31.

7.1K 939 520
                                    

Guanlin tersenyum ketika kecupannya berhasil membuat jihoon menggeliat dan mengerang pelan. Sudah beberapa pagi ini ia membangunkan jihooon yang biasanya terbangun lebih dulu dari pada dirinya.

Kemarin, jihoon membatalkan niatnya untuk mengunjungi rumah sakit dan bertemu Daehwi karena dokter cantik itu mengeluh pusing ketika bau obat-obatan yang merasuk di indera penciumannya. Mungkin jihoon sedang tidak enak badan pikir Guanlin.

Alhasil mereka langsung pulang kerumah Guanlin yang mana juga membatalkan niat mereka untuk belanja keperluan mereka di Mall, dan dari sore sejak mereka sampai dirumah Guanlin, Jihoon tertidur tanpa terbangun sampai pagi ini.

Pagi ini terasa berat sekali untuk jihoon membuka matanya. Entah kenapa akhir-akhir ini tidur adalah sesuatu yang sangat menyenangkan baginya. Ranjang yang ditidurinya seolah mempunyai magnet yang kuat hingga membuatnya betah tidur berlama-lama.

Ia memaksakan membuka matanya. Menemukan Guanlin yang sedang tersenyum menatapnya. "Morning." sapanya.

Guanlin terkekeh dan menjawab sapaannya. "Morning sayang."

"Ayo cepet mandi. Kita sarapan di luar terus ke Supermarket terdekat aja. Abis itu kita kerumah mama." ujar Guanlin seraya menarik tangan jihoon untuk membantu orang yang dicintainya itu bangun.

Jihoon mengusap-usap matanya sebentar sembari menguap membuat Guanlin kembali terkekeh dan mengarahkan tangannya untuk menutup mulut Jihoon.

"Ke rumah mama kamu? Kerumah presdir Oh?"

"Bukan."

Jihoon mengernyitkan dahinya. Mama? Bukankah yang dimaksud dengan mama itu Luhan, istri presdir nya? Memangnya Guanlin punya mama selain Luhan?

"Terus kemana?"

"Kerumah calon mertua kamu." ujar Guanlin disela senyumnya.

Jihoon hanya memutar bola matanya jengah. "Iya kalau mereka ngerestuin kamu dan bisa nerima aku." Jihoon menjeda kalimatnya. Ia mengalihkan pandangannya dari Guanlin yang sedang merubah raut wajahnya. Menandakan Guanlin tidak suka yang ia bicarakan.

"Kalau enggak?" lanjut jihoon lirih sembari menghembuskan nafas beratnya.

Guanlin tersenyum kecut sebelum mendudukkan dirinya disamping jihoon. Ia menatap kosong ke arah lantai yang ada dibawahnya. "Aku mau tanya sama kamu?"

Tiba-tiba saja jihoon merasakan aura tidak menyenangkan disekitarnya. Kenapa respon Guanlin seperti itu. Seperti menyiratkan kekecewaan. Apa dia salah bicara?

"Kamu tuh cinta nggak sih sama aku?"

Jihoon tak menjawabnya. Menatap manik mata Guanlin yang menenangkan seolah tak mengijinkannnya menjawab pertanyaan tersebut.

"Dengan kamu terus-terusan berburuk sangka kayak gini tuh seolah kamu nggak mau berjuang sama aku ji. Seolah kamu tuh mikir nya pasti nggak akan direstuin. Jangan buat aku bingung. Kamu bahagia nggak sama aku? Kalau kamu nggak mau nikah sama aku ya gapapa, Aku pergi. Aku cuma mau kamu bahagia, kalau kamu bahagianya jauh dari aku ya aku gapapa. Yang penting kamu bahagia. Aku pikir dulu waktu kamu bilang kamu mau aku ngejauhin kamu itu cuma refleks karena kamu depresi. Percuma aja kalau aku minta restu papi kamu terus minta restu orang tua aku kalau kamunya lebih lega kalau nggak sama aku. Kamu mau kita berakhir disini?"

Deg-deg

Deg-deg

Kenapa hati jihoon terasa sangat sakit? Tidak, ia tak mau kehilangan Guanlin. Ia sudah terlanjur mencintai Guanlin. Ia mengatakan itu hanya kerena takut kalau orang tua Guanlin tidak merestui mereka karena keadaannya. Bukan karena ia tak ingin hidup bersama si tampan ini. Tidak ia tak mau kehilangan Guanlin. Kali ini keberuntungan harus tetap memihak kepadanya.

Captain • PanwinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang