2

561 79 2
                                    

Namja berusia 18 tahun itu masih memilih diam sembari menatap sungai han di hadapannya. "Aku membenci kalian-aku benci ayah dan ibu!" Namja itu memekik, tapi suaranya seolah tertahan karena suara isakannya sendiri.
"Ya hagsaeng, kenapa malam-malam masih di sini?" Itu suara Suzy- ya, tadi dia memutuskan untuk pergi ke arah taman di tepi sungai han begitu melihat sosok remaja tanggung, dengan seragam lengkap yang duduk di tepian sungai.
Namja itu - Oh Haechan, hanya terdiam. Menatap sejenak ke arah Suzy lalu kembali mengalihkan tatapannya.
"Aish...anak kecil, aku bicara padamu." Suzy mencebik.
Tapi tak ada jawaban. "Ahh..kau tak boleh bicara pada orang asing ya?" Suzy tersenyum.
Haechan masih terdiam. "Gwaenchana, kalau kau tidak mau bicara, lagipula aku hanya berniat menemanimu, remaja labil sepertimu masih perlu pengawasan, beda denganku." Suzy bermonolog. Dan Haechan masih terdiam. "Ahh..matta, namaku Suzy. Kau boleh memanggilku nuna-Suzy nuna, arasseo?"
Haechan masih diam, tak bergeming sedikitpun. "Baiklah, kuanggap itu kalimat persetujuan."
***

Renjun menatap tempat tidur di sebelahnya-kasur Haechan. "Apa dia akan pulang malam lagi?" Namja itu bergumam lalu melirik ke arah jam di nakas sampingnya, pukul 9.40 pm. "Haechan~ah..-aish, aku harus bilang ke Mark hyeong." Namja itu memutuskan untuk beranjak dari kasurnya lalu berjalan keluar kamar.
Mark menoleh ke arah pintu begitu merasa seseorang memasuki kamarnya, "Renjun~ah, waeyo?"
"Haechan belum kembali."
Mark terdiam. Ia memilih mengambil ponselnya, "Dia mematikan ponselnya." Renjun berkata pelan.
"Sehun hyeong tahu?"
Renjun menggeleng, "Aku sengaja mengulur waktu agar hyeong tak masuk ke kamar."
Mark mengangguk. "Geurrae, aku akan mencarinya, tapi jangan sampai paman dan bibi tahu, arasseo?"
Renjun mengangguk. "Josimhae hyeong."
Mark mengangguk, lalu keluar kamarnya, meninggalkan Renjun yang masih terdiam di kamar Mark.
"Gumawo..hyeong."
---

Haechan mendengus sebal begitu mendapatu Suzy masih terus mengikutinya. "Nuna! Berhenti mengikutiku!" Haechan menghentikan langkahnya kemudian berbalik menatap Suzy, tapi yeoja itu berusaha tak peduli, malah ikut menghentikan langkahnya sembari melipat tangan di depan dada.
"Wae? Bukankah sudah kukatakan, aku akan mengantarmu pulang. Ini sudah malam, kau tidak lihat jalanan sudah sepi?" Suzy menunjuk jalanan di sekitar mereka. Haechan mendengus lalu kembali meneruskan jalannya.
"Hey! Aish..ya! Anak itu benar-benar." Suzy akhirnya memilih menyusul namja di depannya, lalu setelah berhasil menyamakan langkah, ia mengaitkan jemarinya dengan Haechan. "Aku akan mengantarmu, aku serius. Ini sudah malam, banyak kejahatan di Seoul dan kau, lihat, semua barang yang kau pakai itu bermerk, sangat potensial untuk mencurinya darimu." Suzy lagi-lagi bermonolog.
"Jadi kau bermaksud menculikku?" Haechan berkata sarkas, tak begitu peduli.

PLETAK!

Satu pukulan mendarat di kening Haechan-dari Suzy. "Eish..dasar. Aku bisa membelinya kalau mau, untuk apa aku mencuri. Ya, dengar, kau-"
Kalimat Suzy terhenti begitu Haechan menghentikan langkahnya secara tiba-tiba, pegangannya di tangan Suzy mengerat. "Ada-eish...baru saja aku mau mengatakan padamu. Kau tunggu di sana, jangan kemana-mana, segera hubungi polisi, kau punya ponsel kan?" Suzy berbisik pada Haechan. Namja itu mengangguk.
"Keundae-"
"Turuti perkataanku kalau kau mau kita selamat."
Haechan lalu mengangguk, kemudian berlari menjauh. Namja itu segera menghidupkan ponselnya dan menghubungi nomor darurat kepolisian, takut jika terjadi sesuatu pada Suzy, juga dirinya.
Kedua mata Haechan membulat begitu melihat Suzy membanting salah satu dari tiga orang pria yang menghadang mereka tadi.
"Mwoya, hanya sebatas ini saja eoh?" Suzy mencibir pria-pria di hadapannya.
"Jangan sombong, dia memang payah, tapi tidak dengan kami."
Dan Suzy harus mengakuinya, dia kuwalahan. Ia bahkan beberapa kali mendapatkan tendangan dari dua pria di hadapannya.
Kedua mata Suzy membulat sempurna begitu salah satu diantara mereka pergi ke arah Haechan.
"YA!"
Yeoja itu buru-buru berlari dan memukul pria yang hampir sampai di tempat Haechan bersembunyi, satu pukulan di tengkuk belakang-cukup membuat namja itu tersungkur.

BUGH!

Kini ganti Suzy yang jatuh terduduk, ia lupa, masih ada satu pria lain tersisa. "Sial." Desis Suzy. Yeoja itu segera berlari ke arah Haechan begitu melihat si pria mengeluarkan pisau lipat. Suzy buru-buru menarik Haechan ke pelukannya. Dan setelahnya, yang terdengar adalah suara teriakan Haechan, disusul sirine polisi.
--

Rumah Sakit
Haechan berdiri di depan ruang gawat darurat di salah satu rumah sakit di Seoul. Ia bahkan sudah melepas jas sekolahnya, menyisakan kemeja putih lengan panjang yang terkena bercak darah milik Suzy.
"Hyeong!"
Haechan segera berlari ke arah Sehun juga Mark yang baru saja datang.
"Eotohke...nuna-nuna itu menyelamatkanku dan dia ada di dalam."
Sehun menghela nafas sembari mengusap pucuk kepala Haechan. "Gwaenchana, dia akan baik-baik saja."
Mark hanya menghela nafas pelan, ia sempat melirik kemeja Haechan yang terkena noda darah. "Hyeong, aku akan mencari kaos ganti untuk Haechan, sepertinya aku punya satu di mobil, aku akan mengambilnya."
Sehun mengangguk sembari menatap kepergian Mark. Ia tahu, Mark tak begitu menyukai darah, karena ibu anak itu-meninggal di hadapannya.
**

Suzy mengerang pelan begitu melihat suster sedang menangani luka sobek di lengannya. "Aw! Sakit sekali-suster, bisakah kau pelan-pelan saja?"
Suster bername tag Kang Seulgi itu meringis, "Maaf nona Bae, aku akan menanganinya lebih baik lagi."
Suzy berdecak pelan. "Eish...apa eonni tahu aku di sini?"
"Eoh, dasar anak nakal-kau membuatku khawatir! Seulgi menelponku dan bilang kalau kau terluka. Dasar." Irene memukul pelan kepala Suzy, membuat yeoja itu mendengus.
"Mianhae eonni. Aku-" Suzy menatap Seulgi, sedangkan Irene hanya menghel nafas. "Pergilah, biar aku yang mengurusnya."
Seulgi mengangguk, lalu menutup tempat perlengkapan, kemudian meninggalkan ruangan.
"Aku tahu, ayah memberitahuku kalau kau kabur dari rumah." Irene membalut luka di tangan Suzy.
Suzy hanya terdiam, "Jangan katakan pada ayah kalau aku terluka, aku benar-benar ingin membuktikan kalau aku bisa mencapai impianku jadi desainer." Suzy menatap kakaknya dengan kedua mata berkaca-kaca.
Irene menghela nafas, lalu mengusap lembut pucuk kepala adiknya. "Aku tidak akan melarangmu, tapi setidaknya, jangan membuatku cemas. Kau bisa tinggal di flat Jin oppa, ayah tak akan tahu."
Suzy mengangguk. "Gumawo eonni."
Irene mengangguk. "Ah, iya, anak itu terus menanyakan keadaanmu."
"Haechan?"
"Mungkin."
"Suruh dia masuk saja eonni, tapi-bisakah jangan katakan pada mereka tentang keluarga kita?"
Irene mengangguk.
"Arasseo."

~~~tbc

Around the DwarfsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang