"Bangun, Tiara!"

225 35 26
                                    

"Tiara tidak butuh tangisanmu, Mr. Panji! Tiara butuh bangun dari tidurnya. Sudah tiga hari belum membuka matanya. Haruskah kucarikan dokter dari luar negeri untuknya, aku mulai khawatir," kata Fatih memandang Tiara lewat kaca pada ruangan ICU tubuh remaja itu dibaringkan tak sadarkan diri.

Panji terdiam, tubuhnya lemas. Mengingat kecelakaan tiga hari yang lalu, ingin rasanya tak terjadi. Seandainya Takiya tidak datang ke kantornya, tentu tidak akan ada tragedi seperti ini.

"Mr. Panji, bicaralah! Aku tidak tega melihatnya, what happend? Tiara bisa tertabrak mobil, mengapa anda tidak menjaganya baik-baik," ucap Fatih tidak puas dengan sikap Panji yang lemah.

"Fatih! Anak ingusan! Bicara pelan-pelan. Kalau tempat ini bukan rumah sakit, sudah kuhajar kamu!" seru Niko, tidak terima melihat tingkah Fatih terlalu kasar pada sahabatnya.

"Pukul saja! Aku tidak takut! Aku mau Tiara bangun dan sehat!" ketus Fatih menimpali, tidak perduli yang dihadapinya pria berotot juga jago karate.

"Sudahlah, jangan berisik. Niko dan kamu, Fatih. Aku mohon jangan menambah masalah Panji, ia sedang butuh support," ujar bang Rey asisten Panji, melerai keduanya.

Tidak jauh dari tempat duduk mereka, teman-teman Tiara juga ingin tahu kondisi Tiara yang belum ada kemajuan.

"Cedera yang sering dialami korban kecelakaan adalah gegar otak yang dipicu oleh benturan di kepala. Gegar otak dikatakan ringan bila gejala yang muncul dalam 2 jam pertama hanya berupa mengantuk. Dikatakan gegar otak sedang bila masih sadar tetapi merasa pusing, sedangkan gegar otak berat bisa menyebabkan korban mengalami kondisi koma," ucap Rahma bicara pada teman sebelahnya, Maya dan Aurel.

"Jangan bilang, kalau Tiara terkena geger otak berat. Kamu buat aku jantungan saja," sahut Maya.

"Iya, nih. Aku tahu kamu ambil jurusan perawat, tapi jangan begitu sama teman," lanjut Aurel turut mengomentari.

Dokter yang ada di ruangan ICU keluar setelah memeriksa Tiara, dan Fatih dengan cekatan mengikutinya dari belakang.

"Dokter! Dokter tunggu dulu!" Seketika dokter muda yang umurnya berkisar 31 tahun itu berhenti dan menyapanya. "Ya, ada apa?"

"Bagaimana kondisi terbarunya, Dok?"

"Kondisinya baik-baik saja, sekarang."

"Maksudnya, Dok?"

"Kami sudah melakukan yang terbaik, jadi kita tunggu hasilnya nanti."

"Lukanya tidak parah, kan?"

"Penanganan cepat dan tepat pasca kecelakaan sangat diperlukan saat ini."

"Kalau anda butuh darah dan sebagainya, tolong beritahu saya, Dok."

"Oh, Oke. Smart boy." Dokter itu tersenyum ke arah Fatih dan berlalu menuju ruangan sebelahnya.

Dengan langkah kurang semangat, Fatih mendekati kursi yang ada di dekat Panji. Niko agak kesal dibuatnya. "Mau apa lagi anak bau kencur itu, buat ulah saja."

"Biarkan, Nik. Dia pemuda yang bersemangat, aku suka melihatnya," bisik Panji kemudian.

"Menurutku anda pulang dulu ke rumah, mandi dan ganti baju. Makan dan tidurlah beberapa jam. Tiara butuh laki-laki yang kuat bukan lemah seperti anda sekarang," kata Fatih pelan.

"Biar aku dan teman-temanku menjaganya untuk sementara waktu, kalau anda sudah fit datang kembali ke sini. Dan kami akan pulang setelah anda datang." Fatih memandang Panji dalam-dalam, berharap pria yang ada dihadapannya mengikuti intruksinya, itu semua demi kebaikan Tiara, perempuan yang dicintainya.

Cinta Tiara Di Negeri MustanirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang