Chapter 9

1.9K 92 0
                                    

Aku duduk termenung di salah satu meja kantin, memandangi sepiring siomay di atas meja, sangat menggugah selera. Tetapi entah mengapa nafsu makanku hilang begitu saja.

Ah, bukan entah mengapa, jelas-jelas aku tahu penyebab hilangnya nafsu makan yang biasanya sangat besar. Pikiranku terus menghadirkan memori kejadian kemarin.

"Bengong mulu, Mbak!" Tak ada angin tak ada hujan, Radith tiba-tiba duduk di sampingku.

Aku menoleh malas ke arahnya. "Plis deh, Dith. Untuk hari ini aja, tolong jangan ganggu gue."

Radith memandangku, seolah tak mengerti dengan yang barusan di ucapkan. Lalu ia mengalihkan pandanganya ke sepiring siomay yang belum tersentuh, ia segera mengambilnya.

"Gue tau lo lagi ada masalah. Coba ceritain ke gue." Radith mulai memakan siomayku.

"Emang lo bakal dengerin gitu?" aku bertanya. "Lagian juga lo gak bakal ngerti masalah gue."

Radith yang sedang mengunyah siomay mengalihkan pandangannya padaku. "Mungkin gue emang gak ngerti masalah lo, tapi setidaknya lo bakal ngerasa plong setelah nyeritain semuanya. Gak usah takut, gue pendengar yang baik kok, dan gue gak bakalan nyebarin cerita lo." ucap Radith dengan mulut penuh siomay.

Benar juga, pasti rasanya akan lebih baik setelah bercerita pada seseorang. Aku tak punya sahabat wanita. Bukan apa-apa, hanya saja jika para wanita sudah kumpul, tak ada yang mereka bicarakan selain gosip.

Tetapi, apakah Radith bisa di percaya? Ah, biarlah, lagian Radith tidak memiliki reputasi sebagai tukang gosip.

Setelah berfikir beberapa saat, aku berkata, "Oke, gue bakal cerita."

" ... Pas gue mau balik ke parkiran, mata gue nangkep sesuatu."

Mata Radith membulat. "Apaan? Hantu?"

"Dith. Serius dong! Gue lagi cerita nih!"

Radith hanya terkekeh, ia kembali menyantap siomaynya. Ralat, siomayku.

~~~
~~~

Mataku terbelalak, seketika tubuhku langsung lemas, tak percaya dengan yang terjadi di hadapanku. Tanpa bisa di tahan, tetesam demi tetsan air mata turuk ke pipi.

Setelah beberapa menit terpaku, aku memutuskan untuk pergi menghampirinya. Lalu melampiaskan semua kekesalanku padanya.

Plak!

Sebuah tamparan dariku mendarat mulus di pipinya. Seketika ia terkaget, pemuda itu menoleh ke samping, ia melihat sang penampar.

"Ve-Velly?" Hanya itu kata yang berhail keluar dari mulutnya.

"Kenapa? Kaget gue ada di sini? Lo gak nyangka gue bakal mergokin lo lagi mesra sama si cewek murahan ini?" Aku menunjuk wanita di sampingnya dengan daguku.

"Enak aja lo ngatain gue murahan! Elo yang murahan!!" ucap si wanita sewot.

Aku tak menggubris perkataannya, mataku memandang tajam pemuda itu. "Kenapa Ren? Kenapa lo khianati gue?"

Rendy tampak salah tingkah, tangannya mengusap lehernya perlahan. "Vell, maafin gue, gue gak tau apa yang gue lakuin."

"Alasan klasik para pengkhianat." Aku tersenyum sinis. "Harusnya gue tau dari awal."

"Vell, dengerin gue." Rendy meraih tanganku. Reflek aku menghentakkannya.

"Udah gak ada yang harus di dengerin atau di jelasin. Semuanya sangat jelas. Elo pengkhianat busuk Rendy!" Aku memandang tajam Rendy. "Udah gak ada yang bisa di pertahanin dari hubungan kita, gue udah gak kuat. Kita putus."

Jalan Hijrahku [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang