[21] Just It

13.5K 1.6K 191
                                    

Kiara hanya bisa menatap langit-langit kamar inapnya di rumah sakit.

Sekilas, Kiara menatap Juan yang tengah tertidur. Suaminya itu meletakkan kepalanya di atas ranjang.

Agak kesusahan Kiara mencoba bangun dari tidurnya, menata bantal agar sedikit terasa nyaman.

Kiara membelai pelan surai lembut suaminya yang tengah tertidur. Menatap wajah tenang Juan, membuat hati Kiara menghangat.

Sejauh apapun Juan pergi, pria ini akan kembali pulang kepadanya.

Terbukti begitu pembantu rumah tangganya mengabari Juan, jika ia dilarikan ke rumah sakit suaminya langsung menyusul.

Bolehkan ia berlebihan jika menganggap dirinya adalah rumah bagi Juan. Tempat dimana lelaki itu pulang ketika merasa lelah karena berkelana di dunia luar.

"Jangan tinggalin aku, Mas. Aku nggak akan pernah kuat," lirih Kiara yang masih setia meresapi helaian rambut Juan berada di sela-sela jemarinya.

Siang tadi ia merasakan sangat kesakitan, di bagian perut. Dari angka satu sampai sepuluh, Kiara mengategorikan dalam angka sepuluh. Benar-benar sakit, hingga tak sadarkan diri.

Ia tersadar tiga jam kemudian, setelah efek obat tidur dan pereda nyerinya memudar. Kiara tahu penyakitnya ini tak main-main dalam mengerogotinya.

Dokter sudah mewanti-wanti keadaannya yang seperti sekarang, seperti yang sudah dokter prediksi. Jika ia akan sampai pada tahap ini. Ia tahu, jika sudah waktunya ia harus melakukan operasi.

Jika dalam kurun lima tahun, dirinya tak kunjung hamil maka dokter akan mengambil tindakan tersebut. Tapi sayangnya usaha keras dirinya dan Juan masih belum membuahkan hasil.

Mungkin ini kesempatan bagi mereka untuk segera mendapatkan momongan.

Ting!

Sebuah notifikasi muncul di layar gawai milik Juan. Kiara menggapai benda pipih yang tergeletak begitu saja di atas nakas.

Menyudahi belaiannya, Kiara mulai menyalakan gawai Juan. Menelisik notifikasi apa yang masuk ke ponsel suaminya pada pagi buta seperti ini.

Jantung Kiara seperti terhantam sesuatu yang berat, ada sesak yang tiba-tiba mengelayuti hatinya.

Bukan isi dari notifikasi yang membuat Kiara tiba-tiba berhenti bernapas. Netra hitamnya terpaku pada gambar yang dijadikan wallpaper gawai Juan.

Foto Juan bersama Biru dan anak kecil berkacamata.

Perut Kiara kembali bergolak, membuatnya mual tanpa sebab. Bukan karena potret yang menampilkan mereka bertiga selayaknya keluarga bahagia, namun lebih pada sosok anak kecil berkacamata tersebut.

Ada kemiripan menaungi wajah bocah yang tengah tertawa bahagia diapit oleh Juan dan Biru. Semua yang ada pada anak lelaki itu, sama persis dengan Juan.

Kiara membekap mulutnya, agar tak mengeluarkan isakan. Ingin sekali ia mengingkari apa yang ada di depannya. Tapi takkan pernah bisa, semuanya dalam bentuk nyata dan hidup.

Jelas bahwa bocah laki-laki itu adalah anak Juan dengan ... Biru.

Ya Tuhan. Baru saja ia menumbuhkan harapan akan keluarga bahagia dengan hadirnya seorang anak di tengah-tengah rumah tangganya. Tapi kini Tuhan seakan menghempaskan harapan itu.

Mengambil paksa tanpa pamit.

Tidakkah Tuhan sedikit memberikan kebahagiaan untuknya. Butuh berapa lama lagi ia harus terus berusaha.

Adanya anak bukan hanya impian Kiara, Juan begitu mendambakan kehadirannya.

Hanya saja seolah Tuhan menghukum dirinya, dengan memberikan cobaan bertubi-tubi pada lelakI yang ia cintai.

Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang