20. Yang Tidak Terlupakan

154 31 15
                                    

--- 7 Tahun lalu. Doyeom kelas 4 SD---



"OY! JEON DOYEOM!"

Merasa terpanggil, Doyeom -yang baru saja hendak pulang ke rumah- membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang memanggilnya. Walaupun sebenarnya tanpa perlu melihatpun ia sudah tahu siapa.

"Apa?"

"Kenapa kamu ikut lomba itu? Bukannya aku sudah bilang kemaren buat nggak ikutan, hah?! Kenapa kamu malah daftar?" tanya anak yang tadi memanggil Doyeom. Si anak paling besar yang sepertinya adalah pemimpin dari 2 anak lainnya.

Doyeom menggeleng. "Bukan aku! Aku nggak ada daftar sama sekali. Guru Yoon yang memilihku."

"Ck! Terus kenapa kamu nggak bilang ke guru Yoon kalo kamu nggak mau ikutan lomba itu? Kenapa malah iya iya aja?"

"A-aku... Aku juga mau ikut lomba, aku mau menang," jawab Doyeom pelan. Ia lalu mendongak, menatap ketiganya dengan mata berbinar.

"Aku mau dapet piala! Kalo aku menang dan dapet piala, aku bakal jadi selevel sama kalian kan? Kalian pasti mau temanan sama aku nanti. Kita berempat bisa main bareng. Akhirnya aku nggak sendirian lagi, aku bakal punya temen."

"Dasar bodoh!" seru anak -yang berdiri di kiri Doyeom- disertai dengan jitakan keras dikepala.

Doyeom mengaduh sembari menyentuh kepalanya menggunakan 2 tangan. Ketiga anak itu lalu tertawa keras bersama. Mereka tertawa terbahak dengan mulut terbuka lebar. Doyeom berpikir mungkin saja lalat atau serangga yang lebih besar seperti lebah bisa masuk ke mulut ketiganya.

"Haduh... Aku keras banget ketawa sampe perutku sakit..."

"Hahaha air mataku sampe keluar nah saking ngakaknya."

"Ngakak banget, rahangku jadi sakit."

Doyeom bingung. Ia mengernyit tak suka.

"Heh! Bocah! Kamu ngomong apa tadi? Kalo kamu menang kamu bakal selevel sama kita? Kita bakal mau temenan sama kamu ntar? Kata siapa, ha?"

"Matahari belum tenggelam, jangan mimpi duluan, bangun! Kita bertiga nggak akan mau main sama kamu ya, cih!"

"Iya, bener. Nggak sudi kita-kita main sama anak bodoh kaya kamu! Udah bodoh, jelek lagi, hih!

Doyeom menunduk. Tangannya mengepal. Ia tak suka dikatai seperti itu. Ia hanya ingin berteman, tapi kenapa mereka begitu?

"Kalo aku bodoh, nggak mungkin guru Yoon milih aku buat jadi perwakilan,"

"Hah? Apa?"

"Aku bilang, kalo aku bodoh, nggak mungkin guru Yoon milih aku buat jadi perwakilan lomba. Pak guru harusnya milih salah satu diantara kalian, ya kan?"

"Maksudmu apa? Kamu ngatain kita lebih bodoh dari kamu gitu? Kamu ngerasa lebih pinter karna terpilih jadi perwakilan? Iya? Ha?!" tanya anak yang ditengah sembari melangkah maju dan mendorong pundak Doyeom berkali-kali, membuat Doyeom mau tak mau melangkah mundur ke belakang hingga langkahnya terhenti karena punggungnya membentur tembok.

Doyeom tersenyum lebar. "Bukannya emang gitu ya?" ujarnya dengan wajah polos.

Perkataan Doyeom jelas membuat anak-anak itu kesal. Salah satunya menarik kerah baju Doyeom dan mendorongnya hingga jatuh tersungkur ke lantai. Lalu seperti sedang bermain bola, mereka menendang-nendang tubuh kurus Doyeom bergantian. Sementara Doyeom berusaha melindungi kepala dan wajahnya dengan kedua lengannya.


I Just Do __ Jeon Doyum [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang