatup rapat. Hidupku, hidupmu, hidupnya, hidup kalian.