Apa tadi katanya? Jodoh di tangan Allah? Apa maksudnya? Aku dan dia bisa saja berjodoh gitu? Oh, tak mungkin aku berjodoh dengan cowok sepertinya. Lebih baik aku jomblo.
Yah, sepertinya aku terpaksa pergi sendirian ke mall. Oke, Velly. Tak akan terjadi apa-apa di sana. Lagipula, jika memang ada rampok, aku bisa melawannya.
Naik apa aku ke sana? Taksi? Itu pilihan terbaik. Tetapi, tunggu dulu. Aku buru-buru mengecek sisa uangku. Tinggal 50 rb. Itu hasil mengumpulkan selama seminggu.
Jarak dari sekolah ke mall cukup jauh. Jaraknya sekitar 2 kilo. Akan menghabiskan biaya sekitar 10 sampai 15 ribu.Sisanya? 35 Ribu. Dan, harga hijab ... tunggu, berapa harga hijab? Aku tak mengetahui harganya. Terakhir kali aku membeli hijab sekitar 2 tahun lalu. Itupun hanya saat lebaran.
Berapa harganya sekarang? 10 ribu? 20 ribu? Aku tentu saja tak mau membeli yang biasa-biasa saja. Harus yang bermerk. Tetapi, berapa harganya?
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundakku. "Dek, maaf. Berapa lama lagi berdiri di situ? Gerbangnya mau saya tutup."
Sontak aku menepis tangannya. Lalu berbalik untuk menemui si empunya tangan. Ternyata itu adalah satpam penjaga gerbang.
"Eh, iya, Pak. Maaf."
Aku tak sadar bahwa sedari tadi berdiri di samping gerbang. Buru-buru aku melangkahkan kaki ke luar sekolah.
~~~
~~~Dengan terpaksa aku harus naik angkot. Yah, supaya lebih murah. Lagipula, aku tak tau berapa harga hijab. Malu kan, kalau sudah pilih-pilih tapi gak jadi beli karena uang kurang.
Keadaan di dalam angkot seperti biasa, sesak. Aku nyaris tak kebagian tempat duduk. Tadi aku naik bersamaan dengan seorang nenek-nenek. Untunglah, jadi aku bisa sampai ke tempat duduk lebih cepat.
Dan di sinilah aku. Berada di depan mall ternama. Harga barang di sini pastinya selangit. Semoga uangku cukup untuk membeli paling tidak 1 hijab.
Begitu masuk, sulit untuk bertahan agar tidak tergoda segala macam yang ada di sana. Baju-baju terbaru berjejeran saat aku memasuki toko pakaian.
Dengan segera aku mendatangi salah satu toko yang lumayan besar dan menghampiri si Penjaga toko.
"Mbak, kalau hijab buat anak sekolah yang kayak gimana, ya?" tanyaku.
Si Penjaga berbalik, memandangi tumpukan hijab, lalu mengambil salah satunya.
"Ini hijab yang paling banyak dipakai buat sekolah, Dek. Paling nyaman kalau pake yang ini." Ia menyodorkannya padaku.
Aku mengambilnya, membolak-baliknya. Dan, aku sama sekali tak tahu di mana letak perbedaannya dari pada yang lain.
"Berapa harganya, Mbak?"
"Untuk merk itu harganya 20 ribu, Dek."
Aku tak tahu pendapatmu. Tapi, 20 ribu hanya untuk selembar kain? Yah, biarlah. Lagipula ini untuk masa depanku dengan Iqbal.
Aku sudah sering membaca novel-novel percintaan remaja. Dab biasanya, jika sosok dari masa lalu datang, itu artinya di jodohmu! Mengapa tak mencoba di dunia nyata? Siapa tahu memang benar.
"Dek? Jadi beli?"
"Eh, iya. Jadi!" refleks aku menjawab.
Akhirnya aku membeli 2 hijab. Satu warna putih, dan satunya lagi warna coklat. Dan kini, uangku tinggal 5 ribu perak. Sementara sedari tadi perutku melilit.
Aku tak punya uang jika ingin membeli makanan di sini. Jadi, terpaksa aku hanya menelan ludah kala berjalan melewati tempat makan.
~~~
~~~Seperti yang bisa di tebak, satu kelas geger saat melihatku. Reaksi mereka kurang lebih sama seperti reaksi mama.
Tadi, bagitu aku turun menuju meja makan, mama langsung heboh.
"Ya ampun, Velly. Kamu udah dapet hidayah? Kok gak ngasih tau Mama? Mama bisa beliin kamu hijab yang banyak."
Aku hanya tersenyum melihat reaksi Mama. "Gak papa, Ma. Lagian Velly juga baru nyoba."
Oke, kembali ke saat kini.
Di saat semua orang membicarakan penampikan terbaruku, Iqbal hanya duduk santai di kursinya sembari membaca, sama sekali tak terpengaruh. Bahkan ketika aku sudah duduk di tempatku, ia sama sekali tak berminat melihat ke araku.
Yang heboh adalah Fahri dan Radith.
"Ya ampun, Velly! Lo kemarin jatoh atau kenapa? Tiba-tiba pake hijab!" celetuk Radith.
Fahri malah tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata kala melihatku. Aku mengankat sebelah alis, tanda tak mengerti.
"Lo itu hijabers atau Masha and The Bear? Pake hijab tapi rambutnya keluar gitu," ejeknya.
Sontak tanganku terangkat dan meraba dahiku. Ah, benar. Ada beberapa helai rambut yang keluar.
"Yee, tadi mah gak keluar!" elakku.
"Lo harus beli daleman deh," sarannya
"Daleman?"
"Daleman kerudung. Jangan mikir macem-macem deh."
"Kenapa kemarin gak bilang??"
"Gue pikir lo udah tau." Ia mengangkat bahu.
Aku melirik Iqbal sekilas, ia nampak tak terpengaruh dengan perdebatan kami. Hanya beberapa kali aku menangkap dirinya melihat ke arahku.
"Ehem, pertanyaan gue belum lo jawab loh," Radith tiba tiba menyahut.
Aku melirik Radith dengan malas, lalu beralih pada Fahri, dan menarik tangannya.
"Ri, keluar dulu, yuk. Gue mau ngomong penting sama lo."
"Lo belom jawab pertanyaan gue!!" teriak Radith.
Untunglah nampaknya Fahri tau apa yang kubicarakan. Ia mengangguk, tapi menepis tanganku.
Ah, ia selalu seperti itu. Sok alim. Aku mengangkat tanganku. "Sori, lupa."
Kami pun berjalan ke luar kelas. Aku berusaha mengabaikan semua tatapan aneh dari para warga kelas.
"Ri, lo boong sama gue ya? Kata lo kalau gue pake hijab Iqbal bakal tertarik. Tapi mana? dia tetep aja cuek." Aku langsung to the point.
"Gue kan bilang, coba lo pake hijab. Karena Iqbal suka tipe cewek alim. Gue gak bilang kalau Iqbal bakal tertarik." debat Fahri.
"Okelah, lo menang!" ucapku, enggan berdebat dengannya, "lo ada saran lain gak?"
"Lo bisa ngaji, 'kan?" ia balik bertanya.
"Kenapa lo malah nanya itu? Apa hubungannya?" tukasku.
"Haduh, masa gak nger harus jelasin lagi kan? Iqbal suka tipe cewek alim. Coba deh, nanti pas pelajaran agama, lo ajuin diri buat baca Al-Qur'an. Siapa tau Iqbal tertarik kalau bacaan lo bagus." jelasnya panjang lebar.
Ya, kuakui. Idenya cukup bagus. Tapi ....
"Gue udah jarang ngaji, Ri. Bahkan kayaknya gue udah lupa sama cara bacanya." ungkapku.
Mata Fahri membulat. "Seriusan?"
Aku mengangguk.
"Kalau gitu. Lo harus belajar dulu," usulnya, "tapi sama siapa?"
Mendadak sebuah ide muncul di pikiranku. "Lo bisa ajarin gue, 'kan?"
Aloo semua
Ketemu lagi sama si author ketceh.
Gimana? Mulai seru gak?
Enggak? Gak papa si.
Nanti kan rencananya mau revisi ulang. Siapa tau nanti jadi lebih seru. Hehe.
Okelah. Sampai jumpa di part selanjutnya.
Love you readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Hijrahku [Selesai]
Teen Fiction[Tahap Revisi] Mulai : Oktober 2018 Selesai : 8 Maret 2019 Velly Lestari, seorang gadis dengan masa lalu yang ingin sekali dia lupakan. Masa lalu yang menyebabkan dirinya terlalu obsesi pada cinta, hingga ia rela melakukan apapun untuk mendapatkan c...