[13] kebetulan.

11.1K 1.7K 239
                                    

Tak ada salahnya main ke rumah mamah Tatiana, secara Juan juga jarang pulang ke rumahnya kalau si mamah belum ngamuk minta dijenguk.

Punya satu anak, tapi segitunya. Kata mamah Tatiana sih.

Sekalian ia ingin melihat rumah peninggalan orangtuanya yang berada tepat di sebelah rumah keluarga Dirgantara.

Jadi sebelum berangkat ke Bandung, Biru kembali ke apartemennya memarkir mobilnya dan menggambil beberapa baju yang diperlukan setelah merapikan belanjaannya.

"Kamu tinggal sendirian, Bi?" tanya Tatiana menyusuri ruangan tamu Biru yang menyatu dengan dapur.

"Iya, Mah," sahut Biru dari dalam kamarnya. "Mamah kan tahu sendiri aku nggak pernah bisa punya temen deket selain sama Juan."

Sekalinya punya sahabat ditikung juga.

Gerakan Biru terhenti, kemudian beralih melihat ke atas nakas kananya. Biru menyambar pigura berukuran 15x20 cm berdiri kokoh di sana. Mengusap pelan potret anak lelaki berkacamata tengah tersenyum lebar dipangkuannya, lalu meletakkannya ke dalam laci, sebelum Tatian memasuki kamarnya dan melihatnya.

Cukup ia saja yang tahu, tidak dengan Juan dan keluarganya. Anggap saja Biru kejam, tapi ia harus melakukannya. Ia harus melindungi miliknya.

Segera Biru merapikan baju-bajunya ke dalam ransel, lalu menyusul Tatiana yang sudah duduk santai di sofa dengan air mineral dalam botol menemaninya.

"Yuk, Mah." Ajak Biru menyongsong Tatiana kemudian bergelayut manja di lengan mamah Juan.

"Putri mamah manja banget sih!" Tatian mengecup kening Biru, dan beriringan pergi menuju parkiran mobil dimana supirnya menunggu.

Niat awal Tatiana sebenarnya ingin berkunjung ke rumah Juan. Salahnya sendiri, ia tak mengabari terlebih dulu. Jadi sesaat setelah sampai rumah Juan justru kosong tak berpenghuni. Jadilah Tatiana memilih untuk ke salah satu mall yang ada di Jakarta, jalan-jalan sekalian belanja. Toh dia datang diantar oleh supir.

Tatian tak menyangka keputusannya datang ke Jakarta pada akhirnya bisa dipertemukan oleh Biru.

Gadis yang sudah yatim piatu, semenjak ia menginjak bangku SMP. Tatiana yang hanya tinggal berdua dengan Juan, memilih membawa serta Biru tinggal di rumahnya. Wanita tua itu sudah menganggap Biru sebagai putrinya sendiri.

Dari awal Tatiana tahu jika Biru mempunyai perasaan pada putranya, begitu pula dengan Juan. Meski putranya itu tak menyadarinya.

Tatiana hanya berharap jika Biru yang kelak menjadi istri Juan. Bukan Kiara. Sampai sekarang pun harapan itu masih mengakar dalam hati Tatiana. Sempat ia tak merestui pernikahan mereka, hanya saja Tatian tetap tak bisa ikhlas begitu saja.

Andai Juan tahu apa yang sudah diberikan Biru, mungkin putranya itu akan berpikir dua kali untuk meninggalkan Biru dan memilih Kiara.

"Mah. Kok bengong sih? Katanya mau masak?" Biru memeluk Tatiana dari belakang.

Hubungan Tatiana dengan Biru selayaknya ibu dan anak pada umumnya. Biru yang tak sungkan menunjukkan kemanjaannya, juga Tatiana yang tak pernah setengah-setengah betapa ia menyanyangi gadis itu. Bahkan orang yang melihat kedekatan mereka beranggapa jika Birulah anak Tatiana bukan Juan.

"Mamah kangen sama suasana seperti ini. Kamu sama Juan nggak pernah akur kalo udah barengan. Sekalinya akur, dunia serasa milik berdua." Biru meringia dalam hati. Kenapa itu yang diingat sih? "Adanya kamu dirumah ini bikin mamah nggak kesepian lagi." Aku Tatiana yang menikmati pelukan Biru.

"Biru anak mamah, selamanya akan seperti itu. Meski bukan Biru yang jadi menantu mamah." Mengeratkan pelukannya.

"Andai juan tahu, Bi. Dia nggak akan tega ninggalin kamu." Kali ini Tatiana tak sanggup membendung airmatanya yang sudah menganak.

Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang