43. (End of story)

11.5K 977 1.6K
                                    

2,5 years later.

Lagu-lagu natal mulai terdengar di setiap penjuru kota. Hiasan pernak pernik natal terlihat indah menghiasi di setiap rumah-rumah penduduk kota Seoul yang serba putih karena tertutupi Salju.

Salju memang sudah berhenti turun sejak semalam, tapi tak bisa dipungkiri bahwa suhu pagi ini tak kalah dingin dari tadi malam.

Jihoon yang sedang menggunakan mantel salju warna kuning cerah itu pun menghentikan langkahnya membuat dua orang anak yang sedang digandengnya itu juga berhenti.

Jihoon mulai berjongkok dan tangannya dengan sigap memakaikan sarung tangan yang sedari tadi terkait pada lengan bagian bawah mantel merah muda yang dipakai sang anak. Mengecup kedua tangan mungil sang anak itu sebelum mengubah arah tubuhnya, Berniat melakukan hal yang sama pada si anak bermantel biru. Tetapi si anak bermantel biru terlihat baru saja selesai memakai sarung tangannya sendiri dan tersenyum ke arah jihoon.

Jihoon terkekeh pelan. Mengulurkan tangannya untuk membenahi beanie berwarna putih susu yang dipakai sang anak.

"Tadi Zhian minta apa sama Tuhan untuk hadiah natal, hm?"

Zhian tidak langsung menjawab. Memilih menunggu Jihoon kembali berdiri dan menggandeng tangan bundanya itu sebelum kembali melangkah. "Nggak minta apa-apa."

Jihoon mengernyitkan dahinya sebelum terkekeh membuat kepulan uap dari nafasnya menguar di udara. "Tapi tadi bunda lihat Zhian berdoa."

"Tadi Zhian nggak berdoa kok. Tadi Zhian cuma ngomong sama tuhan Zhian nggak minta apa-apa untuk natal tahun ini." jawab sang anak lelaki.

"Kenapa?" tanya Jihoon penasaran. Anaknya ini biasanya akan bercerita apa saja yang ia sebutkan dalam doa di hari natal dengan antusias.

"Karena doa Zhian di natal tahun lalu nggak terkabul." jawab si anak sembari sesekali mendongak untuk menatap Jihoon.

"Emang Zhian berdoa apa natal tahun kemarin?" tanya Jihoon pada anaknya yang terlihat murung. Mungkin saja dengan Zhian mengutarakan keinginannya ia jadi bisa mewujudkan keinginan anaknya itu untuk hadiah natal.

"Lupa." jawab si anak lelaki singkat membuat jihoon kembali mengernyit heran.

"Kok lupa sih?" kekeh Jihoon sebelum menoleh ketika anaknya yang lain menggoyangkan tangannya.

"Doa nya Zhian itu semoga Daddy cepat pulang bunda." sahut Si anak bermantel merah muda yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh kembarannya.

"Zhua sok tahu."

"Siapa yang sok tahu. Zhua denger sendiri kok Zhian doa begitu di natal tahun lalu."

Perdebatan anaknya pun sudah tak dapat Jihoon dengar. Pikirannya melayang jauh memikirkan seseorang yang secara tidak langsung masuk dalam topik perdebatan anaknya.

Guanlin.

Suaminya.

Ah, memikirkannya saja membuat Jihoon lelah. Rasanya ia sudah pasrah. Jika suaminya pulang dia akan senang, jika tidak ya mungkin kehidupannya akan selamanya seperti ini.

Kesepian.

Dua setengah tahun, bukan waktu yang singkat. Dua setengah tahun tanpa Guanlin. Benar-benar menyiksanya. Ia hanya butuh tahu untuk saat ini, tahu Guanlin dimana dan sedang apa.

Dua setengah tahun dengan ketidak tahuan seperti orang bodoh. Bahkan negara pun tak kunjung memberinya kepastian apakah suaminya itu bisa pulang atau tidak. Masih hidup atau tidak.

Hanya itu yang ia butuh nya. Ketidak tahuan ini benar-benar menyiksanya setiap malam selama dua setengah tahun ini. Dan ia berharap rasa tersiksa ini tidak selamanya.

Captain • PanwinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang