"Kau ...! Kau tahu di mana kediaman Garland?" Tanya Satria kepada orang yang berjalan di depannya.
Meski ia sudah bertekad untuk menghancurkan Garland atau apalah itu nama keluarga mereka, ia masih belum tahu di mana atau ke mana kediaman Garland itu. Jadi ia menanyakannya kepada seorang lokal yang tahu arah jalannya.
"Huh, coba tanya di distrik utara. Tunggu, kau bilang Garland? Ahh ..., kurasa itu rumah paling besar yang ada di distrik barat laut."
"Aku mengerti, terima kasih bung."
"Kapan saja bung!"
Satria berjalan menuju kediaman Garland ini. Hari semakin sore dan Satria sangat mengkhawatirkan Lindis. Meskipun baru beberapa hari Satria mengenalnya, berkat serangan mendadak dari Lindis tadi siang. Satria meletakkan Lindis dalam-dalam di hatinya.
Satria berjalan dan menemukan sebuah mansion yang cukup besar. Di gerbangnya bertuliskan dalam huruf besar kata Garland. Satria bertanya kepada petugas yang ada di sana.
"Aku ingin bertanya kepadamu ..., Ini kediaman Garland?"
"Aaa ..., benar, kalau kau tak ada urusan pergilah! Dasar orang aneh. Apa-apaan pakaianmu itu?"
Pakaian Satria saat ini adalah jeans hitam dengan atasan berupa kaos putih dibungkus rompi keras berwarna biru dalam dan paling luar adalah jaket kulit hitam. Mungkin bagi orang bumi itu adalah baju yang biasa saja, di Thenierath itu sangat menggelikan.
"Beritahu kepada Arman Garland, aku, Satria Purnama sudah tiba!"
"Huh, kau bilang namamu Satria?" tanya penjaga itu.
"Aaa ..., itu aku."
"Hathathat ..., tak aku sangka ada orang yang berani menerima undangan tuan Arman. Persetan kau! Tunggu ajalmu! Hathathat ..., masuklah dan temui malaikat maut!" Penjaga itu tertawa seakan melihat binatang yang langka dan unik.
" ... "
Satria tak mendengarkan apa-apa lagi yang dikatakan penjaga itu. Semua orang yang berhubungan dengan Garland adalah orang gila. Apa-apaan dengan provokasi tidak bermoral seperti itu.
Satria berjalan dikawal dua orang penjaga yang memakai baju zirah plat dada. Mereka menggunakan sebuah tombak berujung kapak sebagai senjata. Tak lama Satria dibawa di tanah lapang seperti taman yang penuh dengan semak-semak dan tanaman bunga aneka warna.
"Kyakyakya ..., akhirnya kau datang juga. Ini sedikit cepat menurutku. Tapi maa ..., itu tak masalah bagiku."
Arman Garland masih dengan baju formal hitamnya duduk di sebuah kursi kayu. Di belakangnya ada dua pelayan berpakaian maid ala Victoria dengan wajah identik. Satria melihat sekelilingnya tapi masih tak bisa melihat wajah Lindis. Satria melihat wajah Arman Garland yang penuh senyum sadis dan bertanya.
"Di mana dia?"
"Kyakyakya ..., dasar anak muda memang tak sabar. Tenang, dia baik-baik saja. Akan kubawa dia setelah kau selesai menjawab pertanyaanku."
"Tidak, aku tak akan menjawab satu pun pertanyaanmu kalau aku tak melihatnya."
"Aihh ...," Arman menghela nafasnya dan menjentikkan jarinya.
Dua orang kekar menyeret sesosok figur yang menyedihkan di halaman itu. Wajahnya penuh darah, air mata, dan ingus, pipinya lebam dan membengkak, gigi depannya hanya sedikit yang tersisa. Matanya tak bernyawa dan hampir kehilangan cahaya kehidupan. Rambut coklat yang di kucir samping itu kini sudah acak-acakan. Beberapa bagian di tubuhnya juga terdapat memar dan luka. Figur ini tak lain adalah Lindis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensional Merchant
AdventureHampir di segala dimensi, namanya dikenal. Bukan nama aslinya, tapi nama samaran yang selalu dipakainya. Ketenarannya melebihi segala makhluk. Jika ada yang bertanya siapa makhluk paling kaya di dunia ini, maka siapa saja pasti akan menyebut namanya...