"Rupanya selama kepergianku banyak cerita tentang dirimu. Sekarang namamu terpajang di Majalah Woman Style," kata Panji bergeming sembari memegang majalah terkenal khusus untuk perempuan yang dikirimkan Sarah sahabatnya kemarin sore.
"Ya, Mom Sarah menawarkan. Kata beliau Papa tidak keberatan kalau aku jadi model busana terbarunya yang baru launching Minggu ini."
"Ya, aku memang izinkan dan sengaja aku suruh kamu menginap di rumahnya," Jawab Panji nampak puas dengan kerja keras Tiara.
"Aku cari souvenir yang berasal dari Rausch di Berlin. Ini buatan tangan dari para chocolatier harganya juga tidak terlalu mahal," kata Panji dengan cekatan mengambil salah satu miniatur bangunan berbalut cokelat untuk Tiara.
"Jangan... jangan, Pa. Lihat sayang kalau dimakan," Tiara menimpali sambil merebut cokelat dari tangan Panji yang baru sekecil dadu dipotong dan pemuda itu tetap meneruskan perbuatannya melahap cokelat sepuasnya.
"Aku beli cokelat untuk dimakan bukan untuk dipajang, Tiara."
"Papa, bolehkah aku tanya sesuatu?" tanya Tiara penuh makna.
"Please, talk."
"Apakah Papa kenal dengan perempuan yang bernama Takiya?" Mendengar pertanyaan itu Panji menghentikan acara makan cokelat dan serius memandangi wajah gadis belia yang sudah setengah tahun bersamanya.
"Kalian sudah lama saling mencintai, saling mengenal satu sama lain. Dan karena aku kalian berpisah?" tanya Tiara memancing Panji untuk membuka suara, namun Panji masih diam saja.
"Semudah itu anda meninggalkan kekasih Mr. Motivator. Anda tidak tahu perasaan wanita," ujar Tiara lagi meluapkan emosi yang dipendamnya dan Panji masih datar tanpa suara.
"Aku lihat Papa sangat perduli dengan orang lain. Menolong kesulitan mereka termasuk aku. Jika tidak ada aku pasti Papa sudah bahagia, iyakan? Mulai saat ini jangan mengurusku berlebihan, fokus pada keinginan dan harapan Papa selanjutnya," kata Tiara semangat menceramahi si tampan yang sedari tadi memperhatikannya.
"Papa, tolong jangan pernah katakan aku masih kecil atau belum dewasa. Aku sudah tahu yang namanya perasaan ..." ucap Tiara. Sebelum melanjutkan kalimatnya tanpa menunggu lama Panji meraih tubuh Tiara dalam dekapannya. Dilumat bibir tipisnya hingga remaja itu tidak dapat menghindar dari ciuman romantis untuk pertama kalinya. Rasa yang belum pernah terpikirkan seorang gadis mendapat kecupan hangat dan begitu terbuai dengan energi mistis yang merasukinya. Entah cinta atau sayang yang melanda. Namun ia tak kuasa mencoba meronta karena terlalu lama Panji menikmati pekerjaannya hingga pada akhirnya....
"Why cry?" tanya Panji sambil melonggarkan pelukannya dan Tiara hanya menggeleng."
"Enggak suka dicium, apa takut aku cium," ucap Panji lagi dan si cantik itu tertunduk dengan isak tangisnya.
"Itu tandanya kamu belum siap. Kedewasaan seseorang akan timbul seiring berjalannya waktu, Tiara. Aku dan Takiya memang saling mencintai. Kami bersepakat untuk menikah dan selalu gagal. Kami hanya manusia lemah tidak berdaya dengan keputusan takdir, apa yang kami rencanakan belum tentu terlaksana. Jodohku kamu ataupun Takiya aku akan menerimanya," lanjut Panji sembari mengusap air mata Tiara penuh sayang.
"Sekarang jawab dengan jujur, pernahkah aku bercinta denganmu?" tanya Panji kemudian.
"Maksud Papa, kita tidur di atas kasur tanpa sehelai baju dan bercinta melakukan adegan seperti yang ada di movie," jawab Tiara polos dan Pemuda itu tersenyum simpul mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tiara Di Negeri Mustanir
Roman d'amourCinta tak biasa yang dialami seorang gadis yang bernama Tiara . Dia menjalani hidup berbeda setelah kematian Ayahnya . Tinggal dilingkungan asing dan satu atap dengan pemuda yang belum pernah ditemuinya. Bagaimana kelanjutannya ..?