[✔]• H I L A N G •

Hilang:17

Sinar matahari yang berada di batas garis terbarat cakrawala seakan tak ingin pergi tanpa kesan yang mendalam, maka ia melukis langit senja. Awan-awan yang bentuknya tak beraturan membentuk barisan yang terlihat artistik dan menggoda.

Terkadang ia terlihat seperti makanan, hewan, atau wajah seseorang di mata orang yang memandangnya. Warna biru yang biasanya mendominasi langit di siang hari pun berubah dengan cantiknya. Gradasi warna yang ada di langit begitu sempurna dan berujung dengan warna yang paling tua di bagian paling dekat dengan matahari.

Ah, andai semua orang bisa melihatnya. Setiap senja tidaklah sama. Warnannya selalu istimewa. Tak akan bisa dideskripsikan hanya dengan satu kata, karena semuanya sama istimewanya.

Seperti Irene dimata Sehun. Sangat istimewa sehingga Sehun rela berkorban apapun untuk Irene. Saat ini mereka sedang menikmati senja di atas padang rumput luas. Mereka tidur diatas padang rumput luas tersebut dengan posisi bersebelahan.

"Kau melihatnya?" ucap Sehun sambil memandang langit menikmati indahnya senja.

"Apa? Aku tidak lihat apa-apa." ucap Irene sambil melihat Sehun yang terus saja memandangi langit.

"Aku sudah melihat jutaan senja, tapi tidak satupun dari mereka yang lebih Indah dari pada kau memelukku sebagai sore yang sederhana."

Irene tersenyum sisi romantis Sehun mulai muncul kembali. Tapi, ia senang dengan sikap Sehun yang seperti itu. Ia juga senang sudah di pertemukan dengan seorang bak pangeran itu. Bahkan ia masih tidak percaya jika ia akan bertemu ah lebih tepatnya menjadi kekasih seorang Oh Sehun.

"Baiklah kalau begitu aku akan memelukmu." ucap Irene dan bangkit dari tidurnya. Sehun mengikutinya ikut berdiri berhadapan dengannya.

Hangat itulah yang dirasakan Sehun sekarang. Wanita yang dulunya ia kagumi dan sekarang menjadi kekasihnya itu memeluknya erat. Angin sore bertiup sepoi membuat suasana menjadi lebih romantis.

"Kebersamaan kita, sama seperti dua cangkir teh di saat senja. Hangat dan manis."