Suasana ruang makan keluarga Oh terasa begitu hening. "Aku sudah selesai." Suara Haechan membuat 8 orang lain di meja makan itu mendongak. Seo Jeon hanya bisa menghela nafas pelan.
"Kau mau paman antar?" Haechan mengangguk pelan. "Baiklah, tunggu di mobil, setelah yang lainnya selesai makan, kita berangkat."
Haechan mengangguk lalu melanjutkan langkahnya ke ruang depan. Jaemin dan Renjun yang melihat itu hanya bisa menghela nafas. "Apa ini karena paman dan bibi (orang tua Haechan) yang akan bercerai?" Renjun menatap sendu pada kedua paman dan bibinya.
Jisung yang hampir menyuapkan sereal buru-buru menurunkannya. Jiwon dan Seo Jeon hanya terdiam. "Dia pasti sangat kecewa." Renjun kini menatap mangkuk serealnya.
"Kita akan menghiburnya nanti. Ahh...bagaimana kalau sepulang sekolah nanti bibi menjemput kalian lalu kita ke rumah sakit sama-sama?" Jiwon berdiri dari kursinya lalu membenarkan tatanan rambut Chenle. "Kajja, Haechan pasti sudah menunggu."
"Bibi, aku akan berangkat dengan Koeun." Mark kini meraih tas punggung merahnya yang tergantung di belakang kursi makan.
"Ahh, gadis cantik yang punya pipi bulat itu?" Jiwon mengangguk, sedangkan Mark tersenyum samar.
Jaemin membulatkan mulutnya, "Hyeong jadi benar-benar akan me-emmmbbbb!" Jaemin membulatkan kedua matanya saat Mark membekap mulutnya.
"Aku akan berangkan bersama Jaeminie, yimo, na kanda."
Jisung yang melihat itu hanya terkekeh, sedangkan Chenle sibuk dengan tasnya. "Eishh..aku lupa."
"Wae?" Renjun menghampiri adiknya.
"Aku belum mengerjakan tugas matematika." Cengir namja itu, Renjun hanya berdecak lalu menarik telinga Chenle.
"Kerjakan di mobil, kajja."
"Aishh...hyeong!!!"
---Jeno melirik ke arah Haechan yang duduk di sampingnya. Ya-mereka sekelas. "Apa ini karena ayah dan ibumu?"
Haechan mengangguk. "Gwaenchana, aku yakin itu hanya emosi. Bukankah sebelumnya tak pernah seperti itu?"
Haechan menghela nafas, "Aku tak tahu, sejak tiga tahun lalu aku di kirim ke rumahmu, sepertinya-itu awal dari semuanya."
Jeno mengangguk samar, "Orang dewasa memang kadang sulit dimengerti."
Haechan tersenyum kecil, Jeno kadang memang bersikap menggemaskan. "Ah iya, siapa nama nuna yang menolongmu kemarin?"
"Suzy nuna." Haechan kini sibuk mencatat tulisan Guru Park di papan tulis.
"Apa dia cantik?" Jeno lagi-lagi berbisik.
Haechan melirik ke arah Jeno, "Wae?"
"Hehe, aniya. Geunyang-kita akan menemuinya nanti."
Haechan mengangguk. "Bibi bilang dia akan mengurus kita di rumah."
"Jinca?!" Jeno hampir saja memekik-untung mereka duduk di belakang, jadi sedikit samar.
Haechan mengangguk.
"Wahh..ini pasti menyenangkan. Kau tahu apa yang aku pikirkan?" Jeno menyeringai. Oh-Haechan sangat paham dengan ekspresi ini.
"Aniya-aku tidak mau. Suzy nuna itu sangat baik."
"Eish-"
"Keundae, bagaimana kalau kita bertaruh untuk merebut perhatiannya saja."
"Bagaimana kalau memacarinya saja?" Jeno menatap Haechan sembari menaik turunkan alisnya.
Haechan menggeleng, "Kita jodohkan dengan Sehun hyeong."
