13: Change of Scenery (1)

185 29 3
                                    

Sepasang lelaki dan perempuan berjalan mendekati meja Satria dan Amira. Mereka memakai pakaian santai untuk jalan-jalan. Pria itu berumur setidaknya dua puluh lima atau sekitaran itu, pria yang baru saja masuk dunia kerja. Dan si perempuan yang bersama pria itu, Satria mengenalnya. Ia sering melihat wajah itu di sekolahnya. Tapi jangankan melihatnya, Satria sibuk dengan makanannya yang ada di meja.

Keduanya berjalan mendekati meja Satria. Si cewek berjalan dengan penuh kesombongan, dan pria di belakangnya mengikuti dengan ragu dan malu.

"Yang, sudah yuk. Kita kesini lain waktu saja, mengganggu yang lain kau tahu tidak?" kata Pria yang mengikuti cewek itu.

"Huh, tunggu sebentar, ini temanku ... biarkan aku berbicara sebentar dengannya." jawab perempuan itu.

"Oh, begitukah ... oke, tapi setelah ini kita langsung keluar." Kata Pria itu mengingatkan.

"Satria ...! Lama tak bertemu, duh, kukira kau sudah mati dibuang ke laut." Sapa perempuan itu kepada Satria.

Satria melirik orang yang memanggilnya ini, dan ekspresi wajahnya memburuk. Ia mengingat orang ini, perempuan yang selalu mengganggunya di sekolah. Felicia Seon, perempuan yang selalu membuat suasana hati Satria memburuk hanya karena melihat wajahnya.

Wajahnya mungkin bagi orang-orang kebanyakan sangat cantik, kulit putih dengan hidung tinggi di atas bibir tipisnya, alis panjang dan kantung mata ganda, dan lesung pipi apabila tersenyum. Tapi bagi Satria yang sudah tahu bagaimana sifat aslinya, ia merasa mual sekali melihat wajahnya. Di pikiran Satria, wanita ini punya nama ...

Crazy Bi*ch! Duh, sial sekali ketemu dengannya di sini.

Satria menatapnya dan wajahnya mengerut, tapi ia menghilangkannya dengan senyum terpaksa. Ia menatap nenek sihir itu lalu berkata.

"Felicia. Apa kabar?" tanya Satria dengan datar dan seakan dipaksakan.

"Siapa? Kenalanmu?" Amira yang masih memakan supnya bertanya.

"Huh? Jangan samakan aku denganmu, mana mungkin aku menjadi kenalan orang—aa ... ralat binatang sepertinya. Lebih baik kau jaga perkataanmu itu." Sewot Felicia meraja bagai bangsawan dari abad pertengahan.

"Hei! Aku Cuma bertanya kepadanya, lagian apa-apaan kau! Sudah ribut-ribut di depan dan kini kau mau ribut di sini!?" Amira berdiri dari tempat duduknya dan langsung membalas Felicia sama kerasnya.

"Hmph ..., kau mau membela anjingmu di sini ya? Maa, itu tak masalah. Aku tak masalah dengan itu, sekarang pergilah dari sini dan biarkan aku duduk di tempat ini." Balas Felicia menyilangkan tangannya di dada.

"An—jing? Huh?"

Amira sedikit tak paham dengan perkataan Felicia. Tapi saat Amira melihat ekspresi Satria yang sedikit kesulitan ia menjadi sadar.

Dengan marah ia berkata. "Kau, kau bilang Satria itu ... itu An— kau, tidakkah kau merasa malu dengan dirimu sendiri?"

"Huh? Aku? Aku masih berpakaian, dan aku tidak melakukan hal yang memalukan, untuk apa aku merasa malu?" Felicia membalasnya.

"Oy! Felicia, itu berlebihan ... kita keluar dari sini. Kita cari tempat lain saja, nah." Kata Pria yang terdiam dari tadi.

"Huh, kau masih ada di situ ya? Tunggu sebentar, aku akan dapatkan meja untuk kita. Sekarang, majikan Satria ..., bisakah kau menyerahkan mejamu. Aku mau duduk di situ." Tanya Felicia kepada Amira.

"Majikan? Apa-apaan kau ini, Satria itu temanku! Dan kau, sebenarnya siapa kau?! Tiba-tiba datang, tiba-tiba mengganggu ketenangan. Apa yang kau inginkan!?"

Dimensional MerchantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang