Fajar menatap sengit pada sekeluarga yang mengaku sebagai keluarga Andin. Ya, setelah pergi begitu saja saat tahu mereka tak dapat warisan dari Andin, dengan tidak tahu malunya tante Andin dan keluarganya datang lagi pada acara aqiqah putranya Brilliant. Seenaknya menyuruh-nyuruh ini itu pada pegawai katering dan dekorasi yang keluarga Fajar sewa, bahkan tanpa bertanya pada dia atau ibunya sebagai pemilik rumah.
Dan yang paling menyebalkan mereka terus memperkenalkan diri pada semua tamu yang adalah keluarga dan kolega Fajar tanpa risih. Kalau Fajar tak paham kesopanan, dia pasti sudah mengusir mereka pergi sejak tadi. Tapi sang ibu masih berusaha memintanya bersabar menghadapi mereka.
"Boleh teteh jewer aja nggak sih tuh mereka bertiga?" tanya Susan yang baru datang dari arah dapur dan duduk di samping Fajar.
"Sok atuh lah Teh, Fajar juga udah nggak tahan liat sikap sok bos mereka. Sebenarnya ini rumah siapa coba? Bisa-bisanya mereka tuh," jawab Fajar tak habis pikir.
"Ngomong-ngomong dedek Bri mana?" tanya Susan celingukan mencari keberadaan si bayi yang sedang punya hajat.
"Tadi rewel karena disini rame banget. Jadi dibawa ke kamar lagi sama Rian, ditemenin Fariq juga tadi."
Susan mengangguk-angguk mengerti.
"Teteh liatin mereka dulu deh, siapa tahu Rian butuh di gantiin jagain si dedek."
Fajar mengangguk. Susan beranjak menuju lantai dua rumah itu, mengarah langsung ke kamar bayi di seberang kamar utama milik Fajar. Begitu dibukanya pintu kamar, terlihat Rian tengah berbaring memeluk si bayi yang tampak tertidur dengan botol susu kosong di sisi bantalnya. Di samping mereka ada Fariq yang juga tertidur nyenyak.
Mendengar pintu terbuka, Rian mendongak kemudian tersenyum pada saat mengetahui Susan lah yang datang.
"Udah pada tidur siang toh?"
"Iya teh, Aiq tadinya nggak mau aku suruh tidur. Taunya pas ikut baring lama-lama ketiduran juga dianya," jawab Rian diiringi kekehan ringan lalu mengelus lembut rambut Fariq.
"Padahal anak satu ini tuh susah banget di suruh tidur siang kalau di rumah."
Rian tersenyum mendengarnya.
"Oh ya teh, bisa tolong gantiin jagain dedek Bri sebentar? Aku mau sholat dhuhur," pinta Rian.
"Eh, iya. Emang tadi niatnya teteh kesini mau gantiin kamu, siapa tahu kamu mau ngapain. Ya udah, biar teteh yang jagain."
Rian baru saja akan beranjak, namun saat tangannya yang semula melingkar di perut Brilliant terangkat, si bayi merengek seolah tak mau ditinggalkan. Rian terkekeh kecil lalu mencium kecil pipi bayi itu, menepuk lembut paha Brilliant hingga kembali tertidur. Baru kemudian beranjak menuju kamar mandi.
Susan yang melihat pemandangan itu tampak takjub. Tadinya dia pikir, meski Brilliant secara naluriah sudah menganggap Rian sebagai ibunya, si bayi tak akan begitu saja nyaman dalam pelukan Rian yang seorang pria. Namun dugaannya salah, setelah beberapa waktu melihat bagaimana bergantungnya Brilliant pada Rian dan bagaimana cara Rian memperlakukan si bayi Alfian, Susan tak lagi ragu bahwa Rian dan Brilliant memang sudah terhubung secara batin meski tak memiliki hubungan darah.
"Om Rian udah jadi bunda kamu ya, dek?" tanya Susan pada bayi di sampingnya meski tahu tak akan mendapat reaksi. "Tinggal gimana ayah kamu aja ini mah, beneran bisa jadiin Om Rian bundamu atau enggak."
Tepat setelahnya, Rian keluar dari kamar mandi dan mulai menggelar sajadah di salah satu sudut kamar. Mulai melaksanakan sembahyang.
Susan menatapnya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deuxieme Chance -FajRi-
FanfictionFajarxRian Story AU And other local ship Cerita mereka dan Kebahagiaan yang terlewat. Akankah ada kesempatan kedua untuk kebahagiaan yang lain? BxB Don't Like? Just Leave! Chapter utama sudah tamat. Tapi akan ada beberapa chapter extra yang sedang...