"Idemu benar-benar gila. Tapi aku setuju, itu sepertinya lebih baik dibandingkan perjodohan hyeong dengan gadis kerempeng itu."
***Irene hari ini tidak bisa menemani Suzy karena hari ini adalah jadwalnya menjemput Seungjae-putranya dan Jin. Sedangkan Jin, dia kini berada di ruangan Suzy, menggantikan Irene. "Mwoya, senang sekali menjadi eonni. Tidak usah repot-repot menerima perjodohan karena namjachingunya kau oppa."
Jin terkekeh lalu menyodorkan apel yang sudah dia kupas ke mulut adik iparnya.
"Naega wae?"
Suzy mendengus. "Ya-oppa pasti tahu yang aku maksud. Appa akan menjodohkanku dengan namja menyebalkan itu kalau aku tetap mau melanjutkan sekolah desainerku ke luar negeri."
Jin kembali menyuapkan apel ke mulut Suzy. "Kalian kan sudah dekat dari kecil, apa masalahnya?"
Suzy mengangguk. "Masalahnya aku belum siap menikah, apalagi dengan namja seperti dia."
Jin mengusap sayang kepala Suzy, "Aboeji hanya ingin ada yang melindungimu, kau harusnya paham itu."
Suzy kini meraih apel di tangan Jin, lalu memakannya. "Aku bisa melindungi diriku sendiri, oppa lupa-"CEKLEK
"Eh? Nuguseyo?" Suzy menatap heran ke arah seorang namja berseragam sekolah-sama dengan yang dipakai Haechan- menatap ke arah Suzy.
"Suzy nuna? Matji?" Suara dingin namja itu membuat Suzy mengerjab lalu menatap ke arah Jin.
"Apa kau mau menjenguk nona ini?" Jin menghampiri remaja yang masih berdiri di depan pintu kamar. Renjun. Ya-itu adalah Oh Renjun-yang sejak tadi sebenarnya sudah berada di depan pintu, mendengarkan percakapannya sejak tadi. "Jadi yang dikatakan bibi itu tak benar?" Renjun kini berjalan mendekat.
"Hah?"
"Bibi bilang nuna hanya sebatang kara di sini, tapi sekarang?- Cheonun, Oh Renjun ibnida. Aku saudara Haechan. Jadi, apa nuna bisa jelaskan padaku?" Renjun menatap Suzy yang kini terbaring di tempat tidur dengan sorot tajamnya.
Suzy hanya bisa terdiam. Astaga~ "Jadi-kau mendengar semuanya?"
Renjun hanya menaikkan satu alisnya sebagai jawaban.
"Ahh...geurom, aku akan meninggalkan kalian. Renjun~ssi, kau jaga nona ini ne?" Jin menepuk pelan bahu Renjun, remaja itu hanya melirik.
"Apa anda dokter di sini?" Renjun kini sempurna menatap Jin yang menyampirkan jas dokternya di lengan, terlihat begitu elegan.
"Ya, aku dokter senior di sini. Nanti aku akan kembali." Jin tersenyum lalu melirik sekilas ke arah Suzy, membuat gadis itu mendesis.
"Eish...oppa benar-benar."
Dan Jin melangkah keluar ruangan sembari tersenyum, "Aigoo, Suzy pasti kuwalahan." Kekeh namja itu."Jadi, bisa nuna jelaskan semuanya?"
Dan Suzy hanya bisa menggigit bibir bawahnya, walaupun ini baru pertama kalinya ia bertemu dengan namja itu, tapi Suzy cukup paham, remaja di hadapannya adalah orang yang susah ditanganni.~~~tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Around the Dwarfs
FanfictionSuzy tidak tahu kalau keputusannya untuk meninggalkan kehidupannya yang seperti putri akan begitu menyiksa. Belum lagi ia harus berinteraksi dengan para kurcaci berwajah malaikat tapi berkelakuan seperti iblis kecil. "Ahhh!!! Aku bisa gila!" -Suzy...