"Kalian akan segera menghadapi ujian akhir semester. Jadi, tolong persiapkan dengan baik." Pak Dian mengakhiri pelajaran dengan berceramah.
Beberapa anak mengangguk. Sisanya? Melirik jam tangan kira-kira semenit sekali. Aku tentu saja masuk golongan kedua.
"Baiklah. Saya akhiri pelajaran hari ini. Sekali lagi, persiapkan diri kalian untuk menghadapi ujian." Pak Dian merapikan barang bawaannya, lalu berjalan ke luar kelas.
Saat berdiri, sebuah tangan menepuk pundakku. Di susul dengan sebuah suara di telinga, "Ikut gue."
Aku menegang, siapa itu? Rasanya suara itu tak asing di telinga. Detak jantungku mulai memburu, seolah habis berbali puluhan kilo.
Sosok itu melepas pegangannya, lalu berjalan mendahuluiku. Saat mengenali sosoknya, aku memutar bola mata dengan malas. Fahri.
Mengapa ia bersikap sok misterius? Sesaat aku mengira dia adalah seseorang yang akan membawaku ke suatu tempat yang seram. Oke, pikiranku melantur kelewat jauh.
"Velly!"
Aku terperanjat, Fahri berdiri di ambang pintu sembari menatapku tajam. Setelah itu, ia berbalik dan meneruskan langkahnya. Ya Tuhan. Dia kerasukan apaan sih?
Tak ingin menambah masalah, aku berlari ke luar kelas. Kepalaku beputar kesana kemari mencari sosoknya. Tak butuh waktu lama, aku segera menemukannya, ia sedang bersandar di salah satu tiang bangunan sekolah.
"Lo itu salah minum obat apa kerasukan sih? Nyeremin amat." Aku berdiri di sampingnya.
Fahri menoleh. "Gak papa. Lagi pengen aja."
Jawabannya membuatku meradang. "Lo udah bikin jantung gue nyaris copot!!"
Fahri membalikkan tubuhnya sehingga kami saling berhadapan. Detak jantung kembali memburu, membuat dadaku bergerak naik-turun dengan cepat.
"Gue pengen ngomong sesuatu sama lo." Ia memandang wajahku lekat.
Ah, mata coklatnya membuat detak jantung semakin tak karuan. Pipiku terasa hangat, dengan segera aku membalikkan badan. Tak ingin Fahri melihat wajahku yang mungkin nampak seperti tomat.
"Ngomong apa?" Aku berusaha bersikap setenang mungkin. Padahal kini aku sedang menebak-nebak apa yang akan di ucapkannya. Apa ia akan menyatakan perasaannya?
"Jadi gini ... bentar lagi kan ujian akhir semester. Jadi ...." Fahri terdiam, ia mengusap tengkuknya perlahan.
"Jadi?" Aku mengulangi kalimatnya. "Jadi apa?"
"Jadi, kayaknya pelajaran kita libur dulu."
Pastilah mukaku kini sangat aneh. Perkataannya tadi tak sesuai dengan yang di perkirakan!!
Aku memaksakan diri untuk tertawa. "Ya elah, Ri. Gue pikir apaan."
Fahri tetawa. "Emang lo pikir apaan??"
Apa yang kupikirkan? Tentu aku tak akan mengatakan apa yang sedari tadi di pikirkan. Velly bego! Bisa-bisanya mikir kalau Fahri suka sama lo? aku merutuki diri sendiri.
"Lo mikir apaan?" goda Fahri.
"Yang jelas, gue sangka lo bukan mau ngebahas pelajaran kita! Abis tadi lo kayak serius banget." Aku memberikan pembelaan.
"Mikir apa, hayoo??" Fahri tersenyum menggoda. "Mikir yang aneh-aneh ya?"
"Enak aja! Ngapain gue mikir lo bakal nembak gue??" Astaga, mukaku yang sudah merah pasti bertambah merah.
"Emang gue bilang lo nyangka gue bakal nembak lo?" Ia semakin menjadi.
"Au ah!" Aku segera berbalik dan kembali ke kelas. Berusaha tak menghiraukan tawa Fahri yang membahana.
***
Bosan, itu yang sekarang kurasakan. Tak ada yang dapat di lakukan di sini kecuali membaca. Ya, aku sedang berada di perpustakaan sekolah.
Mengapa aku berada di sini? Jawabannya adalah menghindari Fahri. Hari ini aku punya dua alasan untuk menghindari Fahri.
Pertama, Fahri masih saja tertawa dan mengejekku tentang kejadian tadi. Kedua, Aku tak tau apa yang terjadi pada diri ini. Saat berada di dekat Fahri, jantungku selalu memburu.
Aku juga selalu salah tingkah saat berada di dekat Fahri. Jadi, aku memutuskan untuk mencari penenangan di tempat ini.
Aku berjalan menghampiri rak-rak yang berisikan ribuan buku. Jemariku menelusuri satu persatu judul buku. Tak ada yang menarik. Aku berbalik dan duduk kembali di salah satu meja panjang tempat membaca.
Aku merogoh saku dan mengeluarkan ponselku. Sepertinya lebih baik aku membaca di Wattpad saja. Lebih banyak pilihan bacaan di aplikasi tersebut.
Apa yang harus di baca? Semua cerita di perpustakaanku sudah habis. Harus mencari yang baru. Bosan dengan cerita percintaan, aku iseng mengetik kata 'Hijrah' di pencarian.
Hmm ... ada begitu banyak pilihan. Aku jadi bingung. Akhirnya kuputuskan asal memilih.
"Kasian, hari pertama aja udah telat," gumamku, dengan mata yang tak lepas dari layar handphone.
"Ngeselin banget sih tuh cewek! Pengen gue ancurin."
"Wah, gila."
Aku terus menggulir layar handphone, terhanyut dalam bacaan. Sesekalibergumam tentang kelakuan si tokoh.
"Kayaknya lo yang salah minum obat deh, daritadi ngomong sendirian mulu." Sebuah suara mengganggu konsentrasiku.
"Siapa sih? Ganggu orang aja." Dengan malas aku berbalik, menghadap si pengganggu.
Deg!
Fahri. Ia menatapku dengan senyum jailnya. Lagi-lagi membuat jantungku berlari marathon.
"Kenapa? Terpesona sama kegantengan gue?" ejeknya.
"Enak aja! Gue tuh kaget, Tau!" belaku. "Lo ngapain disini? Ngikutin gue ya?"
"Ngikutin lo? Kurang kerjaan amat." Fahri terkekeh. "Gue kesini karena di suruh nyari lo sama Bu Naya. Lo kenapa gak masuk pelajarannya?"
Apa? Aku segera melihat jam tangan. Sial. Sekarusnya aku di kelas sejak dua jam lalu. Pelajaran Bu Naya sekarang sudah habis dan kini waktunya untuk pulang.
Fahri menjentikkan jarinya tepat di mukaku. "Woy! Bengong mulu."
Aku mendengus kesal, menyimpan ponsel ke saku dan berdiri. "Bu Naya nyuruh gue ke kantornya?"
"Enggak. Ngapain juga? Sekarang palingan Bu Naya udah pulang." Fahri menggeleng. "Eh, tadi Bu Naya ngumumin sesuatu."
"Apa? Cepetan kasih tau, gue mau pulang." Aku menghindari tatapan matanya, berusaha menenangkan degup jantung.
"Tiga hari kedepan libur. Buat persiapan ujian."
"Yes!" Aku melonjak kegirangan. Tanpa menunggu reaksi Fahri, aku berlari ke kelas untuk mengambil tasku.
***
Hmm ... libur tiga hari, sungguh menyenangkan. Tapi, ada sedikit ganjalan di hatiku mengenai ini. Aku sendiri tak begitu yakin penyebabnya.
Apa gara-gara Iqbal? Ya, mungkin. Tiga hari tak bertemu dirinya mungkin menyiksa. Atau ... gara-gara Fahri? Ah, aku sendiri tak begitu yakin.
Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku. Ada banyak pertanyaan tersebar di kepala. Mengapa jantung ini selalu lari marathon saat Fahri berada di dekatku? Mengapa selalu memikirkannya? Serta masih banyak pertanyaan berawalan 'mengapa' di kepala.
Sejak kapan jantungku selalu nyaris turun ke perut saat di dekatnya? Aku tak tahu pasti. Mungkin sejak tadi, atau mungkin sejak Fahri mengajariku mengaji.
"Neng! Udah sampe, gak mau turun?"
Aku terperanjat, perkataan supir angkot membawaku kembali menapak. Gelagapan aku melihat sekeliling. Ya, memang sudah sampai.
"Mau turun gak, Neng?"
"Eh? Iya, turun, Pak. Turun!" Aku segera turun.
"Neng! Belum bayar!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Hijrahku [Selesai]
Teen Fiction[Tahap Revisi] Mulai : Oktober 2018 Selesai : 8 Maret 2019 Velly Lestari, seorang gadis dengan masa lalu yang ingin sekali dia lupakan. Masa lalu yang menyebabkan dirinya terlalu obsesi pada cinta, hingga ia rela melakukan apapun untuk mendapatkan c...