50 - Dibalik Badai Ada Pelangi

2.6K 132 18
                                    

"Selamat ya Adrian, lo dapat juara umum lagi semester ini," ujar beberapa orang cewek temannya Kayla sambil mengelus-elus piala kebanggaan gue. Gue hanya tersenyum simpul dengan ucapan selamat mereka. Gue diberikan kesempatan kembali oleh Tuhan untuk menjadi pemuncak dari para pemuncak kelas XI walau cobaan berat baru saja menghantui gue. Semester depan gue sudah berada di kelas XII. 

Gue memandang kelas XI IPS 4, kelasnya Askar. Perlahan gue menghembuskan nafas sambil memandang piala juara umum. Rasanya hambar saja ketika gue mendapatkan piala tanpa kehadiran Askar di sisi.

"Oi, bermenung aja nih saudara gue," ujar Aldi mengagetkan. "Orang bukannya bahagia, dia malah murung mulu," lanjutnya sambil mengekori pandangan mata gue tadi. Aldi terdiam sejenak sambil menepuk bahu gue. "Sorry, gue nggak bermaksud ...."

"Nggak apa-apa, santai aja kali," potong gue sebelum Edogawa Conan gue merasa bersalah. "Gue kan tahu gue bukan laki yang semelow itu."

"Mana tahu elo kesambet apa gitu, sehingga jadi melow. Bersedih mulu."

"Nggak lah Aldi ganteng, gue nerima piala juara umum masak bersedih." 

Aldi mengedikkan bahunya sambil menatap gue dengan senyum licik. Dia memanggil Andre yang tengah duduk bareng Kayla. Apa yang terjadi sama Kayla sehingga Andre terlihat menenangkannya. Mendengar sorakan Aldi, Andre langsung bergegas menemui kita berdua. 

"Ngapain lo berdua berdiri di tengah lapangan sambil megang piala gitu? Udah macam homo aja," ujar Andre. Aldi dengan refleks melepaskan pegangannya dari piala gue. "Ada apa lo manggil gue?"

"Adrian mau ntraktir kita, syukuran juara umum," jawab Aldi sambil menahan tawa. Gue langsung mempelototi dia, sejak kapan gue mau mentraktir mereka. Andre langsung menatap gue penuh harap.

"Kapan Ian?"

Gue berdehem menenangkan diri. "Jadi kapan elo traktir kita-kita?" sesak Aldi melanjutkan.

"Ntar gue diskusikan sama si Randi buat mentraktir kalian," ujar gue sambil mepeletkan lidah.

"Ah nggak asik lo Ian, masak traktir kami kongsian si Randi. Ntar si Wendy ikut lagi." Sekarang Andre juga ikut berkomentar.

Gue terkekeh, "ya dia juga juara umum kelas X, bolehlah gue kongsian sama dia. Lagian ada apa kalau Wendy ikut?"

Andre dan Aldi saling bertatapan. 

"Kenapa?" kejar gue lagi sebelum dua cecunguk itu menatap gue malas. 

"Kayaknya Wendy suka ama lo deh?" bisik Andre menatap gue ganjen. Gue langsung memukul lengannya. Ngadi-ngadi nih bocah. 

"Eh, jangan bikin gosip deh. Jelas tampangnya straight gitu," bantah gue. Gue nggak terima aja teman adik gue dikatain yang nggak-nggak.

"Ealah, gue malah kenal banget seorang straight yang jadi faggot gegara tugas kelompok," sidir Andre yang dibalas dengan kekehan Aldi. Gue langsung mempelototi mereka berdua karena merasa tersindir.

"Jadi nggak ditraktir?" tanya gue menegaskan. 

Mereka berdua berpandangan, "asalkan jangan ada si Wendy. Dia nggak masuk sama kita-kita," putus Andre. 

Gue langsung protes, "nggak mungkin lah, jelas Randi sama Wendy macam perangko, nggak bisa dipisahkan. Masak yang satu diajak yang satu lagi nggak?"

"Terserah lo deh mau traktirnya gimana, yang penting nggak ada anak kelas satu selain adik lo nanti! Kita-kita saja," tandas Andre tanpa mengindahkan protes gue. Gue menggaruk-garuk kepala gue yang tidak gatal. Baru kali ini orang yang minta traktir lebih galak dari yang mentraktir. 

MY BELOVED ASKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang