Pasien Baru

262 60 82
                                    


"Rehan! Ikut aku sekarang!" seru Panji memaksa teman dekatnya mengikuti perintahnya. Mendengar panggilan sang motivator itu segera Rehan mengekor di belakangnya menuju kamar Panji.

Setelah keduanya sampai kamar mewah nan elegan itu, Panji menutup pintu pada posisi terkunci. Rehan terpana untuk pertama kalinya masuk peristirahatan Panji yang cukup rahasia. Ruangannya sangat futuristik, ungu bercampur hitam berkesan romantis. Tembok dilengkapi cermin dan denah kayu dibelakang tempat tidur. Cermin-cermin itu merupakan cara jitu untuk menampilkan pencahayaan alami sehingga terlihat luas dan ada pantulannya. Di sudut lain kamarnya, ada rangkaian pola geometris yang membawa nuansa beragam gaya ke penjuru ruangan.

"Ada apa, Ji."

"Menurutmu apa?" Panji balik bertanya.

"Seputar pekerjaan, maybe," terka Rehan.

"No."

"Give up." Rehan mengangkat kedua tangannya memberi sinyal ketidaktahuannya.

"Baca itu! Kamu lihat yang ada dibingkai besar itu ada tulisan, tolong dicerna," ucap Panji dengan nada kesal. Rehan mendekati bingkai yang terpajang didinding kamar Panji, ada tulisan arab yang berbunyi:

Allah berfirman:

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan." (QS. Al Isro': 26-27).

"Aku tahu, kamu ingin membicarakan masalah pemborosan," kata Rehan sambil tertawa.

"Tidak ada yang lucu, oke!" balas Panji amarahnya memuncak, tubuh Rehan didorongnya hingga menempel di dinding.

"Dengar Rehan! Kamar ini tidak ada kamera atau CCTV. Aku sengaja melakukannya karena terlalu pribadi. Aku membawamu kemari agar tidak ada orang yang tahu masalah ini, mengerti!" Panji semakin menjadi, tubuh Rehan ditekan sekuatnya sampai temannya itu merintih.

"A... ampun Panji." Melihat Rehan meraung kesakitan Panji melepaskan cengkramannya.

"Kamu tahu, aku sudah sering menegurmu, kalau sudah kenyang jangan suka buang-buang makanan. Berulangkali bahkan aku lupa berapa jumlahnya. Sekarang aku benar-benar bosan, ingin rasanya aku memukulmu sekarang."

"Maaf, Panji."

"Tidak cukup dengan maaf, aku perhatikan apapun yang kamu makan snack atau cake hanya kamu gigit sekali, lalu ditinggalkan begitu saja. Kamu lihat di Afrika tengah, Kongo atau Palestina, mereka kelaparan dan kamu semaunya buang-buang makanan. Dan belum lagi makan siang, cicip sekali dan kamu buang ke tong sampah. Sekali lagi aku lihat kamu seperti itu lagi kuhabisi kamu, mengerti!"

"Please forgive me, Panji," rengek Rehan, memegang tangan kanan Panji, dengan cekatan Panji menghempaskannya, rasa kesal Panji belum hilang melihat tingkah Rehan selama ini.

"Jangan ingatkan aku pada para bangsawan di masa lampau, mengadakan pesta atau makan bersama dengan aneka ragam menu di atas meja. Setelah mereka kenyang, dimuntahkan kembali makanan itu, dan mencari menu yang belum mereka santap, aku tidak mau kamu diantara mereka, Han," ucap Panji lagi.

"Mulai senin dan kamis puasalah, supaya kamu bisa hargai makanan, aku marah karena aku sayang. Aku tidak membencimu sama sekali, tapi perbuatan kamu sangat tidak terpuji." Rehan mengangguk, raut mukanya pucat membenarkan setiap kalimat yang diucapkan sahabatnya itu.

Cinta Tiara Di Negeri MustanirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang