"Biar aku aja, Bi." Pinta Juan menahan lengan Biru, sesaat akan mengambil tubuh Junior yang tengah tertidur di bangku belakang.
Biru tak merespon ucapan Juan, namun menggeser tubuhnya ke samping. Memberi akses penuh bagi Juan untuk menggendong Junior.
Setelah mengunci pintu mobil, Juan mengekori Biru memasuki kotak besi yang akan membawanya ke apartemen wanita itu. Membiarkan ponsel pintarnya tergeletak di dasboard mobil, meninggalkan berpuluh-puluh panggilan tak terjawab juga rentetan chat di aplikasi whatsapp miliknya.
Tak ada obrolan hanya terdengar dengkuran halus yang dikeluarkan Junior. Biru sendiri tak mau repot-repot mengajak Juan mengobrol. Ia hanya ingin cepat-cepat membersihkan diri, juga makan. Terlihat dari keengganan Biru jika berdekatan dengan lelaki masa lalunya ini, Juan sendiri memilih memeluk tubuh kecil Junior.
Untuk kesekian kalinya, Juan menghidu aroma minyak telon yang menguar dari tubuh puteranya. Bau khas bayi yang berhasil membuat hatinya menghangat dan seakan ia merasa seperti pulang ke rumah.
Juan meraup bau minyak telon dari tubuh puteranya, kemudian menyesapnya dengan rakus. Menyimpan apik dalam memorinya, bagaimana aroma puteranya ini.
Biru melebarkan pintu apartemennya, mempersilakan Juan memasuki area pribadinya. Perlahan Juan memindahkan tubuh Junior di atas ranjang queen1 size milik Biru, untuk sesaat pergerakkan kecil dari anak lelakinya ini membuat Juan batal beranjak dari duduknya. Menepuk pelan pantat Junior agak kembali tertidur, seraya membaringkan tubuhnya di samping Junior.
Biru tertegun melihat sikap lembut Juan dalam menenangkan Junior agar kembali tertidur.
Haruskah ia merasa bahagia, karena Juan akhirnya tahu keberadaan anaknya, juga menerima keadaan Junior yang tak normal itu?
Tak sampai di situ saja, Juan bahkan sukarela tubuhnya terhimpit sampai ke ujung ranjang, hanya untuk sekedar memandang wajah anaknya yang terlelap. Mengabaikan bahwa bisa saja ia sewaktu-waktu jatuh terjungkal ke bawah.
Juan melongokkan kepalanya melewati kepala Junior, dan mendapati Biru berdiri kaku di depan pintu kamar mandi hanya dengan menggunakan jubah handuk selutut.
Biru merutuki kecerobohannya. Kenapa ia bisa lupa jika ada Juan di apartemennya, dan berada di kamarnya.
Sedikit kikuk ia berjalan menuju lemari pakaiannya. Sialnya lagi, ia kehabisan celana. Baik celana kain rumahan atau celana panjang piyama, juga kaos oblongnya. Sial! Ia lupa melemparkan cucian kotornya ke Laundry-an.
Setengah gondok karena sekali lagi kecerobohannya, membuat ia harus mengambil celana pendek dan tank top.
Kalau saja hanya ada dirinya, ia tak perlu susah payah menutupi bekas luka yang hampir tersebar hampir kesekujur tubuhnya.
Sedikit kesusahan, Juan memaksakan tubuh besarnya beranjak dari rebahannya. Perlahan agar tak mengusik tidur Junior, Juan berhasil melakukannya.
Juan tertegun melihat keloid memanjang di kedua betis Biru, seperti luka bekas operasi. Sesaat sebelum Biru kembali memasuki kamar mandinya.
Luka apa itu?
Tak lama pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Biru yang sudah berpakaian. Meski jauh dari kata seksi, tapi sukses membuat Juan meneguk ludahnya.
"Mandilah, handuk bersih ada di dalam. Tapi aku nggak punya baju ganti buat kamu."
"Tak masalah, aku ada di baju ganti di tas ransel." Juan tersenyum kikuk. Menunjukkan tas ransel terongok di kaki ranjang dengab dagunya, kemudian beranjak dari tempat tidur dan memasuki kamar mandi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Sky
General FictionKecemburuan Biru berubah menjadi iri, lalu kemudian beralih menjadi kebencian. Ia cuma ingin diakui oleh Juan. Satu kesalahan membuat dirinya ditinggalkan Juan dan kehilangan lelaki yang sudah menjadi separuh hidupnya. Jika saja ia bisa memilih, Bi...