Chapter 10

2K 92 3
                                    

Di rumah, aku langsung duduk di pinggir ranjang kasur yang empuk. Tanpa sadar buliran air mata turun kembali.

Dadaku sesak mengingat pengkhianatan Rendy. Aku tak habis pikir, bagimana bisa ia selingkuh dengan Berlian sementara saat Rendy bersamaku dia selalu menampakkan kebancian yang dalam?

Atau mungkin diriku yang terlalu naif karena menulikan diri pada gosip miring tentang Rendy? tanganku meremas-remas sisi seprei hingga kusut. Sementara air mataku tak henti-hentinya keluar.

Aku seharusnya tak begini, apalagi menghabiskan tisu di rumah. Lantai kamarku penuh dengan gumpalan tisu.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan di balik pintu. Pasti itu ibu, buru-buru aku membersihkan air mata yang tak berhenti keluar.

"Masuk, Ma," ucapku dengan sesegukan.

Pintu pun terbuka, nampaklah Mama. Begitu melihat kondisi kamarku, beliau langsung mendekat. Memegang kepalaku lembut, dan bertanya, "Kamu kenapa?"

"Eng-enggak papa kok, Ma. Tadi Velly kelilipan," alasanku.

"Masa kelilipan air matanya sampai keluar banyak gitu. Kamu ada masalah? Coba cerita ke mama." Mama mengusap puncak kepalaku.

Aku memaksakan diri untuk tersenyum, dan berkata, "Velly gak papa, Ma."

"Ya udah kalau kamu belum mau cerita, tapi kamu jangan nangis gitu dong. Jelek," hibur mama. " Sekarang kamu ambil wudhu gih, turs salat ashar."

"Iya, Mama." Aku mengecup pipi Mama, lalu beranjak dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi.

~~~
~~~

Hari baru, kisah baru.

Kini aku sedang memandangi bayangan diri di kaca. Hmm, apa yang kurang? Parfum? Sudah, Bedak? Sudah. Nampaknya tak ada yang kurang.

Aku bukanlah tipe yang jika ke sekolah harus dengan full make-up. Hal itu akan membuatku risih. Ah, aku tau apa yang kurang, mataku kini terlihat seperti mata panda karena menangis seharian kemarin malam.

Apa yang harus kulakukan agar mata ini kembali normal? Mataku menyapu sudut meja rias. Terlihat sebuah kalung di sudut meja. Kalung biasa, hanya terbuat dari benang berwarna merah dan bandul hati berwarna merah yang bisa di buka. Dan isinya adalah .... Ah, tak baik mengingat masa lalu.

Aku melirik jam dinding di kamar. Gawat. Sudah jam 06.20, gara-gara sibuk nostalgia banyak waktu yang terbuang. Tanpa banyak berpikir, aku mengambil kacamata berwarna hitam di meja belajar.

~~~
~~~

Di sekolah, entah mengapa tiba-tiba aku di kerumuni orang-orang yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar Rendy. Contoh : "Lo beneran udah putus sama Rendy?" Lalu, "Lo yang mutusin atau Rendy?" Sampai pertanyaan paling aneh terlonyar dari mulut mereka, "Kok lo pake kacamata? Apa gara-gara stres karena putus sama Rendy lo jadi buta?"

Aku mengabaikan pertanyaan terakhir, tapi juga tak menjawab pertanyaan yang lain. Di benakku malah terbentuk satu pertanyaan yang langsung keluar dari mulut, "Kalian tau darimana?"

Terdengar suara mereka kompak menjawab, "Rendy."

Astaga. Apa mau Rendy dengan menyebar hal itu? Apa dia ingin mempermalukanku?

"Ma-maaf, aku harus ke kelas. Bentar lagi bel." Aku langsung berlari menerobos kerumunan.

Aku sampai di kelas dengan nafas yang hampir habis. Huft. Aku jadi merasa seperti artis yang terus-menerus di tanyai tentang hubungan percintaan oleh para wartawan.

"Lo kenapa, Vell? Kayak abis di kejar anjing. Terus kenapa lo pake kacamata?" Radith langung bertanya begitu aku duduk di sampingnya.

Aku mendengus pelan. Tidak di luar tidak di kelas. Tetap saja di suguhi banyak pertanyaan. Kepalaku bergerak sembilan puluh derajat, menatap wajah sok polos Radith.

"Pertama, itu bukan urusan lo. Kedua, emang masalah buat lo kalau gue pake kacamata? Ganggu? Enggak, kan." jawabku.

Ia terdiam sejenak, tampak mencerna perkataanku. Lalu sejurus kemudian ia tertawa kecil. "Lo masih galau gara-gara Rendy?" ucap Radith di sela tawanya.

"Gimana enggak coba? Masalahnya gue udah nyabgka dia itu cinta sejati gue."

Seketika tawa Radith meledak. "Cinta sejati? Lo percaya?"

"Gue gak percaya, tapi gue bakal nyari yang namanya cinta sejati sejak ...." Aku terdiam. Memoriku menghadirkan hal yang berkali-kali kuusahakan utuk di lupakan.

Tiba-tiba, Bu Naya--guru matematika--masuk kelas. Lalu tak berapa lama dua orang pria berseragam sekolah ini masuk mengikutinya.

Anak-anak langsung heboh. Tentu saja, dua pria yang masuk ketampanannya di atas rata-rata.

Pria pertama tingginya sekitar 180 cm, nampaknya ia suka berolahraga, terlihat dari warna kulitnya yang agak kecoklatan. dan Wajahnya, aku tak tau bagaimana mendekrisipkan mukanya, tapi yang jelas, ia tampak menawan dengan hidung mancung dan  mata coklatnya.

Dan si Pria kedua, jelas sama tampannya dengan yang pertama, hanya saja warna bola matanya hitam, kulitnya lebih coklat. Dan, ia memakai gelang berwarna hijau tosca dengan corak batik yang acak-acakkan berwarna biru di sekelilingnya. Corak itu begitu mencolok, hingga aku yang beada di barisan kedua dapat melihatnya.

Di gelang itu pun terdapat bandul yang berbentuk seperti hati berwarna merah. Tunggu, mengapa tampaknya aku mengenal gelang itu? Di mana? Tiba-tiba tubuhku seperti tersengat listrik. Mungkinkah itu dia?

"Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru." Bu Naya memulai percakapan. "Kalian, silahkan memperkenalkan diri."

Si pria dengan dagu terbelah, membuka mulut,  "Halo semua, namaku Muhammad Fahri Pratama, kalian bisa panggil Fahri. Aku anak pindahan dari SMA Permata."

Pria yang satunya, berkata, "Halo, namaku Muhammad Iqbal, panggil aja Iqbal. Aku juga murid pindahan dari SMA Permata."

Tubuhku menegang, benar. Bahkan namanya pun sama. Tapi, Bagaimana bisa? Bukankah dia pergi ke luar negeri? Astaga, Jangan-jangan ....

Apa dia masih mengingatnya?  Mana mungkin. Itu hanya janji yang di ucapkan seorang anak berusia 5 tahun. Pasti karena alasan lain. Ya, pasti ada alasan lain.

Radith yang berada di samping tampaknya melihat perubahan wajahku. Ia mendekat, lalu membisikkan sesuatu di telingaku, "Lo kenal mereka?"

"Eng-enggak, kok," dustaku.

Apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika dia masuh mengenalku? Apa dia kembali untuk memenuhi janjinya?

Hai hai guys!!
Author ketceh comeback.
Kangen gak?
Kalau enggak juga gak papa sih.
Hehe.
Aku cuman mau nyelesain cerita ini. :)
Habis itu revisi besar-besaran. :)
Bye, bye.
Love You Readers.

Jalan Hijrahku [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang