"Vell, gue mau ngomong sesuatu sama lo."
Mungkin mataku akan keluar saking seringnya membelalak hari ini. Mengapa dua orang ini ingin berbicara di hari yang sama?
Aku menghembuskan nafas, berusaha mengatur tingkat kecepatan jantung.
"Oke, lo mau ngomong apa?"
Iqbal menggaruk kepalanya. Dilihat dari raut wajahnya nampak jelas dia sedang mengumpulkan keberanian untuk bicara.
Setelah hening beberapa saat, akhirnya dia berkata, "Err ... jadi gini. Gu-gue, gue mau jujur sama lo."
Aku menggigit bibir bagian bawah. Jangan bilang dia juga menyatakan perasaannya. Semoga wajahku tak menunjukkan kecemasan.
"Jujur soal apa?" Aku berusaha bersikap setenang mungkin.
"Err ... L-lo, lo masih inget 'kan, janji kita waktu kecil?"
Deg!
Kurasakan bulir keringat dingin mulai turun dari berbagai arah. Aku perlahan mengelapnya dengan ujung bajuku.
"I-inget kok. Ke-kenapa lo nanyain itu?"
Iqbal menghela nafas. Nampaknya dia sedang berusaha mengumpulkan kekuatan untuk bicara.
Ya Allah, semoga dia tidak akan menyatakan perasaannya padaku. Jangan sampai!
Pikiran lain melintas di kepala, mengapa aku malah khawatir dengan hal itu? Bukankah seharusnya aku senang?
"Ja-jadi gini ...." Suara Iqbal membuatku kembali ke tempat ini.
"Sebenernya, sebenernya aku gak bisa menuhin janji kita dulu," lanjutnya.
Oh, oke. Tunggu, apa? Jadi, ia tidak menyatakan perasaannya?
"Ma-maksud kamu?"
"Maksud aku. Aku gak bisa tepatin janji kita dulu. Aku udah punya orang lain."
Aku menunggu perasaan marah dalam diri. Tak ada, mengapa? Harusnya aku sedih sekaligus marah saat Iqbal berkata demikian.
Iqbal melambaikan tangannya di mukaku. "Vell? Kamu gak papa? Kamu marah ya?"
Aku memaksakan untuk tersenyum. Walau yang tergambar hanyalah senyum kaku.
Setelah hening beberapa saat, aku berkata, "Gak papa, Bal. Aku gak marah kok, lagian itu cuman janji seorang anak kecil."
Iqbal lagi-lagi tersenyum. Di wajahnya terpancar kelegaan.
Tapi, aku tak merasa demikian. Ada beberpa hal yang kembali menggangguku.
"Err ... Bal, siapa cewek itu?"
Masih tersenyum, Iqbal berkata, "Namanya Bunga, dia temen aku waktu masih di sekolah yang dulu. Anaknya baik banget."
Ada satu hal lagi yang masih menjadi pertanyaan.
"Ja-jadi, kalian pacaran?"
Iqbal menggeleng. "Kami saling menjaga perasaan walau tanpa ikatan."
Tunggu, rasanya aku tak asing dengan kalimat itu. Ah, ya. Itu adalah kalimat yang Fahri ucapkan tadi.
Iqbal melirik jam tanganya sekilas, lalu berkata, "Eh, Vell. Aku balik ke kelas duluan, Ya."
Aku mengangguk, tak tahu lagi harus mengatakan apa. Aku hanya memperhatikan punggung Iqbal yang perlahan menjauh. Tiba-tiba langkah Iqbal terhenti. Ia berbalik menghadapku.
"Kamu udah banyak berubah, Vell. Aku akan doain kamu supaya dapet jodoh yang lebih baik dari aku."
Belum sempat aku membalas perkataannya, ia kembali berbalik dan meneruskan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Hijrahku [Selesai]
Teen Fiction[Tahap Revisi] Mulai : Oktober 2018 Selesai : 8 Maret 2019 Velly Lestari, seorang gadis dengan masa lalu yang ingin sekali dia lupakan. Masa lalu yang menyebabkan dirinya terlalu obsesi pada cinta, hingga ia rela melakukan apapun untuk mendapatkan c...