12

354 66 5
                                    

Suzy hanya terkikik geli saat mendengar cerita Renjun. Remaja itu terlihat begitu senang begitu menerima hadiah dari Mina. "Hei, jangan senang dulu, dia hanya mengganti barang yang dia rusakkan." Suzy menggeleng sambil meneruskan sketsanya. Waktu kompetisinya semakin dekat. Renjun berdecak. "Tsk. Nuna, pabwa. Tidak mungkin itu hanya mengganti. Kotaknya saja rapi dan menggemaskan seperti ini." Renjun kembali menunjukkan kotak jam tangan dari Mina pada Suzy.
"Baiklah-baiklah. Ah iya, bagaimana program beasiswamu?"
"Ehm..sejauh ini baik-baik saja. Seokjin hyeong yang menjadi mentorku."
Suzy mengangguk. "Renjunie.."
"Ne?" Renjun berguling ke arah meja tempat Suzy membuat sketsa.
"Kalau kau bertemu Seungjae-titipkan salamku ya?"
Renjun tersenyum. "Tentu saja. Anak kecil yang sering bersama dokter Irene kan?"
Suzy mengangguk, lalu tenggelam dalam sketsanya. Sedangkan Renjun, ia tertidur di tempat tidur Suzy.
***

Suzy sejak tadi terus saja mengomel. Bagaimana tidak-siang ini, seharusnya dia ditemani Taehyung  mencari bahan untuk rancangan baju yang dia buat, tapi mereka malah menemukan Haechan dan Jaemin di salah satu pusat perbelanjaan. Awalnya Suzy tak melihat keduanya, tapi Taehyung. Namja itu sebenarnya hanya teringat kalau dia dulu juga sering membolos, tapi-ia tak tahu kalau dua remaja itu adalah anak-anak yang diasuh Suzy.
"Oh Jaemin- nuna bertanya sekali lagi, kenapa kalian membolos?"
Keempat orang itu ada di salah satu restoran di pusat peebelanjaan, dengan Taehyung yang sejak tadi hanya jadi penonton. "Haechan yang mengajakku-"
"Ya! Aku tidak memaksamu, kau sendiri yang mau."
Taehyung semakin terbahak. "Astaga...kalian ini menggemaskan sekali."
Haechan memicingkan matanya, "Nuna, apa dia namjachingumu?"
Suzy mendengus. "Aniya. Alien ini-dia bukan namjachinguku."
"Kami berteman sejak masih jadi fetus."
Jaemin mendengus sebal. "Mwoya, sudahlah hyeong, jangan berlebihan."
Taehyung hanya tersenyum.
"Jadi-apa yang membuat kalian membolos?" Suzy menunjuk kedua remaja di depannya bergantian. Haechan meneguk ludahnya, sedangkan Jaemin hanya menghela nafas.
"Keuge-"
"Aku tak mengerjakan pr sejarah-dan Haechan-dia memang ingin membolos." Jaemin melirik sepupunya itu.
Suzy memutar kedua bola matanya. "Jangan berbohong Jaem-kau bukan tipe anak yang seperti itu. Haechanie~.."
Taehyung meneguk jus stroberinya. "Tak perlu berbohong. Pasti salah satu dari kalian ingin mengikuti audisi ini kan?" Taehyung menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan audisi boyband oleh agensi terkenal.
Haechan menghela nafas panjang. "Eoh. Itu benar-aku ingin ikut audisi itu. Dan Jaemin-dia hanya mau menemaniku, karena Jeno dan Renjun tak bisa pergi."
Suzy mendesah panjang. "Astaga...kenapa harus sampai membolos. Kau bisa bilang-"
"Bibi tak akan mengijinkanku! Nuna harusnya tahu itu! Kami selalu didekte karena kami adalah calon penerus!"
Taehyung terdiam, juga Jaemin.
"Sudahlah. Lebih baik aku pergi." Haechan beranjak dari duduknya tanpa menghiraukan Suzy juga Taehyung serta Jaemin.
"Kau di sini saja, aku akan membujuknya. Dan kau tampan, dengarkan kata nunamu, dia-sebenarnya tak jauh berbeda dengan kalian." Taehyung mengusap pucuk kepala Jaemin lalu mencubit pipi Suzy dan setelahnya berlari menyusul Haechan.
Suzy mendelik sebal, "Jinca! Ya! Aish..."
Jaemin dan Suzy hanya saling diam, remaja itu sejak tadi terus saja menunduk.
"Jaemin..."
"Nuna...maaf. Haechan sebenarnya tak bermaksud seperti itu." Remaja itu mendongakkan kepalanya.
"Tak apa. Nuna yang harusnya minta maaf."
"Apa nuna akan mengatakannya pada paman dan bibi?"
Suzy menggeleng. "Ini akan jadi rahasia kita berempat. Asalkan...kau mau berjanji, tak akan membolos lagi."
Jaemin mengangguk. "Ne, yaksog." Suzy hanya tersenyum, lalu beranjak dari duduknya.
"Kajja." Yeoja itu mengulurkan tangannya pada Jaemin.
"Eodi?" Remaja itu menatap bingung.
"Kita harus melihat penampilan Haechan kan? Kau bilang dia mau ikut audisi?"
Jaemin tersenyum. "Em. Kajja nuna."
---

Sehun baru saja melakukan pertemuan dengan salah satu perwakilan perusahaan untuk membahas kerjasama yang akan ia lakukan. Sebenarnya ia hanya menemani ayahnya-ya mengingat kalau ia juga masih terlalu muda untuk di lepas di perusahaan keluarganya sendiri.
"Sehun?"
Sehun menghentikan langkahnya saat ia mendengar seseorang memanggil namanya. Namja itu menoleh, keningnya mengeryit. "Kau Oh Sehun kan?"
"Eoh?! Myungsoo hyeong?"
Myungsoo tersenyum sembari mengangguk. "Aku pikir aku salah orang. Apa yang kau lakukan di sini?"
"Ah...itu-menemani ayahku." Sehun tertawa kecil.
"Mwoya..kau meneruskan bisnis ayahmu? Aigoo..kau benar-benar mirip adikku."
Sehun tersenyum. "Mau makan siang bersama hyeong?" Sehun menawari.
"Ya-sepertinya aku tidak bisa menolak." Lalu keduanya meninggalkan lobi hotel bersama, membuat beberapa wanita menatap takjub. Well..dua orang itu adalah gambaran nyata para putra dewa Yunani.
--

Sehun dan Myungsoo tenggelam dalam percakapan, saling ejek satu sama lain. Ya. Mereka memang tak satu sekolah, tapi dekat karena pernah melakukan kompetisi basket bersama. "Jadi, apa kau masih dengan wanita itu hyeong?" Sehun menyesap kopinya.
Myungsoo terkekeh. "Siapa?"
"Gadis yang waktu itu merengek padamu, yang sering mengekorimu dan memakai topi biru."
"Ahh...aniya. Kami sudah saling mengenal sejak kecil. Keluarga kami saaaaangat dekat, jadi dia sudah seperti adikku sendiri. Ya, kau tahu sendiri, adikku bersekolah di Jepang sampai JHS, jadi saat mengenal Suzy, aku benar-benar merasa punya adik lagi."
"Suzy?" Sehun mengeryitkan keningnya.
"Ya. Dia anak pemilik salah satu rumah sakit di sini. Wae? Kau mengenalnya?"
Sehun menggeleng. "Aniya. Hanya saja, namanya terdengar familiar."
"Jinca? Kupikir-tak banyak warga di Korea yang punya nama sepertinya. Ya, lalu kau bagaimana?"
"Na?"
"Eii..kau ini tampan Oh Sehun. Maksudku, apa kau sudah berkeluarga?"
"Ajik."
"Wae? Apa ada masalah?"
Sehun tersenyum kecil. "Sepertinya- aku dalam masalah besar."
Myungsoo mengeryit. "Wae?"
Sehun menggeleng.
"Hei, ceritakan saja. Mungkin aku bisa membantumu."
***

Pagi ini, Suzy menemukan Chenle panas tinggi. Anak itu menggigil kedinginan di tempat tidurnya. "Apa yang dia lakukan kemarin Suzy? Kenapa tiba-tiba panas seperti ini?" Jiwon mengompres kening keponakannya, sedangkan Suzy hanya bisa menatap sedih remaja yang kini tengah terbaring lemah itu.
"Maafkan aku-tapi, kemarin aku menjemputnya seperti biasa. Kami tak kemana-mana."
Jiwon menghela nafas.
"Eomma~.." Chenle bergumam pelan, membuat Jiwon menghela nafas.
"Sayang...bibi di sini.."
Kedua mata Suzy berkaca. Ia jadi ingat ibunya. "Kalau begitu...aku akan menyiapkan bubur."
Gadis itu akhirnya keluar kamar, menuju dapur. "Aish...kenapa aku jadi cengeng seperti ini." Suzy bergumam, sedikit sebal karena ia tiba-tiba menangis.
"Kau butuh ini?" Sehun memberikan beberapa lembar tisu.
"Gumawo."
Namja itu mengangguk.
"Kau tidak ke kantor?"
Sehun menggeleng. "Aku harus menemani eomma, takut terjadi sesuatu pada Chenle."
Suzy hanya mengangguk. Yeoja itu kemudian sibuk dengan bahan untuk membuat bubur. Sedangkan Sehun, sibuk memperhatikan setiap gerakan Suzy, memandangi punggung gadis itu.
Dering ponsel Suzy membuat Sehun berjengit, sedikit terkejut.
"Suzy, ponselmu."
"Ne? Ah..biarkan saja."
Sehun mengangguk. Lalu untuk kedua kalinya, ponsel Suzy kembali berdering. Salahkan rasa ingin tahu Sehun yang terlalu besar, namja itu akhirnya menarik mendekat ponsel Suzy.
"Myungsoo?"
...

"Ahh...aniya. Kami sudah saling mengenal sejak kecil. Keluarga kami saaaaangat dekat, jadi dia sudah seperti adikku sendiri. Ya, kau  tahusendiri, adikku bersekolah di Jepang sampai JHS, jadi saat mengenal Suzy, aku benar-benar merasa punya adik lagi."
"Suzy?" Sehun mengeryitkan keningnya.
"Ya. Dia anak pemilik salah satu rumah sakit di sini. Wae? Kau mengenalnya?"
Sehun menggeleng. "Aniya. Hanya saja, namanya terdengar familiar."
"Jinca? Kupikir-tak banyak warga di Korea yang punya nama sepertinya. Ya, lalu kau bagaimana?"
....

"Solma..."

~~~Tbc

Around the DwarfsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang