Adaptasi

613 316 187
                                    



Keesokan harinya Pak Jaki dan istri berpamitan pulang ke kota Panorama. Tiara mencium kedua pipi Ibunda yang selalu mengasuhnya sekitar lima tahun belakangan ini. Matanya berkaca-kaca serasa ingin berkata, "Aku ingin ikut." Tapi Tiara pasrah tidak mampu mengucapkannya dan tak ada pilihan lain kecuali tetap tinggal bersama Panji. Mobil biru milik Bapak Kepala sekolah Tiara meninggalkan kediaman Panji. Tiara melambaikan tangannya berlari mengejar kijang kapsul ke pintu gerbang rumah, hingga akhirnya sampai benar-benar mobil itu hilang dari pandangannya.

"Mrs. Tiara Makanannya sudah siap, yuk makan bareng," kata Aunt Rani membuyarkan lamunannya di depan teras satpam.

"Ya Aunt," jawabnya lirih.

Hidangan makan siang telah tersusun rapi di meja makan. Tiara mengamatinya satu persatu. Ada beberapa menu yang tampak asing baik bentuk dan warna. Dari tingkahnya menggigiti jari rasanya Tiara tergoda untuk segera mencicipi. Tak lama Panji turun dari lantai dua berjalan penuh kharisma pakaiannya begitu rapi dan terlalu sulit untuk mendeskripsikannya. Tiara merasa ada getaran yang muncul setelah kedatangannya.

"Abang Rey belum datang Aunt?" tanya Panji membuka pembicaraan.

"Not yet, Sir," jawab Aunt membawa ikan dengan aroma harum.

"Ini namanya seruit, Mr. Panji?" ujar Aunt Rani tersenyum ke arahnya.

" Ya, ini kesukaanku masakan dari Negara Indonesia," tambah Panji tak mau kalah.

"Aku udah nggak sabar nih kayaknya awesome," Panji berkomentar lagi.

Mendengar perkataan Panji spontan Tiara berdiri mengambil piring ke hadapannya. Menaruh nasi, sayuran dan tak ketinggalan seruit yang baru saja di bawa oleh Aunt Rani. Melihat kelakuan Tiara. Aunt Rani dan Panji tersenyum geli. Pak Ilham yang baru masuk dari pintu belakang menutup mulutnya dengan tangan agar tawanya tak terdengar.

"Ini makan siangnya, Papa?"mendengar kata-kata "Papa" yang terlontar dari bibir gadis belia itu Panji tak kuasa menahan tertawa.

"Thanks My dear," jawab Panji menatap Tiara dalam-dalam.

"Kamu nggak usah repot-repot seperti ini. Aku memang suamimu sekarang. Tapi kamu sudah tahukan penjelasan semalam, Mrs. Tiara masih sekolah dan wajib sekolah sampai tamat SMU. Kamu nggak perlu melayani aku seperti layaknya istri kepada suami sampai benar-benar kamu dinyatakan lulus sekolah. Maksimal umurmu 17 atau 18 tahun. Setelah selesai pendidikanmu baru kita bicarakan hubungan ini. Karena masa itu kamu sudah dinyatakan sedikit dewasa. Mulai detik ini Aku akan berikan apapun keperluanmu, Tiara tinggal bilang aja." Panji menerangkan sembari menyodorkan makanan ke mulut Tiara.

"Gimana rasa seruitnya, enak nggak?" tanya Panji.

"Enak," Tiara menjawab dengan tersipu malu.

"Almarhum Pak Daril selalu menyuapi makan, apalagi kalau aku banyak proyek. Kadang males makan. Jadi beliau yang selalu duduk di sini bersamaku. Nah, sekarang gantian anaknya aku suapi. By the way, Siapa yang suruh kamu panggil aku Papa?" Panji menyuapi Tiara untuk yang kedua kali.

"Bunda Jaki semalam menemaniku tidur. Bunda mengajariku untuk belajar menjadi istri yang baik. Katanya kalau pagi buatkan kopi atau minuman yang husband suka. Bunda suruh aku panggil nama kesayangan untuk suami. Bunda beri aku pilihan, mau panggil Mr. Panji Papi, Papa or Daddy. So, I think "Papa" more better than other," kata Tiara sembari mengunyah makanan di mulutnya. Panji terlihat bengong mendengar ucapan yang keluar dari bibir manis Tiara.

Cinta Tiara Di Negeri MustanirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang