Yuhu~ ayem bek teman-temanku sekalian❤️
Yang udah nunggu cung coba :v
Happy reading!^^
~°~°~
Aku menghela napas dan menarik koper secara perlahan. Langkahku terasa berat begitu keluar dari bandara. Sejak keberangkatan dari Jepang ke Korea Jisoo Oppa tak bicara. Ia sesekali melihatku, tampak seperti ingin bertanya tapi mengurungkan niatnya dan menatap gumpalan awan putih yang begitu indah dari jendela pesawat. Hingga saat ini, ia belum mengajakku bicara.
Kepalaku tiba-tiba saja terasa pening, seperti baru dihantam sesuatu yang keras sehingga aku menghentikan langkah secara mendadak. Jisoo Oppa yang berjalan di sampingku lantas ikut berhenti. Ia menyentuh bahuku, membuatku langsung menoleh ke arahnya.
"Kau kenapa?" tanyanya khawatir.
Aku menghela napas dan menggeleng. "Aku baik-baik saja."
Matanya memicing. "Bohong."
"Memang bohong," sahutku pada akhirnya, "aku pusing."
"Kalau begitu tunggu saja di sini. Biar aku yang ke parkiran dan membawa mobil ke tempat drop off."
Belum sempat mengungkapkan rasa keberatanku, ia sudah lebih dulu pergi. Meninggalkanku beserta kopernya. Mau tak mau, aku mengambil-alih kopernya dan membawanya ke tempat drop off yang untungnya sangat dekat. Tak butuh waktu yang lama juga baginya mengambil mobil.
Ia turun dari mobil dan membuka bagasi. Aku menyeret koper menuju bagasi dan hendak mengangkatnya. Tapi, tangannya sudah lebih dulu menjegalku sehingga aku mengurungkan niat.
"Wajahmu pucat. Masuk saja duluan, biar aku yang urus kopernya," ujarnya.
"Tapi-"
"Aku bisa sendiri. Jangan mencoba mendebatku karena aku tidak ingin kau tumbang dan masuk rumah sakit lagi seperti waktu itu. Mengerti?"
Nada bicaranya yang biasa lembut berubah tegas. Dari raut wajahnya aku tahu kalau ia benar-benar khawatir dan mencoba menahan diri untuk tidak panik. Karena aku juga sudah pernah mendengarnya mengoceh panjang lebar untuk pertama kalinya di rumah sakit, aku memutuskan untuk menurutinya. Bisa bahaya kalau dia mengoceh lagi. Bukan karena aku tidak ingin mendengarnya, tapi aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan dengan ritme cepat itu.
Hanya selang beberapa menit Jisoo Oppa sudah menyusulku. Ia duduk di bangku kemudi dan langsung melihat ke arahku sebelum melakukan hal lain. Ia menatapku lekat, membuatku berdebar tak karuan ketika punggung tangannya menyentuh dahiku.
"Apa mual lagi?" tanyanya khawatir.
Aku menggeleng pelan. "Hanya pusing. Suhu tubuhku normal kan?"
"Hangat," ujarnya, "tapi tidak begitu parah. Mau pergi ke dokter?"
Aku buru-buru menggeleng. Setelah muntah-muntah di pagi buta itu aku tak bisa tidur memikirkan segala kemungkinan yang terjadi jika aku pergi ke dokter. Bisa-bisa aku jadi gila karenanya! Aku takut menjalani pemeriksaan. Aku takut untuk mengetahui penyebab rasa mualku.
Sungguh, aku sudah terlambat datang bulan! Aku juga tidak tahu waktu itu melakukan apa saja dengan Jisoo Oppa. Ohh Tuhan, rasanya aku ingin mati saja!
Bagaimana jika aku hamil?
Bagaimana caraku memberitahu appa dan eomeoni tanpa membuat mereka salah paham?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother in Law [Seventeen Imagine Series]
Short StoryHighest rank - #36 on Short Story 180818 #7 Imagine "Aku akan tetap tinggal. Aku tidak tega meninggalkan (y/n) sendirian di rumah. Abeoji, tolong biarkan aku menjaga (y/n) seperti apa yang Yoora inginkan." Kalimat itu merubah segalanya. Kalimat itu...