Chapter 1

4.3K 175 20
                                    

Suara jeritan dan tawa mengiringi permainan selanjutnya. Permainan kali ini adalah undian kesialan. Dari namanya saja sudah terdengan aneh. Biasanya yang ada itu undian keberuntungan. Tapi ini? Siapa coba yang mau dapat kesialan.

Kami di kumpulkan di halaman sekolah yang panas, dengan memakai selembar papan yang terbuat dari kardus bekas yang bertuliskan nomor undian.

Sudah ada beberapa teman yang maju ke depan setelah nomornya terambil dalam undian. Mereka di kerjai habis-habisan oleh kakak pembina MOS. Aku hanya menonton dengan prihatin sembari berdoa semoga aku tak dapat kesialan.

"Selanjutnya adalah nomor 8!" teriak Kak Berlian--pembina kelompok kami.

Semua kepala menoleh ke kiri dan kanan, mencari si pemilik nomor 8 yang akan mendapat kesialan. Seorang murid lelaki maju. Di wajahnya tak terbesit ketakutan sedikitpun.

"Siapa nama kamu?" tanya Kak Berlian.

"Bisa baca 'kan?" Murid itu menunjuk name tag di dadanya.

Saat MOS, kami masih memakai seragam putih biru.

Kak Rendy--rekan Kak Berlian, tampak terkejut. Tetapi dengan segera mereka merubah ekspresi.

Kak Berlian maju menghampiri murid lelaki itu dan membaca name tag-nya

"Baik, Radith. Hmm ... apa kesialan yang akan kamu dapatkan?"

Kak Rendy memasukkan tangannya ke dalan kotak yang berisikan kesialan-kesialan yang harus di lakukan. Ia mengeluarkan secarik kertas.

"Kesialanmu adalah ... push-up 30 kali!"

Radith diam. ia tak melakukan apa yang di perintahkan. Dirinya hanya memandang lekat kakak pembina.

"Ayo, Radith! Cepat push-up," titah kak Berlian.

"Kak, saya sekolah di sini buat cari ilmu. Bukan buat jadi bahan bully-an," sahut Radith berani.

Suasana jadi mencekam. Sungguh! kurasakan hawa udara turun beberapa derajat. Kak Rendy dan Kak Berlia menatap tajam Radith. Radith balik menatap mereka berdua.

"Kamu berani dengan kami?" tanya Kak Rendy. Ia terlihat ganas jika sedang marah.

"Kenapa tidak? jika kakak melakukan hal yang tidak baik." Radith mengangkat bahu. "Saya masuk sekolah ini bayar, Kak. Males amat jadi babu kalian."

Jika dilihat dari gerak-gerik Kak Rendy, sepertinya dia akan memukul Radith. Tapi, Kak Berlian memberinya tatapan memperingatkan. Meskipun aku tau Kak Berlian juga sama marahnya. Hal itu terpancar dari wajahnya.

"Baik. Radith, silahkan kembali ke tempat kamu. Kita lanjutkan permainannya." Kak Berlian buru-buru meredakan ketegangan. Walaupun matanya berkilat penuh amarah.

Kak Berlian memasukan tangannya ke dalam kotak yang berisi nomor undian. Siapapun yang mendapat kesialan kali ini. Dia benar-benar apes. Kak Rendy dan Kak Berlian sepertinya hendak membalas dendam.

"Selanjutnya adalah nomor 28!"

Deg! Itu nomorku. Mengapa harus aku? Pastinya kesialan kali ini akan sangat berat.

"Mana yang nomor 28?" ulang Kak Berlian. Matanya penuh amarah. "Cepat maju!"

Sekujur tubuhku gemetar ketakutan. Mengapa harus aku yang menerima kesialan kali ini? Ini baru yang di namakan sangat sial. Oke, Velly. Hadapi dengan berani. Perlahan aku melangkahkan kaki ke depan.

"Nama kamu siapa?" Kak Berlian bertanya dengan suara yang lembut namun tajam.

"Ve-Velly, Kak."

Kak Berlian tidak menatapku lagi. Ia berpindah ke kotak yang berisikan kesialan atau lebih tepatnya hukuman.

Kak Berlian membuka kertas yang berisikan hukuman bagiku.

"Oke, Velly. Kesialanmu adalah ... lari keliling lapangan sepuluh kali!"

Seketika tubuhku langsung lemas. Aku paling lemah dalam hal olahraga. Seumur hidup aku baru satu kali pernah mendapat warna merah di raport dalam pelajaran olahraga.

Lari keliling lapangan sepuluh kali? Tiga kali saja aku sudah lemas. Itu terlalu berat! Kepalaku mulai terasa pusing, tadi aku tak sempat sarapan.

Kak Berlian menatapku tajam. Sedangkan Kak Rendy hanya menatapku dengan tatapan menilai. Aku seperti makanan yang siap di santap oleh mereka berdua.

"Ayo, Velly! Lari!"

"Ka-kak. Hukumannya ganti aja, boleh? A-aku gak kuat kalau di suruh lari." Aku memberanikan diri bicara.

Kak Berlian tertawa. Tawa mengejek. Suara tawanya membuatku merinding. Persis seperti tawa nenek sihir di film-film.

"Kamu mau nentang kami? Kayak anak tadi, siapa?" ia menoleh pada Kak Rendy.

"Radith," ucap Kak Rendy singkat. Matanya masih terpaku padaku.

"Oh, ya. Radith." Kak Berlian tersenyum. "Kamu mau ngelawan kami kayak dia? Berharap kamu di suruh balik ke tempatmu? Jangan harap."

Senyumnya lagi-lagi membuatku bergidik. Senyum itu sama sekali tidak manis, itu senyum meremehkan. Dia sungguh seram. Seperti nenek sihir, tapi dalam wujud putri mahkota yang cantik.

"Eng-enggak, Kak. A-aku gak ngelawan. Cuman, Aku g-gak bakal kuat kalau lari keliling lapangan sepuluh kali." Aku menundukkan kepala.

"Oh, kamu gak kuat kalau sepuluh kali, kuatnya lima belas? Oke, gak papa. Buat kamu lima belas kali."

Mataku membesar. Astaga! Dia sangat jahat. Jangan sampai aku berurusan lagi dengannya.

Kak Berlian berjalan perlahan mendekatiku. "Velly, nama kamu cukup menarik."

TBC

Jalan Hijrahku [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang