Jam 6 pagi gue sama Reina sudah siap buat balik ke Jakarta karena kita cuman izin sehari dan pagi ini gue ada jadwal latihan begitu juga dengan Reina dia harus pergi kerja. Semalam papa nyuruh gue buat nanya kesiapan Reina menikah. Karena papa lihat dari tatapan matanya, Reina masih ragu.
Gue juga salah sih gak pernah nanya dia siap atau enggak malahan langsung ngajak kerumah orangtua. Kalau dia belum siap nikah gimana nasib gue?
Berarti gue harus bikin Reina yakin untuk nikah sama gue.
Reina lagi pamitan sama mama dan papa sedangkan gue sudah nunggu dia di dalam taxi. Kita bakalan pulang naik pesawat, karena gue malas nyetir. Gue lihat mama yang nangis sambil meluk Reina, sebenarnya gue senang karena mama sudah dekat sama Reina tapi di satu sisi gue merasa jadi bukan anaknya. Tadi waktu gue pamit mama malah ngomel-ngomel dan suruh gue jagain Reina.
Udahlah gak papa yang penting Reina sudah diterima sama keluarga tinggal yakinin Reina sama orangtuanya aja.
Dia masuk kedalam taxi terus mobilpun mulai jalan. Di dalam perjalanan gue genggam erat tangannya.
"Rei—" dia noleh ke gue.
"jujur sama mas, kamu siap enggak untuk nikah sama mas?"
Reina senyum. "aku siap mas"
Mata gue membulat sempurna waktu dengar ucapannya. "kamu serius?"
Dia cuman ngangguk terus dia sandarin kepalanya dipundak gue.
"aku memang sempat ngerasa belum siap tapi tadi malam mama kasih aku pencerahan dan sekarang aku sadar kalau aku sudah siap"Untuk apapun yang mama bicarain sama Reina gue berterimakasih banyak, karena mama sudah buat Reina yakin untuk nikah sama gue. Sebelum kita sampai di bandara gue sama Reina mampir dulu ke salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Banyuwangi. Untung aja kita cuman ngabawa tas rensel yang ukurannya kecil, jadi enggak repot.
"mas kita mau ngapain? Pesawatnya terbang jam sembilan, nanti kita ketinggalan pesawat"
"bentar aja kok, cuman beli oleh-oleh buat orangtua kamu"
"astaga mas, gak usah"
"sssut, udah kamu diam aja. Orang akunya gak keberatan kok"
"yasudah terserah"
Gue gandeng tangan Reina, bawa dia toko parfum. Ya, gue berencana untuk kasih parfum ke orangtua Reina. Ada mbak-mbak spg nyamperin kita. Gue suruh spg itu untuk ngambil parfume yang paling bagus.
"mas parfumenya mahal banget! Gak usah yang itu, ayah gak pake parfume itu" perotes Reina.
"sudah gak papa, untuk camer aku ikhlas"
Tatapan perotes Reina berubah jadi senyuman terus dia mengertakan genggaman tangan kita.
'17. Untuk Camer Aku Ikhlas selesai'
.
.
.
.
.
TbcSebenarnya mau bikin lebih panjang cuman kemaren waktu aku tanyain ada yang mau update malming ini ternyata yang nyaut cuman satu orang aja.
"masih mending juga ceritanya dibaca, di vote gak usah banyak maunya!"-readers.
Iya aku tahu cuman aku juga pengen berinteraksi sama kalian. Jujur aku malas update karena enggak ada yang mau komen. Aku tahu kok kalian pengen aku update tanpa kalian komen. Tapi apa salahnya sih 😢😢😢
"lebay"-readers
Aku cuman pengen jadi dekat sama kalian. Aku cuman pengen ngelihat keantusiasan kalian sama cerita ini melalui voment.
Terimakasih sudah mau mendengarkan curhatanku yang enggak penting ini.
See you at next chapter!
❤❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Step By Step | Kevin Sanjaya [Complete] ✔
Fiksi Penggemar[COMPLETE] don't be in a hurry because everything must be done slowly and step by step.