7. Sat Night or Sad Night?

369 72 27
                                    

[[Before you reading, I wanna say thanks to you all who are reading my story until this chapter. Thank you so much for reading it + comment & vote. Thank you for reading it + comment/vote. And also thanks to you who are reading it without comment/vote. Thank you All. Thank you so much. I love you.]]













Jam menunjukkan pukul 7.30 malam. Doyeom menyibak gorden kamarnya untuk yang ketiga kalinya. Masih bisa ia lihat, Ara tengah berdiri sendirian didepan rumahnya. Sudah sejak 45 menit yang lalu gadis itu ada di sana. Ia berdiri, berjongkok, berjalan mondar-mandir sendirian sambil sesekali melihat jam melalui layar ponselnya lalu menelfon seseorang. Entah siapa yang ia tunggu.



Penasaran, Doyeom lalu membuka jendela kamarnya dan berjalan ke pinggir balkon. Ia menyandarkan tubuhnya ke pagar pembatas dan memperhatikan Ara dengan seksama. Gadis itu terlihat bosan tapi tetap saja menunggu hingga sekarang sudah pukul 7.45 malam.



"YEOMYEOM!"




Doyeom sedikit tersentak karena Ara tiba-tiba berteriak memanggilnya. Doyeom tidak tahu sejak kapan Ara menyadari keberadaannya di balkon kamarnya. Doyeom mengatupkan bibirnya, sepertinya ia ketahuan sedang memperhatikan ya?



"YEOMYEOM!"





"I-iya?"




"Kamu ngapain disitu? Nggak belajar?"




Doyeom menggeleng pelan. "Nggak. Besok kan libur."



"Oh iya ya? besok minggu wkwkwk," kata Ara menertawakan dirinya sendiri. "Kamu berarti free sekarang?"




"Iya. Kenapa kak?"




"Temenin aku jalan, yuk!" Ajak Ara




Doyeom mengerutkan keningnya bingung. "Jalan? ke mana?"




"Ke mana aja."




Doyeom tidak menjawab. Pemuda itu menoleh ke dalam, berbicara dengan bundanya. Ia lalu masuk ke kamarnya setelah sebelumnya menggerakan tangannya, mengisyaratkan pada Ara untuk menunggu.




Doyeom mengikuti bundanya menuju  kamar mandi dekat dapur. Ia membantu bundanya yang kesulitan memperbaiki keran air yang mendadak sulit untuk dimatikan. Saat Doyeom sampai, air keran sudah memenuhi bak mandi dan meluap membanjiri lantai. Biasanya ayahnya yang bertugas memperbaiki keran, tapi karna ayahnya sedang dinas ke luar kota jadi Doyeomlah yang dimintai tolong oleh bundanya.



Setelah beres dengan keran air, Doyeom bergegas menaiki tangga ke kamarnya. Doyeom melihat dari jendela masih ada Ara menunggu diluar. Ia lalu mengganti celana tidurnya dengan celana jeans dan menyambar sembarang jaket dibalik pintu. Doyeom cepat cepat ke bawah dan meminta ijin bundanya untuk pergi jalan-jalan sebentar. Syukurlah, bundanya mengijinkan. Ia lalu memakai sepatunya dan pergi ke luar.










Sementara itu Ara diluar masih menunggu. Ia menundukkan kepalanya, menatap ujung sepatunya yang berdebu karena sedari tadi ia gunakan untuk menendang kerikil didekatnya. Ia mendongak ke arah balkom kamar Doyeom. Tidak ada Doyeom, jendela dan gordennya juga tertutup. Ara menghela nafas pasrah, sepertinya Doyeom juga tidak bisa menemaninya. Mau tidak mau, ia harus pergi sendiri.



Ara melangkahkan kakinya dengan gontai. Ia sebenarnya malas jalan sendiri. Tapi, ia juga malas di rumah sendiri. Papa dan mamanya pergi menjenguk teman mereka yang sakit. Adik-adiknya pergi menginap di rumah teman mereka masing-masing. Tinggal ia sendiri di rumah. Ia bosan sendirian. Semua temannya sibuk dengan keluarga atau pacar mereka. Tadinya ada seorang temannya yang mau mengajaknya pergi, tapi malah tidak jadi. Menyebalkan!





I Just Do __ Jeon Doyum [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang