[12] Selalu Begitu

10.5K 1.6K 119
                                    

Salah satu kebiasaan buruk Biru adalah bermalas-malasan saat weekend menyapa. Dirinya bahkan bangun tepat pukul sebelas siang.

Sabtu minggu jatahnya meliburkan dirinya, dengan menguap Biru berjalan menuju dapur. Berniat ingin memasak untuk sarapan, ternyata isi kulkasnya kosong melompong.

Biru mengeram tak terima. Sialan. Harusnya ia lebih peka. Kalau sudah begini gagal sudah acara hibernasinya. Ia harus ke swalayan untuk berbelanja.

Setelah mematut diri di cermin Biru segera bergegas pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mematut diri di cermin Biru segera bergegas pergi. Ia hanya ingin malas-malasan di apartemen dengan ditemani serial superhero kesayangannya, The Flash.

Sesampainya di mall, keinginan Biru untuk segera berbelanja seakan menguap.

Pandangan menyapu pada poster film yang sedang ditayangkan di bioskop saat ini. Akhirnya ia memilih untuk memasuki gedung bioskop dan memilih salah satu film kartun.

Tanpa memperdulikan pandangan menilisik para pasangan-pasangan lain yang juga sedang menunggu jadwal mereka.

Apa salahnya nonton bioskop sendirian? Jawabannya sebodoh amat.

○●○●○●

Juan sedang mengantri untuk membeli popcorn dan minuman bersoda sebagai teman menonton bioskop, sedangkan Kiara mengantri tiket.

"Bisa saya bantu, Mas?" tanya seorang mbak penjaga berapron dan bertopi logo yang tercetak besar di tengah-tengahnya.

"Ehm... dua popcorn ukuran besar, dan dua gelas ... soda." Pesan Juan tampak ragu-ragu. "Eh, sodanya satu gelas aja, Mbak. Satunya air mineral."

"Baik. Silakan ditunggu ya mas."

Juan mengangguk pelan, seraya mengedarkan pandangannya. Ia jadi teringat masa lalu di mana ia sering ke sini bersama Biru.

Bahkan ia masih ingat betul seberapa cerewetnya Biru tatkala dirinya memesan soda.

"Kamu tuh nggak bisa dibilangin deh. Berapa kali sih aku kudu kasih tahu kamu. Jangan minum soda. Itu nggak baik buat tubuh kamu. Ginjal tinggal satu juga. Juan iih ... nurut napa?"

Saat itu Biru selalu menampilkan wajah garangnya, yang anehnya malah terlihat imut dan menggemaskan di mata Juan. Jangan lupakan wajah Biru yang mencebik, begitu ia mendaratkan kecupan singkat di bibirnya. Semakin membuat Biru terlihat kesal tapi kemudian tersenyum manis lalu merengkuh lengan Juan.

Lucunya, Juan tidak pernah lagi menyentuh minuman berkarbonasi tersebut hingga sekarang. Hanya karena ia teringat omelan Biru akan hal itu.

"Total enam puluh ribu, Mas." Juan mengangsurkan pecahan seratus ribu pada kasir, dan menunggu kembaliannya.

"Mas Asa," panggil Kiara mengacungkan dua tiket bioskop.

Juan tersenyum tipis, dan keluar dari jalur antrian. Menggiring Kiara menuju studio tiga tempat film yang mereka pilih akan dimulai.

○●○●○●○

Biru mengeliatkan tubuhnya, padahal hanya duduk-duduk saja di kursi. Dengan durasi dua jam, tak menjamin bahwa tubuhnya tak pegal-pegal.

"Biru!" Baru saja ia melangkah keluar gedung bioskop, ada seseorang menyerukan namanya.

Biru tak menyangka akan bertemu dengannya. Wanita paruh baya berusian lima puluhan ini.

"Ya Tuhan, Mamah!" Kali ini Biru tak lagi menutupi kerinduannya akan sosok tersebut.

Berlari menyongsong wanita tersebut dan menyongsongnya.

"Ya Tuhan, Biru! Kamu kemana aja? Mamah kangen sama kamu, Nak." Wanita itu memeluk tubuh kurus Biru.

Memenggelamkan wajahnya diceruk leher wanita tua ini, Biru tak bisa menahan tangisannya. "Biru kangen sama mamah! Biru kangen, Mah."

"Ya Tuhan! Putri mama udah besar aja. Kamu kemana aja, Nduk? Berapa tahun kamu pergi? Mama bener-bener kehilangan putri mama." Cecar wanita itu seraya mengelus lembut rambut Biru, lalu mengecupi seluruh wajah Biru.

"Juan bahkan nggak tahu kamu pergi kemana."

Biru meringis kecil. "Maafin aku, mamah. Biru memang sengaja pergi dari hidup Juan."

Jadi ... wanita ini adalah ibu kandung Angkasa Juanda Dirgantara. Lelaki yang mencampakkannya lima tahun lalu.

"Mamah kenapa kesini sendirian?" tanya Biru mengalihkan fokus mamah Juan akan kepergian dirinya.

"Mamah mau belanja bulana. Bi Imas sedang sakit, sekalian mamah jalan-jalan. Bosen sendirian di rumah." Mamah Kuan menyusut airmatanya dengan punggung tangan keriput miliknya. Kemudian beralih menggandeng lengan Biru.

"Kamu kenapa sendirian?"

"Tadinya Biru mau belanja, tapi entah kenapa belok ke bioskop." Keluh Biru begitu saja tanpa sungkan.

Sejak ia kehilangan orangtuanya dalam kecelakaan tunggal, kehadiran Tatiana-mamah Juan-sudah seperti mamanya sendiri.

"Kalo gitu, seharian ini kamu harus temenin mamah." Pinta Tatiana dengan tatapan penuh harap.

Oke. Biru tak pernah sanggup menolak keinginan wanita tua ini. Apapun itu, asal membuat Tatiana bahagia. Biru akan melakukannya. Bukan karena Juan, murni karena wanita ini adalah penganti mamanya.

"Oke! Let's the journey begin!" Seru Biru mengandeng lengan Tatiana, dan memasuki swalayan yang ada di gedung mall yang sama.

○●○●○

Juan yang mendorong trolinya, dan Kiara sedang memilih bahan makanan pengisi kulkas mereka.

"Mas. Kamu mau ijo apa kuning?" tanya Kiara mengangkat paprika hijau juga kuning secara bersamaan.

"Kuning." Jawab Juan singkat, hanya untuk menghormati pilihan istrinya.

Biru lebih tahu kalau Juan tak pernah suka makan paprika, segala jenis paprika. Juan tak pernah menyukainya.

"Juan iiih. Dimakan dong paprikanya. Ntar nangis lho kalo nggak dimakan. Kamu tuh kebiasaan deh, picky eater-nya diilangin napa sih?"

Juan tersenyum tipis mengingat gerutuan Biru kala ia tak mau memakan potongan paprika yang tersebar dimakanannya.

Biru memang terlihat manja, hanya bersama dengan dirinya ia menunjukkannya. Berbanding terbalik dengan sikap apatis yang selalu ia tunjukan jika ia bersama orang lain. Siapa yang menduga jika gadis yang sudah menjadi wanitanya sangat pintar memasak.

Berkat kedekatan Biru dengan mamahnya yang selalu mengajari Biru memasak, mau tak mau wanita itu akhirnya mahir melakukan kegiatan wajib bagi kaum hawa.

Ah, mamahnya. Ia sudah lama tak mengunjungi mamahnya. Sepulang dari sini ia akan mengunjungi wanita yang melahirkannya beberapa tahun silam.

"Mas! Kok bengong aja sih?"

"Hah? Eh, iya." Juan tersadar dari lamunannya, dan kembali mendorong troli yang sudah terisi sebagian.

Juan meringis dalam hati. Ia tak menyangka jika Biru selalu membayangi semua hal yang berkaitan dengan kehidupannya. Tanpa kecuali.

Jika sudah begini, Juan tak tahu lagi bagaimana menyingkirkan bayang-bayang Biru.

✩★✩★✩★✩

Surabaya, 12-12-2018
-Dean Akhmad-


Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang