"Mbak Biru nggak istirahat?" tanya Arifin sesama tim S&M.
"Nanggung, Fin. Harus cepetan kelar. Saya masih punya pekerjaan lainnya yang nyusul," jawab Biru tanpa menoleh ke arah Arifin dan rekan tim lainnya.
"Oh, ya udah. Kalo gitu kita duluan ya, Mbak." Biru menoleh cepat dan mengangguk.
Biru terlalu sibuk dengan pekerjaannya, ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya sesuai target yang ia buat.
Saking terlalu fokus, Biru tak menyadari ada sepasang mata yang tengah memandanginya. Mengikuti keluwesan Biru dalam bekerja.
Rambut hitam sebahu yang terurai berantakan, juga kacamata yang menggantung membuat Biru tampak lebih menawan.
Ketukan di pintu membuyarkan konsentrasi Biru, "Masuk!" Tanpa menoleh tentu saja.
"Segitu sibuknya, Neng?" tanya suara berat yang tak biasa ia dengar.
Biasanya ia hanya mendengar suara cempreng Arifin dan suara mendayu feminim ala Tyo. Juga suara Juan. Meski tak setiap waktu mereka berintetaksi, Biru hapal betul diluar kepala seperti apa suara Juan.
Dan yang menyapanya bukanlah suara Juan. Biru menengadah, dan mendapati seorang pria dengan apron tengah berdiri bersendekap menyenderkan bokongnya pada meja samping Biru. Tak lupa juga dengan senyum manisnya.
"Excusme. Who are you?" Biru mengerutkan dahi begitu mendapatkan tatap intens dari lelaki tersebut.
Pria itu menjulurkan tangannya. "Guntur Halilintar, dua puluh empat tahun, dan lajang. CDP pattisier*."
Biru semakin menaikan kedua alisnya, tak urung juga ia menjabat tangan lelaki itu. "Lembayung Biru, wedding and banquet."
"Gue tau!"
"Ya, terus?" Biru kembali fokus pada komputernya, mengetik sesuatu yang sempat terhenti karena lelaki ini.
"Pak Asa lagi pergi."
"Gue juga tau."
"Terus? Ngapain kamu ada di sini? Setahu saya Chef kerjanya ada di kitchen. Nggak di Sales and Marketing." Tukas Biru bernada ketus.
"Gue mau ketemu elo, Neng." Biru berhenti mengetik dan mendongak ke arah Guntur.
"Mau apa?"
"Bahas soal dessert."
Biru mengerutkan kening, menggali ingatannya yang tiba-tiba menghilang.
"Oh! Ok. Duduk aja di sana. Saya mau selesain ini sebentar." Biru menunjuk dengan dagunya ke arah mrja bundar yang berada di tengah ruangan.
"Ah, panggil gue Lintar." Seloroh Lintar dengan tawa renyah.
"Hm!" guman Biru pelan.
Lintar hanya diam, sembari menatap Biru yang sedang serius di depan komputernya. Lintar sendiri lebih fokus pada ekspresi wajah Biru ketika mengerjakan laporannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Sky
General FictionKecemburuan Biru berubah menjadi iri, lalu kemudian beralih menjadi kebencian. Ia cuma ingin diakui oleh Juan. Satu kesalahan membuat dirinya ditinggalkan Juan dan kehilangan lelaki yang sudah menjadi separuh hidupnya. Jika saja ia bisa memilih, Bi...