Hari ini Rian dijadwalkan untuk menemani Andin untuk memeriksakan kandungannya yang sebentar lagi memasuki bulan kesembilan. Namun kali ini, Fajar dan kedua orangtuanya ikut dengan mereka. Dan sepulang dari pemeriksaan nanti mereka berencana untuk membeli beberapa perlengkapan untuk Alfian kecil.Sebenarnya, ayah Fajar sempat menolak kalau Rian ikut dengan alasan itu acara keluarga. Namun Andin ngotot ingin Rian ikut, bahkan hingga hampir menangis. Membuat mereka tak kuasa menolak keinginannya. Walau sang ayah tetap memasang wajah keras, merasa keinginan Andin aneh, lebih dari sekedar mengidam.
Dan yang lebih aneh lagi, sesampai di rumah sakit Andin hanya mau ditemani Rian saja. Memaksa Fajar dan orangtuanya hanya menunggu di ruang tunggu.
"Ini nggak biasanya loh Din aa' bisa nganter. Masa cuma kamu suruh nungguin disini? Aa' kan juga pengen liat dedek," protes Fajar.
"Nggak mau. Pokoknya nggak mau ditemani yang lain selain Mas Rian," jawab Andin bersikukuh dengan keputusannya.
Rian yang berdiri di belakang Andin hanya diam, jujur saja dia merasa tak enak pada Fajar dan keluarganya.
"Mamah sama Papah nunggu disini nggak apa-apa, tapi paling tidak kamu ijinin suamimu ikut Din," pinta sang ayah.
"Tapi ini maunya dedek Pah, cuman mau ditemenin Mas Rian" jawab Andin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Udah berenti. Nggak liat ini Andinnya udah mau nangis, malah pada ribut" lerai sang Ibu membuat Fajar dan ayahnya langsung kicep. Kemudian berjalan menuju Rian.
"Rian, temenin Andin ke dalam ya. Biar Mamah, Papah sama Fajar nunggu disini. Kita titip Andin ya" ucap sang ibu.
"Tapi-" Rian berusaha menolak saat melihat tatapan ayah Fajar yang tajam padanya.
"Nggak pake tapi, cepet udah dipanggil itu" kata sang ibu mendorong Rian setelah mendengar panggilan kedua untuk mereka.
Rian mengangguk dan mulai menuntun Andin menuju ruangan dokter.
Mereka kembali disambut oleh senyuman Dokter Gloria yang sudah jadi dokter kandungan Andin sejak awal masa kehamilannya. Rian membantu Andin yang mulai kesusahan dalam bergerak untuk duduk. Terlebih, wajah Andin tampak pucat.
"Apa kabar bu Andin? Bagaimana kondisi anda belakangan ini?" tanya sang dokter.
"Saya mulai kesusahan bergerak dan badan saya juga sering terasa lemas luar biasa," jawab Andin pelan sambil menegakkan sedikit tubuhnya. "Saya sudah sempat konsultasi dengan Dokter Melati kemarin melalui telepon, beliau bilang akan menitipkan resep pada Bu Gloria"
Rian mengernyit. Merasa aneh mendengar Andin sampai menemui dokter lain. Kalau cuma kandungan lemah apa perlu konsultasi ke dokter lain? Sudah sejak beberapa hari ini sebenarnya Rian merasa kondisi Andin terlalu aneh jika hanya sekedar kelelahan seperti yang Andin katakan. Dan sekarang apa yang dia dengar menguatkan kecurigaannya.
"Sekarang di USG dulu saja ya bu"
Andin mengulurkan tangannya pada Rian untuk membantunya menuju ranjang USG. Namun saat Rian ingin menjauh setelah membantunya menaiki ranjang, Andin menahan tangan Rian.
"Mas Rian disini aja ya, saya mau Mas Rian lihat dedek juga."
Rian refleks mengangguk namun kebingungan setelahnya.
Saat layar mulai menunjukkan bayi dalam kandungan Andin, mata Rian tak sanggup untuk beralih darinya. Janin itu tampak meringkuk nyaman dalam kandungan Andin.
"Bisa dilihat ya bu, semua anggota tubuhnya sudah lengkap. Tangan, kaki dan kepalanya berkembang dengan baik. Bu Andin pasti senang janin yang sudah ibu jaga bisa tumbuh dengan baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Deuxieme Chance -FajRi-
FanfictionFajarxRian Story AU And other local ship Cerita mereka dan Kebahagiaan yang terlewat. Akankah ada kesempatan kedua untuk kebahagiaan yang lain? BxB Don't Like? Just Leave! Chapter utama sudah tamat. Tapi akan ada beberapa chapter extra yang sedang...