"Rich!" seru Biru begitu ia melihat sosok tinggi menjulang berdiri diam di depan pintu operasi, bersendekap dan menempelkan punggung lebarnya ke dinding rumah sakit.
"Oh, God. Blue!" Richard meraih tubuh Biru dan memeluknya erat. "Aku takut Blue. Aku takut kalau terjadi apa-apa pada Elisa."
Biru mengelus punggung lebar Richard, guna menenangkan lelaki keturunan Inggris ini.
Usianya boleh setengah abad, tapi jika berurusan dengan istrinya ini bisa membuat Richard kelimpungan.
"Elisa akan baik-baik saja," ucap Biru pelan.
"I wish, Blue. I wish!" bisik Richard yang masih membagi kepanikannya pada Biru.
Biru mengurai pelukan Richard, dan menghela lelaki bule ini duduk di kursi besi di depan ruang operasi.
"Aku sedang keluar membeli camilan di mini market depan bersama Biru, sampai rumah aku mendapati Elisa sudah tergeletak di bawah tangga dengan darah keluar dalam pahanya...ya Tuhan. Aku takut Blue." Richard tak bisa membendung tangisannya lagi. Sudah cukup ia bersikap tenang.
Richard kembali menenggelamkan kepalanya di bahu Biru dan menangis.
Biru tahu seperti apa perjuangan Elisa demi mempunyai seorang anak. Delapan tahun pernikahan mereka akhirnya Tuhan berbaik hati menitipkan satu nyawa dirahimnya.
Betapa bahagianya Richard yang mengetahui kehamilan Elisa, semakin membuat lelaki yang berprofesi sebagai pengusaha ini bertambah posesif.
Kilat kekhawatiran dan cinta berkumpul di mata Richard. Biru tak pernah menyangsikan seberapa besar cintanya pada Elisa. Bahkan yang ia dengar bahwa wanita kelahiran tiga puluh tiga tahun silam adalah cinta pertama dan terakhir Richard.
Biru begitu iri dengan apa yang ditunjukan oleh mereka berdua. Cinta yang begitu ia inginkan dari sosok yang dicintainya, namun kenyataan pahit menghantamnya. Kenyataan bahwa ia tak pernah dicintai dan diinginkan membuat jiwa Biru menolak hal itu.
Biru hanya ingin diakui jika memang ia dicintai, sayangnya itu hanya khayalan semu dan membanting Biru ke dalam jurang. Ia ditinggalkan dan dicampakan dalam keadaan tak berdaya.
Lebih baik mati daripada hidup tapi tak pernah diinginkan, tapi kehadiran Richard dan Elisa membuat Biru bisa bangkit kembali dan menata hidupnya.
Ia bagai menemukan arti keluarga sesungguhnya. Mereka tak pernah punya hubungan darah, tapi Elisa dan Richard begitu menyanyanginya seperti adiknya sendiri. Bahkan mereka mau menjaga satu-satunya harta berharga Biru, kala ia tak mampu menjaganya.
Lampu operasi berganti hijau, tanda telah selesai. Beberapa orang berpakaian khusus keluar dengan mendorong brangkar berisi Elisa yang masih dalam kondisi memejamkan mata. Perut buncitnya sudah menghilang, digantikan dengan satu brangkar kecil berisi kan bayi merah yang terbungkus kain bedong.
Salah satu dokter menghampiri Biru dan Richard yang otomatis berdiri begitu pintu ruang operasi terbuka.
"Selamat pak. Putra anda lahir dengan selamat. Untuk ibunya, masih dalam kondisi dibawa pengaruh obat bius. Dan harus transfusi darah untuk beberapa kantong lagi, karena sempat kekurangan darah. Mungkin dalam beberapa jam lagi ibu Elisa akan siuman." Terang sang dokter kemudian berlalu mengikuti suster terakhir yang keluar dari ruangan operasi.
"Anaku, Blue. Aku punya jagoan." Richard kembali memeluk Biru.
Kali ini tangis kebahagian yang memecah keheningan tengah malam di koridor rumah sakit.
Biru tak bisa menahan haru atas kebahagiaan Richard dan Elisa.
"Selamat Rich. Kau sudah jadi ayah." Biru memeluk Richard.
"Terima kasih, Blue. Terima kasih. Kau lupa bahwa aku sudah jadi ayah sebelumnya."
Juan mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, ada amarah yang tiba-tiba menggelegak dalam dadanya.
Jauh-jauh ia menyetir dari Bandung ke Jakarta ia justru mendapati Biru berpelukan dengan lelaki seumuran mamahnya.
Sialan!
Juan menghantamkan kepalan tangannya ke dinding, tanpa memperdulikan rona merah di buku-buku jarinya juga rasa sakit yang mejalar hingga ke pergelangan tangannya.
Ia tak mau melihat hal berbau-bau romansa malam ini.
"Bi!" desis Juan tanpa menutupi gelegak amarahnya.
Merasa terpanggil, Biru melepaskan pelukan Richard dan menoleh kebelakang.
Sedikit berjingkat menatap raut wajah marah Juan.
"Who is he, Blue?"
Kali ini Biru tak bisa menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menderahnya.
Demi Tuhan. Ia melupakan keberadaan Juan, sesaat ia memasuki rumah sakit fokus utamanya adalah kondisi Elisa saat itu. Biru bahkan langsung berlari dan tak menghiraukan panggilan Juan untuk menunggunya.
Juan tak mau Biru dengan laki-laki tua ini, dengan gerakan kasar Juan menarik lengan Biru dan mendorong tubuh kurus wanita itu ke belakang tubuhnya.
Tatapan permusuhan Juan menghunus langsung ke manik mata Richard.
"Blue!" panggil Richard melayangkan tatapan menelisik ke arah Juan. "Who is he?"
Biru mengigit bibir bawahnya, mencoba meredam kegugupan yang masih melandanya.
"Angkasa...,"
"Daddy!" Sebuah suara pekikan memotong ucapan Biru.
Suara teriakan seorang anak kecil menginterupsi suasana mencekam yang diciptakan oleh Juan dan Richard hanya melalui tatapan mereka.
"Biru!" Richard mengalihkan pandangannya dari juan, kemudian beralih pada sosok anak kecil yang berada di atas kursi roda.
Biru memejamkan matanya, berharap bahwa suara itu hanya sebuah ilusi belaka. Saking rindunya ia pada si pemilik suara.
"Maaf tuan! Biru tidak mau tidur dan ingin menyusul anda dan nyonya Elisa." Sesal seorang gadis muda dengan pakaian apa adanya. Mungkin ia tergesa-gesa.
Juan membalikkan tubuhnya, yang kini menghadap Biru tapi dengan pandangan lurus menatap tepat di belakang punggung Biru.
Tenggorokan Biru semakin tercekat, melihat Juan sama sekali tak bereaksi akan interaksi di belakangnya.
Astaga! Ia belum siap! Bahkan tak kan pernah siap.
Tak cukup dengan kegugupan yang menyerangnya, kini tubuhnya pun ikut bergetar. Bahkan gigitan di bibir bawahnya tak mampu meredam getarannya.
Ya Tuhan. Kumohon jangan!
"Mamah!"
Agaknya Tuhan sedang tidak ingin bersahabat dengan Biru kali ini. Hingga lengkingan suara tersebut kembali menyedot semua oksigen yang Biru punya, bahkan ia tak mampu membuka matanya hanya untuk menatap manik steel blue milik Juan dengan tatapan menelisik.
"Biru?"
✩★✩★✩★✩★✩★✩
Ampuni hamba kisanak. Bukannya apdet Mantan Suami malah apdet ini. #plak yang redi ini coi.
Mohon sabar ye....
Hehehehehehehe....
Akhir2 ini duta eke ruwet say, jadi ya mohon maap lahi batin kalo luamaaaaaaaaaa apdetnya.
Jangan sungkan tegur saya kalo ada kejangalan dlm cerita. Okay cincah. 😘
Monggo dinikmati. 😚😚
Surabaya, 25/12/2018
-Dean Akhmad-
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Sky
Fiksi UmumKecemburuan Biru berubah menjadi iri, lalu kemudian beralih menjadi kebencian. Ia cuma ingin diakui oleh Juan. Satu kesalahan membuat dirinya ditinggalkan Juan dan kehilangan lelaki yang sudah menjadi separuh hidupnya. Jika saja ia bisa memilih, Bi...