Epilog

3.6K 138 2
                                    

"Sah?"

"Sah!"

Selesai akad, doa barokah di ucapkan. Aku nyaris tak bisa menahan air mata bahagia yang memaksa keluar.

Kini aku telah menjadi seorang istri, dan pemuda yang berada di samping ini adalah suamiku.

Aku tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Yang pasti, ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidup.

Setelah doa di bacakan, aku mengecup punggung tangannya dengan agak gugup. Aku medongak, ia tersenyum manis sekali. Dirinya lalu mengecup dahiku lembut.

Kini acara akad sudah selesai. Selanjutnya kami di persilahkan untuk mengganti pakaian lalu duduk di kursi pelaminan.

Aku langsung berjalan menuju ruangan pengantin tanpa melihat ke arahnya. Sudah pasti pipiku bersemu sangat merah.

"Ciee, yang udah sah."

Kedatanganku ke ruangan pengantin wanita langsung di sambut sorakan Tio. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum.

"Uhh, rasanya pasti bahagia banget deh. Jadi pengen nikah. Tapi, belom ada calonnya," celoteh Tio.

"Ya udah, sana cari calonnya. Inget. Harus cewek. Aku mau ganti baju dulu," usirku.

"Ah, padahal pengen punya pasangan kayak si Fahri. Suami kamu." Tio mengerecutkan bibirnya. Ia keluar ruangan sembari menghentakkan kaki.

Aku menggelengkan kepala melihat kelakuan Tio. Tak berapa lama, aku memutuskan untuk mengganti pakaian.

Ah, enak rasanya melepas dress yang cantik nan anggun tapi lumayan berat. Kini aku menggantinya dengan gaun berwarna biru laut yang lebih ringan. Tak lupa dengan hijab dengan warna senada.

Tepat setelah aku selesai dengan urusan hijab, seseorang mengetuk dari luar. Dengan segera aku berjalan mendekati pintu dan membukanya. Sosok Tio muncul.

"Cepetan, si Fahri udah nungguin tuh. Eh, make-up-nya aku benerin dulu. Kehapus sama keringet tuh."

Tio berjalan cepat menuju meja rias. Aku mengikuti langkahnya dari belakang.

"Duduk," titahnya.

Aku dengan segera mendudukkan diri di kursi meja rias. Dengan cekatan Tio memperbaiki make-up-ku yang luntur.

"Sip." Tio mundur untuk melihat hasil make-up-nya. "Sekarang cepet turun gih. Dia udah nungguin."

Aku bangkit dan segera melangkah menuju tempat pelaminan. Dengan perlahan aku menuruni tangga.

Celoteh-celoteh riang terhenti. Mereka semua memandang ke arahku. Persis saat sebelum akad.

Terlihat Fahri bangkit dan menghampiriku. Ia sangat tampan dengan balutan jas yang senada dengan gaunku. Di tambah dengan peci yang juga berwarna senada.

Ia mengulurkan tangannya yang segera kusambut dengan uluran tanganku.

Kami melangkah perlahan menuju pelaminan. Para undangan masih dengan posisi yang sama. Memandangi kami.

Secara bersamaan kami mendudukkan diri di pelaminan. Hal yang biasanya hanya dapat kubayangkan kini menjadi kenyataan. Kami duduk berdua di pelaminan setelah resmi menjadi pasangan.

Beberapa saat kemudian para undangan menghampiri kami dan mendoakan agar rumah tangga kami selalu harmonis.

Terkecuali Radith. Ia datang dengan menggandeng Putri, kekasihnya.

"Wihh. Gue gak nyangka kalian akhirnya nikah," ucapnya kala sampai di pelaminan.

"Gue sendiri aja gak percaya. Apalagi elo, Dith," ungkap Fahri.

"Hati-hati. Ri. Lo bisa sering kena KDRT. Istri lo kan, titisan macan betina."

Aku melotot mendengar ucapan Radith. Dia memang masih rese sampai sekarang. Fahri tertawa mendengarnya.

Acara pernikahan ini selesai tepat ketika adzan Ashar berkumandang. Usai shalat, Aku dan Fahri diiringi keluarga langsung menuju hotel tempat kami berbulan madu.

Kamu berdua di biarkan masuk ke salah satu kamar. Aku duduk di bibir tempat tidur dengan kepala menunduk.

Fahri mendekat dan duduk di sampingku. Ia memandang wajahku yang memerah.
"Kau masih punya wudhu?"

Aku mengangguk.

"Kalau begitu kita shalat dulu. Baru ganti pakaian."

Lagi-lagi aku mengangguk.

Fahri berdiri menghadap kiblat dan mengucapka takbiratul ihram. Aku yang menjadi makmum juga mengucap takbiratul ihram. Usai shalat, Fahri membimbingku mengaji.

"Alif laaam miim. Dzalikal-kitaabu--"

"Zaalikal. Bukan Dzalikal." Fahri membetulkan.

"Zaalikal-kitaabu laa roiba fih, hudal lil muttakin."

"Muttaqin."

"Zaalikal-kitaabu laa roiba fih, hudal lil mutaakin."

"Ihh. Dibilangin mutaaqin juga." Fahri berpura-pura marah.

Aku memasang tampang tak berdoaa. "Maaf."

"Kalau salah lagi, nanti aku cium loh."

TBC

a/n

Uwaahhh. Gak nyangka ceritaku bisa tembus 1 ribu viewss. Yeayy (Norak abis ya?)

Nihh. Aku penuhin janjiku untuk bikin epilognya. Sampai bertemu dengan si author ketceh di cerita berikutnya.

See you!!

Jalan Hijrahku [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang