17. Sunday Monday

226 49 29
                                    

"Selamat pagi, sayangku!"

Ara sedikit terlonjak mendengar seruan yang ditujukan padanya. Dirinya sedang lari pagi sambil mendengarkan musik menggunakan earphone, ketika Doyeom tiba-tiba muncul dari belakang dan menyapanya.

Ara otomatis menghentikan kegiatan larinya. Perlahan ia menyentuh dada bagian kirinya dengan kedua tangan, berusaha mengatur laju detak jantungnya. Ini memang sudah beberapa hari sejak mereka resmi berpacaran. Tapi, Ara masih belum terbiasa dengan panggilan yang diberikan Doyeom. Lelaki itu memanggilnya sayang dengan nada suara yang lembut dan senyuman yang kelewat manis.

Hari-hari Ara di rumah memang dipenuhi dengan orang-orang yang manis. Kedua adiknya –Junhyuk dan Euiwoong- adalah anak laki-laki paling manis menurutnya, begitu juga papanya. Walau terkadang menyebalkan, mereka tetaplah yang termanis bagi Ara.

Tapi, setelah mengenal Doyeom, Ara sadar ada anak laki-laki lain yang jauh lebih manis dari kedua adiknya. Anak laki-laki itu adalah dia, Jeon Doyeom, kekasihnya. Bahkan ketika lelaki itu diam tanpa melakukan apapun, ia akan tetap terlihat manis.

"Kak? Kenapa berhenti?" tanya Doyeom. Ia ikut menghentikan larinya dan menatap Ara dengan bingung.

Ara menggelengkan kepalanya cepat. "Ah? Nggak, nggak apa-apa. Ayo lari lagi," katanya lalu mulai berlari seperti sebelumnya.

"Tumben jogging, kak? Biasanya nggak pernah?"

Ara mendelik. "Kata siapa nggak pernah? Aku sering jogging kok!"

Doyeom mengangkat sebelah alisnya. "Masa sih? Kapan? Kok aku nggak pernah liat?"

"Ya... Iya... Emang nggak pernah liat. Karena aku sering jogging-nya dulu, sebelum kamu pindah."

Doyeom manggut-manggut mendengar jawaban Ara. Manik matanya lalu tanpa sengaja menangkap sesuatu yang menarik yang berada di pinggir taman. Tanpa pikir panjang, Doyeom langsung menggenggam tangan kanan Ara dan membawa gadis itu untuk menghampiri sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Es krim?" Ara menautkan kedua alisnya melihat Doyeom yang sedang memesan es krim. Badannya yang cukup tinggi, membuatnya menonjol diantara pembeli lain yang rata-rata adalah anak-anak kecil.

Pandangan Ara fokus memperhatikan paman penjual es krim yang sibuk membuatkan pesanan para pelanggan. Mengambil es krim berbagai rasa dengan scoop, menuangkan coklat cair, lalu menaburkan berbagai macam topping diatasnya.

Pandangan Ara lalu turun ke tangannya yang masih digenggam Doyeom. Kekasih barunya itu bahkan tidak melepas tangannya walau beberapa kali anak-anak kecil disekeliling mereka menggodanya. Paman penjual es krim juga ikut menggoda ketika es krim pesanannya jadi, tapi Doyeom hanya menanggapinya dengan senyuman.

Ara sedikit kebingungan ketika Doyeom mengajaknya pergi padahal baru satu mangkuk es krim yang ia pegang. Seingat Ara, lelaki itu memesan 2 tadi, bukan 1.

"Loh? Kok cuma 1? Buat aku mana?"

"Ini, kita makannya bareng-bareng," jawab Doyeom.

"Nggak boleh makan es krim banyak-banyak, masih pagi. Nanti sakit perut," tambahnya.

Ara mengangguk-angguk setuju. Benar juga. Ia belum sarapan, mana boleh makan es krim banyak-banyak. Tapi, alisnya kemudian terangkat saat hanya melihat 1 sendok es krim di mangkuk.

"Sendok mana? Kok cuma 1?"

"Iya emang dikasihnya cuma 1,"

"Loh? Terus aku gimana makannyaaa?"

I Just Do __ Jeon Doyum [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang