Bagian 21 : Awalnya

3K 302 377
                                    


Panjang banget! Siapkan cemilan biar nggak bosen!


Fajar menatap sedih putranya yang terus menangis dalam gendongan babysitter nya. Sudah tiga hari, sang anak hanya akan berhenti menangis ketika tidur, minum susu atau dalam gendongannya. Namun kesibukannya sebagai pemimpin perusahaan mengharuskannya untuk tak selalu ada bersama putranya.

"Sini biar sama saya aja Teh Dian," ucap Fajar mengambil alih anaknya ke gendongannya dari babysitter yang dulu juga bekerja pada mereka untuk mengasuh Fariq.

"Emangnya Den Fajar enggak capek baru pulang kerja? Udah biar saya aja Den yang gendong."

"Nggak apa-apa teh, saya nggak tega liat dia nangis kayak tadi," kata Fajar. Dan benar saja, hanya dengan timangan kecil dari Fajar, bayi berusia hampir dua bulan itu langsung diam dan mulai mengantuk.

"Dedek udah mandi kan teh?" tanya Fajar lagi.

"Udah Den, udah minum susu juga. Makanya saya bingung kenapa nangis terus. Biasanya tuh bayi kalau habis mandi, nyusu ya langsung tidur."

"Ini udah mulai tidur kok. Teteh kalau mau pulang nggak papa kok, biar nanti saya yang ngurusin dedek. Ada mamah sama Ceu Lilis juga yang bantuin."

Si babysitter mengangguk kemudian pamit pulang. Dian memang tak bisa tinggal disana karena dia sudah berkeluarga. Dia tak bisa meninggalkan anak dan suaminya di rumah sendiri. Jadi dia akan berangkat pagi dan pulang petang saat Fajar sudah pulang.

Fajar membawa sang anak ke kamarnya. Saat merasa anaknya itu sudah lelap, dia tidurkan di kasurnya. Memang sejak anaknya sering rewel tiga hari ini, Fajar membawa anaknya tidur bersamanya. Dia sendiri yang akan membuatkan susu di malam hari dan mengganti popok anaknya saat menangis tengah malam.

"Jar, udah pulang?" tanya sang ibu yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Iya mah, baru aja kok."

"Sini dedek biar mamah yang tungguin. Kamu mandi dulu, sholat terus makan malam."

"Iya mah."

Tak menunggu lama, setelah memberi kecupan pada pipi anaknya Fajar berjalan ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri.

Ibu Fajar menatap cucu keduanya sendu. Sudah tiga hari dan Rian tidak datang. Kemungkinan itulah yang membuat cucunya itu terus rewel dan menangis, cucunya merindukan 'ibunya'. Tapi dia sadar, mereka tak bisa berbuat apa-apa jika memang Rian tak mau datang menemui Brilliant. 

Menurutnya, Rian pasti punya alasan tersendiri. Dia seorang ibu, dia tahu benar bagaimana perasaan Rian yang berjauhan dengan Brilliant, pasti juga rindu. Jika Rian sampai tak menemui cucunya itu, berarti ada yang mengganggunya. 

Fajar selesai makan malam dan kembali ke kamarnya. Tersenyum melihat sang anak masih tidur dengan lelap di samping neneknya.

"Udah mah, sini biar Fajar aja yang kelonin dedek Bri," kata Fajar.

Sang mamah beranjak lalu berkata, "Apa nggak sebaiknya dedek tidur sama mamah aja Jar? Kasian kamu kalau malem masih harus bikin susu dan ganti popok, padahal paginya harus berangkat kerja juga."

"Nggak perlu mah, Fajar seneng kok bisa ngurusin dedek. Ayah Fajar kan kangen ya sama dedek," jawab Fajar membuat ibunya tersenyum.

"Ya udah, jangan sungkan minta tolong ya kalau ada apa-apa."

"Iya mah."

Ibu Fajar pun akhirnya meninggalkan ayah-anak itu untuk beristirahat.

Di sisi lain, Rian pun tampak gelisah. Ditangannya ada surat pemberian pengacara Andin, surat terakhir Andin untuknya. Dia belum berani membacanya sampai sekarang. Tapi hari ini dia bertekad untuk membaca kata-kata terakhir Andin untuknya.

Deuxieme Chance -FajRi-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang