Bagian 9 : Reuni Kecil

2.7K 312 62
                                    


Rian tengah menata sampel kain yang diberikan oleh suplayer agar para desainer mereka lebih mudah memilih warna yang mereka inginkan saat Andin mengeluh punggungnya sakit karena duduk sejak pagi. Baru saja Rian ingin menawarinya dibuatkan teh, ponsel Andin berdering nyaring. Andin beranjak menuju ruangan di salah satu sudut untuk mendapatkan pembicaraan lebih privasi. 

Saat Rian kembali dari ruangan desainer untuk menyerahkan sampel kain tadi, dia melihat Andin tengah membereskan mejanya dan memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya. 

"Mas Rian, barusan saya diajak janjian sama temen. Bentar lagi saya dijemput, Mas nggak perlu ikut. Mas nanti pulang sendiri aja, nggak usah nungguin saya ya. Mobilnya mas bawa aja"

"Eh, iya Bu" jawab Rian sambil mengagumi kecepatan bicara Andin barusan. 

"Oh iya, kalau nanti ada yang nyariin saya bilang aja saya sibuk sampai nanti petang. Ada urusan yang nggak bisa di ganggu gitu ya mas"

Rian hanya bisa mengangguk melihat betapa terburu-burunya Andin, terlebih dengan perut besar yang berisi janin berusia hampir 7 bulan itu. Membuat Rian sedikit takut melihatnya.

"Saya pergi ya Mas"

"Iya, bu. Hati-hati di jalan"

Hanya dibalas anggukan dan bosnya pun segera pergi. Rian menghela nafas lelah. Terkadang di saat-saat Andin meninggalkannya pergi entah kemana seperti ini, Rian jadi merasa sebutan asisten pribadi tak cocok dia sandang. Bukankah asisten pribadi dan bosnya yang ada di drama yang suka di tonton Akbar dan Rinov itu selalu berbagi informasi soal aktifitas mereka sehari-hari? Sang bos kemana-mana selalu ditemani asisten pribadi? Apa-apa juga asisten pribadilah yang menyediakan? 

Tapi Rian merasa Andin terlalu misterius. Disatu saat Andin bisa sangat terbuka, bahkan memintanya menemaninya ke beberapa acara fashion atau acara pribadi yang diadakan oleh temannya. Tapi di saat yang lain, Andin bisa tiba-tiba memasang tembok dan melarang Rian melewatinya. Rian menggeleng mengenyahkan segala pikiran anehnya dan melanjutkan lagi pekerjaannya.

Seseorang mengetuk pintu ruangannya saat jam makan siang telah datang. Memunculkan teh Della yang mengajaknya makan diluar. Namun seperti biasa Rian sedang membawa bekal jadi memutuskan untuk makan saja di dalam ruangan itu. 

Baru saja Rian memakan separuh bekalnya, tiba-tiba seseorang masuk ke ruangannya tanpa permisi membuatnya berhenti mengunyah. Pipinya menggembung sambil menatap heran oknum yang memasuki ruangan itu dengan tidak santainya. 

"Jadi beneran nggak ada Andinnya?" 

Fajar, pria yang baru saja masuk ke ruangan itu menghela nafasnya kesal mendapati istrinya tak ada, sesuai dengan informasi dari Panji yang tak sengaja berpapasan dengannya di depan tadi. Lalu Fajar dengan santai mendudukkan tubuhnya di seberang kursi tempat Rian berada dan mencomot satu buah nugget jagung dari tempat makan Rian. Mengunyahnya rakus dalam satu gigitan.

Rian buru-buru mengunyah dan menelan makanannya agar bisa segera bicara. 

"Mbak Andinnya tadi pergi, katanya dijemput sama temennya"

"Padahal dia tuh janji tadi pagi, siang ini mau nemenin makan siang sama temen kuliahku yang sekarang jadi relasi juga" 

"Mungkin lupa mas, tadi buru-buru banget Mbak Andin soalnya. Coba saja ditelpon barangkali urusannya sudah selesai."

Tanpa pikir panjang Fajar menerima saran Rian dan menelpon Andin. Rian melihat Fajar sepertinya sedikit bersitegang karena Andin melupakan janjinya. Dan panggilan diakhiri dengan helaan nafas berat dari Fajar.

"Aku tahu kalau Andin nggak suka ikut acara begini karena dia nggak kenal teman-teman kuliahku. Tapi aku nggak suka caranya, tadi mengiyakan tapi akhirnya malah menghindar. Sekarang malah pake nyuruh aku ngajak kamu lagi"

Deuxieme Chance -FajRi-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang