"Jadi, untuk siapa baju-baju ini?" Tanya Amira tangannya sambil memeriksa berderet pakaian di galeri.
Nada bicaranya datar dan tanpa intonasi. Seakan pertanyaan itu bukanlah kalimat tanya. Di belakang tempat ia berdiri ada Satria yang menundukkan kepalanya untuk beberapa alasan.
"Aku punya teman perempuan yang rumahnya jauh, dan aku ingin menghadiahkannya baju dari sini."
"Terus?" Amira bertanya dengan datar.
"Karena aku tak tahu tentang baju cewek jadi aku perlu bantuan orang yang tahu."
"Terus?" Amira bertanya masih datar.
"Karena aku tak mungkin bisa masuk ke tempat seperti ini dan membeli baju cewek di sini."
"Terus?" Amira bertanya tambah datar.
"Lah, Cuma itu ..., aku minta bantuanmu. Akan kulakukan apapun itu, jadi mohon. Tolonglah!"
Amira menghela nafas panjang lalu berjalan menuju Satria, mulutnya cemberut dan ia menyilangkan tangannya di dada. Memamerkan buah kembar itu kepada dunia dengan sombongnya. Amira melihat wajah Satria untuk beberapa saat dan berkata.
"Baiklah, aku akan membantumu. Tapi dengan satu syarat."
"Apapun itu, jika itu bisa kulakukan akan kulakukan untukmu! Asalkan kau mau membantuku dengan ini ... kali ini saja."
"Jadilah pacarku!" Kata Amira tanpa perasaan spesial atau apapun, hanya nada datar tak bernyawa.
"Huh? Tunggu sebentar."
Amira, cewek ini apa yang dipikirkannya? Jadi pacarnya? Apakah karena ia lagi bertengkar dengan pacarnya lalu dia mencari pelampiasan? Duh, dan untuknya mengincarku ... apakah itu karena uangku? Maa, biarlah. Lagian Lindis ada di Thenierath. Dan di sini, aku tak punya siapa-siapa. Kupikir itu tak apa-apa. Tapi tunggu, ada yang aneh. Jangan-jangan dia mau ...
"... 'jadilah pacar palsuku', seharusnya seperti itu kan?" kata Satria.
Amira memandang mata Satria untuk beberapa saat. Mata Amira sedikit terbelalak karenanya. Tapi ia tersenyum terpaksa dan menganggukkan kepalanya.
"Emmm ..., sepertinya kau cepat mengerti. Aku akan membantumu membeli pakaian untuk 'teman perempuanmu' itu kalau kau mau berpura-pura jadi pacarku." Amira mengatakan itu dengan kesedihan tersembunyikan di matanya.
"Baiklah, kita sepakat. Sampai kapan?" Satria tentu saja tak melihat kesedihan di balik mata itu.
"Entah, aku tak tahu waktu pastinya. Yang penting kau harus muncul saat aku membutuhkanmu."
"Oke ... tidak masalah. Tapi kau juga harus membantuku jika aku membutuhkan."
"Baiklah, mari kita selesaikan ini lalu pulang."
"Oke ..."
Amira beranjak dan mulai memilihkan pakaian. Satria berniat untuk membeli beberapa pakaian untuk Lindis. Tapi ia tak mungkin bisa membelinya sendiri dari toko pakaian wanita. Untuk itu ia harus mengajak seseorang. Amira ini adalah orang yang pantas untuk itu, terlebih lagi timming-nya sangat tepat.
Sebenarnya Satria berniat mengajak cewek yang tidak bisa mengatakan 'tidak' apabila dimintai tolong sesuatu, teman kelasnya di SMA 12 Elisa Andrea. Tapi karena ia sudah menemukan Amira, maka tak perlu lagi merepotkan perempuan sibuk itu.
"Jadi, 'teman perempuanmu' ini, seperti apa dia?" tanya Amira menekankan sedikit suaranya di frasa tertentu.
"Uhhhmmm ..., dia tinggi. Sekitar 172 cm, mungkin? Lalu dia punya kaki panjang, uhmmm ... pinggulnya, mungkin seperti kau. Dan untuk dadanya ..., tunggu sebentar ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensional Merchant
AdventureHampir di segala dimensi, namanya dikenal. Bukan nama aslinya, tapi nama samaran yang selalu dipakainya. Ketenarannya melebihi segala makhluk. Jika ada yang bertanya siapa makhluk paling kaya di dunia ini, maka siapa saja pasti akan menyebut namanya...