[03] Biru dan Ceritanya

13.5K 1.8K 60
                                    

Back sound : Myta - Aku Cuma Punya Hati.

Cumeng nih buat si Biru.  Mengambarkan tepat seperti apa perasaan Biru ke Juan.

✩★✩★✩★✩

Biru menatap lurus pintu di depannya. Kebimbangan tiba-tiba menyeruak ke dalam dadanya.

Tak seharusnya ia berada di sini. Di depan apartemen lelaki yang masih mendiami sudut hatinya.

Dua hari yang lalu ia sudah bertemu dengan Kiara. Bukan tak mungkin ia akan bertemu kembali dengan istri Juan.

Pertemuannya kemarin saja sudah membuat tubuhnya melemas. Apalagi jika harus bertemu dengan Juan.

Ia tak siap. Sungguh tak siap.

Terakhir kali ia bertemu Juan. Ia berakhir babak belur dan mengenaskan.

Ia tak mau lagi seperti itu.

Seperti apa rupa di dalam sana? Ah, Biru lupa bahwa Juan bukan lagi pria lajang. Sudah pasti banyak perubahan di dalamnya.

Membayangkan mereka dengan suka cita merombak apartemen ini, diselingi adegan kejar-kejaran sejenis romansa di telivisi membuat perut Biru melilit.

Meski menyugesti diri agar tak berpengaruh, tetap saja Biru tak bisa mengelak kalo ia benci jika Juan dan Kiara bahagia. Sedangkan dirinya terpuruk tak tersisa.

Berakhir di rumah sakit sendiri, sungguh memilukan bagi Biru. Apalagi tak ada orang terdekat yang mengetahuinya bahkan menemaninya, benar-benar mengiris hati.

Juan bahkan tak perlu susah payah mencari keberadaannya. Justru orang lain menolongnya bahkan merawat hingga ia kembali pulih.

Cukup pikiranmu berkeliaran, Bi. Saatnya menghadapi realita.

Dengan tangan bergetar ia memencet bel.

Satu kali.

Tangan Biru mengeluarkan keringat dingin, dan dadanya berdegup kencang.

Dua kali.

Tiga kali.

Tak ada jawaban. Apa mungkin mereka sedang keluar?

"Cari siapa?" Biru berjingkat mendapati seorang wanita paruh baya berdiri di sampingnya.

"Ehm, sa-ya cari Juan." Jawab Biru kikuk.

"Penghuni unit ini, tak setiap hari di sini. Seminggu sekali hanya ada petugas kebersihan yang datang." Jelas wanita tadi.

"Oh, begitu rupanya." Biru tersenyum tulus.

"Ya sudah kalau begitu, saya permisi." Pamit wanita paru: baya tadi lalu menghilang di belokan depan.

Biru kembali menatap pintu unit apartemen Juan. Tak setiap hari. Hanya petugas kebersihan seminggu sekali.

Mungkinkah?

Ada setitik euforia di dada Biru, yang berarti bahwa apartemen ini masih sama dan kosong tak berpenghuni.

Sedikit memberanikan diri, Biru menjulurkan tangannya dan memencet enam digit password pintu.

Tubuh Biru bergetar begitu bunyi alarm pintu menunjukkan bahwa akses diterima.

Kode yang sama. Tanggal ulang tahunnya.

Biru hampir saja terlonjak girang, mengetahui hal ini.

Cepat-cepat ia membuka pintu dan memasuki unit apartemen Juan.

Biru tertegun mendapati isi apartemennya masih sama, seperti lima tahun yang lalu.

Foto-foto dirinya dan beberapa milik Juan masih menggantung ditempat yang sama. Penataan ruangan juga masih seperti yang Biru tata saat pertama kali tinggal bersama Juan.

Semuanya masih sama.

Biru menyusuri sofa dengan jemarinya saat ia berjalan menuju kaca besar. Menyibak gorden tersebut hingga menampakkan Jakarta sore hari. Menggeser pintunya pelan, Biru menuju balkon dan menyandarkan kedua tangannya di pagar besi.

Ia merindukan kota ini.

Untuk beberapa menit Biru hanya diam, dan menikmati angin sore hari.

Biru cukup terlena dengan keadaan. Padahal tujuan awal ia ke sini adalah mengambil barang berharganya yang tertinggal di sini.

Biru membuka pintu kamar dan mendapati bahwa kamarnya masih sama. Lemari yang berisi pakaiannya masih di sana, juga pakaian Juan. tak ada yang berubah sedikitpun, juga meja rias dan peralatan make upnya masih ada di sana.

Menyusuri meja rias, Biru membolak-balikkan botol-botol tersebut. Memeriksa tanggal kadaluwarsanya, yang ternyata masih setahun lagi.

Seingat Biru, ia sudah meninggalkan apartemen ini lima tahun lalu. Seharusnya pelengkapan ini sudah memasuki masa kadaluwarsanya. Apa mungkin Juan menggantinya.

Biru duduk di atas ranjang king size yang berseprei abu-abu. Mengelusnya perlahan.

Kamar ini masih sama.

Menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, Biru memejamkan matanya. Menikmati sensasi berada di kamarnya bersama Juan.

Biru tertegun mendapati potret dirinya dalam ukuran besar tepat di atas meja riasnya.

Biru tertegun mendapati potret dirinya dalam ukuran besar tepat di atas meja riasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini foto lamanya, saat ia menginjak SMA. Biru tak seberapa pede dengan rambut pirangnya, lalu mengubahnya menjadi hitam seperti sekarang. Meski ia cenderung menuruni gen ayahnya yang keturunan Amerika, tapi Biru adalah warga negara Indonesia.

Sejak kapan fotonya ada di sana. Apa maksud Juan melakukan hal ini?

Mendadak ia tak nyaman dengan kenyataan ini, meski ia tak menampik bahwa sebagian hatinya kegirangan karena hal itu. Bahwa Juan tak melupakannya.

Cepat-cepat ia beranjak dari ranjang dan kembali menuju meja rias, mencari-cari kotak kayu tempat penyimpanan perhiasannya.

Ia hanya ingin mengambil kalung pemberian mamanya, kalung terakhir yang ia dapat sebelum kecelakaan itu mengambil orangtuanya.

Biru mendesah lelah, tak menemukan kotak kayu miliknya.

Kembali Biru memandangi langit Jakarta yang sudah menunjukkan semburat oranye di ufuk barat.

Pastilah Juan yang menyimpan kotak kayunya.

Biru terlonjak kaget, menatap pintu masuk dan mendapati suara debuman keras. Daun pintu kamar terbuka lebar. Menampakkan sosok lelaki dengan pandangan lurus, menatap langsung ke manik matanya dengan napas memburu.

Bir merasakan jantungnya mencelus, dan tenggorokannya tersekat.

"Ju-juan."

◎○◎○◎○◎○◎○◎

Surabaya, 16/11/2018
-Dean Akhmad-



Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang