Jingga*59

76.5K 3.4K 83
                                    


#59

Coba lah berfikir realistis, tak ada manusia yang benar-benar mencintai, tak ada manusia yang benar-benar merindu. Mereka hanya menghargai keberadaan manusia lainnya

Jingga telah sampai didepan rumah sahabatnya, Rita.

Tepat dimana ia berdiri kemarin, gerbang yang menjulang tinggi itu tertutup rapat seperti biasanya.

"Pak Bambang" panggil Jingga, tak ada sahutan.

Rumah dua lantai itu tampak sepi, bahkan lampu depan saja masih menyala.

"Pak Bambang" jerit Jingga lagi mencoba memanggilnya lagi.

Tetap saja tak ada jawaban, ponselnya bergetar lagi "Rita?" Katanya sebari membuka pesan yang dikirimkan oleh sahabat nya itu.

Pulang

Singkat padat dan jelas, Jingga masih tak paham dengan pesan yang teramat singkat itu, otaknya mulai berputar menyambungkan pesan yang dikirim Rita sebelumnya.

Gue butuh elo, gue mau Lo jauhi gue!

Jingga saja masih bbgunh dengan pesan itu, Rita membutuhkannya tapi kenapa gadis itu menyuruhnya tuk menjauhi dirinya sendiri.

Dan sekarang Rita mengirim pesan lagi kepadanya, untuk segara pulang. Itu artinya Rita berada di dalam?.

Jingga mencoba mencari keberadaan pak Bambang dibalik gerbang, ya gadis itu masih berdiri sebari sesekali berjinjit untuk mencari keberadaan seseorang untuk membukakan gerbang itu.

"Gak dikunci?" Kejut Jingga setelah gerbang yang ia dorong tak terkunci, gadis itu langsung masuk begitu saja tanpa permisi.

Bahkan gadis itu tak tau jika sedari tadi pak Bambang berada di gang yang tak jauh dari rumah berlantai dua itu.

Wajah laki-laki melewati paruh baya itu pucat, tercetak dan sanagt jelas jika laki-laki itu ketakutan.

Ia masih mengawasi Jingga dari arah dimana ia berdiri sekarang, ada rasa khawatir dan was-was mengingat betapa mengerikannya keluarga itu.

Tak putus pikiran, laki-laki paruh baya itu menghubungi seseorang yang tentu saja ia kenal.

Jingga membuka pintu kayu itu, sama halnya dengan gerbang yang menjulang tinggi itu. Tak terkunci.

Bukankah berbahaya jika Pi tau tak terkunci? Ah sudahlah disini aku tak menceritakan bagaimana bahayanya jika tak mengunci pintu.

Jingga memasuki rumah dengan cahaya yang remang lantaran korden disebuah jendela besar itu tertutup rapat.

Jingga membukanya, tentu saja untuk pencahayaan. Matanya langsung membulat.

Ia melihat barang-barang berantakan dan vas serta guci pecah berantakan dilantai.

Ponselnya kembali bergetar, itu pesan dari Rita lagi.

Please, cepet pergi sebelum Alfa tau elo disini

"Alfa?" Tanya Jingga, bukankah Alfa kembaran Rita.

Jingga (Tersedia Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang