"Banyak yang terbuang sia sia karena keegoisan masing masing."
🦋🦋🦋
Vio berjalan di tengah keramaian jalan kota. Kakinya pegal karena berjalan. Saat perjalanan pulang, tidak ada kendaraan umum yang melintas. Dan saat dirinya memesan ojek online, semua driver nya menolak. Apa apaan? Kenapa hari ini ia sial sekali?
Kepalanya menengadah, menatap langit yang tampak suram. Tanda bumi akan menjatuhkan titik titik air. Dan ia mulai merasakan titik air itu di tangannya. Segera dirinya mengambil payung yang selalu ia bawa dari dalam tas. Orang orang sekitar mulai berlarian kesana kemari mencari tempat berteduh.
Awalnya hanya gerimis, lama lama menjadi hujan deras ditambah angin kencang. Vio berdecak saat merasakan air hujan yang tetap menyentuh kulitnya walau sudah menggunakan payung. Ini terlalu deras. Vio tidak ingin nekat. Ia menepi dan berteduh di bawah atap sebuah ruko.
Drtt drrtt
"Iya, bun?"
"Kamu udah di sekolah?"
"Belum."
"Kok lama banget? Disana ujan gak? Di rumah mendung banget."
"Gak ada angkot, taksi, ojek sama sekali. Iya disini ujan deres. Tapi gak apa apa kok bun. Ini aku lagi neduh."
Terdengar Rika menghela nafas.
"Yaudah kamu hati hati ya. Kalau udah sampai sekolah lagi, kabarin bunda. Terus pas pulang ke rumah, ayah yang jemput kamu."
"Iya bun."
Rika memang tau saat Vio pergi dari sekolah untuk membeli lampu. Vio memang mengabari karena dapat dipastikan dirinya akan pulang telat.
Vio menghembuskan nafas lelah dan matanya melihat ke sekeliling. Air hujan masih betah untuk jatuh dan membasahi bumi. Tidak ada tanda tanda hujan akan berhenti.
Tanpa dirinya sadari, seseorang berdiri tidak jauh darinya. Tubuhnya ditutupi jaket dan wajahnya ditutupi masker.
Matanya yang sedari tadi memperhatikan Vio, kini beralih pada handphone di tangannya dan tangannya pun sibuk mengotak ngatik benda canggih itu lalu menempelkannya di telinga.
Setelah dirasanya sudah beres, ia berjalan menembus derasnya hujan. Tanpa memedulikan bajunya yang basah. Orang orang hanya menatapnya heran.
Lima menit berlalu, sebuah taksi berhenti di hadapan Vio. Lalu mempersilahkan Vio masuk. Gadis itu menyerngit saat jendela taksi terbuka, menampakan seseorang yang ia kenal. Pak Mardi. Supir taksi yang umurnya sudah lima puluh tahunan dan rumahnya tidak jauh dari rumah Vio.
"Neng Flo. Sok silahkan masuk." Benar ini adalah Pak Mardi. Pasalnya, hanya Pak Mardi yang sering salah memanggil dirinya dengan nama Flo bukan Vio.
"Vio pak, bukan Flo."
"Oh iya. Maap atuh saya teh suka lupa." Jawabnya dengan logat khas Sunda.
Vio kembali memperhatikan sekeliling. Hujan masih belum berhenti dan waktu terus bergerak menuju sore. Akhirnya Vio memutuskan untuk masuk ke dalam taksi itu.
"Pak Mardi tau darimana kalau saya disini?" Tanya Vio saat dirinya sudah duduk nyaman di kursi penumpang.
"Saya teh juga bingung. Ada yang telpon saya buat jemput eneng di ruko tadi. Nomornya juga gak dikenal. Tapi suaranya itu teh suara cowo. Awalnya teh saya agak ngeri takutnya ditipu gitu. Tapi dia ngirim foto eneng yang lagi nunggu. Yaudah atuh saya kesini sambil tetep bawa balok kayu, buat jaga jaga." Jelas Pak Mardi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in a Complicated Love
Teen FictionTerjebak rasa suka, canda, dendam, kekesalan, dan kesalah pahaman. Itu yang dialami ketiga remaja ini. Vio, Axel, Vero. Remaja SMA yang tidak sengaja dipertemukan. Mereka dianggap mendekati sempurna karena wajah dan keahlian yang masing masing merek...