35 - Yang Terdalam

7.1K 555 53
                                    

Gue menghentak-hentakan kaki sambil kembali melirik jam tangan dan menatap ke jalanan, berharap ada angkot jurusan kompleks gue yang tiba-tiba muncul. Gue kembali duduk sambil merogoh saku dan mengeluarkan handphone buntut -yang khusus gue bawa saat kesekolah saja- sambil mengirim pesan ke Askar kalau gue masih di sekolah.

Sebenarnya waktu pulang telah berlalu sekitar 30 menit yang lalu, dan Askar juga berniat mengantarkan gue pulang sekalian mengajak gue untuk menemaninya ke suatu tempat. Tapi gara-gara berita hoax yang disebarkan Andre, gue akhirnya jatuh, lalu tertimpa tangga pula. Catat, tangganya bukan  sembarang tangga, tapi tangga yang terbuat dari beton dan baja. Karena berita hoax Andre, gue masuk kelas disaat waktu ulangan sudah tinggal setengah jam lagi, lalu dipanggil pula ke ruang BK setelah pulang sekolah karena keluyuran di jam pelajaran dan diceramahi habis-habisan. Untung saja soal ulangan tadi tidak begitu sulit, sehingga pribahasa gue bukanlah jatuh tertimpa tangga lalu masuk dalam got.

Kembali ke cerita ...

Seseorangpun duduk disamping gue yang sedang asyik berpesan ria dengan Askar. Kata Askar, dia mau menjemput gue ke sekolahan, tapi gue tolak karena tidak mau merepotkan dia, dan tidak mau jika waktu dia buat gagah-gagahan di depan cermin berkurang karena gue.

"Kakak nungguin siapa?" tanya orang yang duduk disamping gue sambil menengok kelayar handphone buntut gue. Gue otomatis menjauhi handphone tersebut darinya, sambil mempelototi atas ketidak sopanan dia terhadap gue.

Si Randi hanya nyengir lalu tersenyum-senyum gaje, "kakak serius banget sih, sampai adik sendiri duduk aja nggak tahu," ujarnya menyindir.

Gue memutar bola mata sambil lanjut mengetik pesan ke Askar biar nanti jemput saja gue di rumah.

"Kakak SMSan sama siapa? Sama pacarnya ya?"

"Ish... kepo deh lo."

"Kepion kakak sendiri boleh aja kan?"

"Huft, ada yang boleh lo kepoin dan ada yang nggak boleh lo kepoin," ujar gue memandang kearahnya yang hanya tersenyum tanpa dosa. Dia menatap gue dengan tatapan yang nggak bisa gue mengerti.
"Lo tumben telat pulang? Nggak dicariin Bunda ntar?"

"Kakak sendiri kenapa telat pulang?" Eh dia malah balik nanya.

"Gue tadi diceramahi guru BK gara-gara gue kelayapan tadi pas istirahat."

"Bukannya kata kakak, guru kakak nggak hadir ya?"

"Hooh, tapi guru piket masuk, dan gue nggak ada dikelas." Randi mangut-mangut. "Lo sendiri dek?"

"Ah..., tadi Randi ngerjain tugas kelompok kak," ujarnya merunduk sambil memain-mainkan sepatunya.

"Rajin ya, gue doain semester ini lo juara umum di angkatan lo lagi."

"Hehe aamiin, makasih kak. Begitu juga dengan kakak, semoga juara umum juga di angkatan kakak."

"Aamiin..., makasih ya dek," ujar gue mengacak-acak rambut Randi.

"Kakak mau nungguin seseorang atau mau ngangkot bareng Randi?" tanya sepupu gue itu sambil menunjuk angkot kuning yang melaju mendekati kami.

"Gue nggak nungguin siapa-siapa kok," ujar gue sambil ikut naik kedalam angkot. Udah lama banget gue nggak ngangkot bareng dia.
Di atas angkot kita bebas bercerita karena kebetulan angkot yang kita tumpangi sepi. Mulai dari pelajaran di sekolah, cerita tentang pengalaman gue mengikuti olimpiade serta permohonan Randi buat kepoin Wendi saat ekstrakulikuler Kimia.

Awalnya gue sih menolak sekaligus kaget, untuk apa gue kepoin anak orang yang baru gue kenal. Nanti Askar bisa salah faham jikalau gue kepoin anak orang yang secara fisik sempurna itu. Tapi apa daya, akhirnya gue menyerah juga dengan Randi yang memohon-mohon ke gue. Gue sempat curiga dengan orientasi seksualnya, tapi kata Randi kalau yang meminta itu adalah temannya seekskul Fisika. Hanya menolong dan tak lebih.

MY BELOVED ASKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang