Chapter 19

1.9K 85 0
                                    

Hari ini aku kembali masuk sekolah setrlah tiga hari libur. Jangan tanya bagaimana aku menghabiskan waktu saat itu. Tak banyak yang bisa di lakukan. Jadi, aku hanya duduk diam di kamar, kadang membaca buku, kadang mendengarkan musik.

Sialnya, Fahri dan Iqbal tak bisa lepas dari pikiranku. Mendadak di mana-mana terdapat nama Fahri atau Iqbal. Di saat aku hendak membaca 'Ayat-ayat cinta' aku lupa bahwa tokoh utamanya Fahri. Jadi, langsung kututup buku itu.

Di saat aku menonton tv, ada film yang di tayangkan. Tokoh utamanya Iqbal! Dengan sebal kumatikan tv. Yah, begitulah kira-kira caraku menghabiskan waktu.

Yang heran, mengapa aku memikirkan Fahri? Okelah, jika aku memikirkan Iqbal, itu wajar. Tapi mengapa Fahr ikut serta mengunjungi pikiranku?

"Neng, mau masuk gak? Bapak tutup pintunya ya."

Tanpa di sadari ternyata aku sudah sampai di gerbang depan sekolah. Iqbal dan Fahri masih bermain-main di kepalaku.

"Eh? Iya, Pak." Aku melangkahkan kaki memasuki gerbang.

***

Wajah Fahri adalah yang pertama terlihat kala aku melangkahkan kaki ke dalam kelas. Dia duduk bangkunya sembari membaca buku.

Berusaha terlihat tak memperhatikannya, aku berjalan menuju kursi tanpa memandangnya.

Begitu aku duduk, Fahri langsung menutup bukunya. Ia memandang diriku.

"Vell, ada yang pengen gue omongin."

Sial, selalu begini, jantungku langsung berlari kencang. "Ngomong apa?"

"Nanti aja gue ngomongnya, pas istirahat." Ia mengambil bukunya dan mulai membacanya kembali.

Huh! Cuman bikin penasaran aja.

"Kenapa harus ngasih tau dari sekarang?" Aku tak bisa menyembunyikan kekesalanku.

"Sengaja, buat bikin lo penasaran," ucap Fahri tanpa memandangku.

"Terserah lo ajalah."

Aku mengeluarkan Ponsel dari saku. Tak ada hal yang ingin di lakukan, hanya agar tanganku ada kerjaan. Meskipun hanya menggulir layar menu.

Aku tak bisa mengalihkan pikiran dari Fahri dan Iqbal. Mereka berdua silih berganti memasuki kepalaku. Sungguh menyebalkan.

Mengapa aku tak bisa lepas dari bayang-bayang Fahri? Bahkan dalam mimpi sekalipun. Tadi malam, aku bermimpi berpacaran dengan Fahri. Bukankah itu gila?

Padalah sebelum tidur aku membayangkan menikah dengan Iqbal. Mengapa saat bermimpi malah dengan Fahri?

"Awas, nanti layar lo rusak kalau di pake scroll  layar menu doang."

Aku medongak, melihat si empunya suara yang sudah sangat kukenal. Radith.

"Biarinlah, hape-hape gue juga. Kenapa lo yang ribet?"

"Yee, gue kan cuman ngingetin." Radith mengangkat bahu. "Gitu aja sewot."

Aku memutar bola mata. "Udah deh, Dith. Gue lagi gak mood buat berantem."

"Siapa yang ngajak berantem?" pancing Radith.

Sabar, Velly, sabar.

"Gak ada." Tanganku masih menggulir layar menu.

***

"Vell, tunggu!" Cegah Fahri.

Jam pelajaran sudah berakhir, aku hendak mengisi perut agar bisa konsentrasi di pelajaran berikutnya. Tapi si Fahri malah mencegahku.

Jalan Hijrahku [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang