Seorang gadis cantik berjalan tertatih dengan pakaiannya yang sudah lusuh dan sangat kotor.
Kakinya yang putih mulus bak porselen itu, harus menerima nasib tak memakai alas kaki sehingga kulit telapak kakinya kemerahan karna panas aspal yang menyengat kulitnya. Tapi, itu semua tak menyurutkan semangat gadis itu untuk tetap sampai di tempat tujuannya.
Buliran keringat yang mengalir di pelipisnya, berhasil dia seka dengan punggung tangan sambil menghela nafasnya kasar.
Lelah. Nyatanya jarak yang dia tempuh sangat jauh. Masih tinggal beberapa puluh meter lagi untuk sampai di tempat tujuannya. Tapi, tak ada pilihan lain, gadis itu tak punya uang sepeserpun untuk sekedar naik angkutan umum.
Dia hanya gadis miskin yang bekerja serabutan. Menjadi buruh cuci piring di sebuah kedai kecil dan tukang sapu di jalanan yang dibayar dengan gaji minim. Kehidupannya sangatlah kekurangan. Jangankan untuk naik angkutan umum, untuk makan sehari-hari pun susah.
Dengan wajah penuh keringat. Gadis itu terus berjalan menapaki aspal melawan sengatan panasnya."Aww!" terdengar ringisan dari bibirnya yang mungil. Ternyata, kakinya yang tak kalah malang seperti dirinya, tak sengaja menginjak kerikil tajam sehingga darah segar menetes dari telapak kakinya.
Air mata mengalir di sudut matanya. Tapi, cepat-cepat dia hapus kasar. ini hanya luka kecil, jangan cengeng, Flow.
Dia Rose Flower. Gadis cantik berusia 18 tahun yang hanya hidup bersama ayahnya yang sudah terbaring dirumah sakit 5 tahun lamanya dan seorang kakak perempuannya.
Saat sedang bekerja. Flower mendapatkan telepon dari dokter yang selama ini menangani ayahnya di rumah sakit. Dokter itu memberitahukan padanya jika ayahnya sedang kritis.Tak berselang lama, Flower sudah sampai di rumah sakit. Banyak orang yang menatapnya iba, tapi ada juga yang menatapnya jijik. Tapi, dia tak peduli. Dia membalas mereka dengan senyuman cantik yang selalu setia menghiasi wajah ayunya.
Flower tidak pernah mengambil hati apa yang orang katakan tentangnya. Baginya, hidupnya di dedikasikan hanya untuk berjuang dan berjuang demi kesembuhan ayah yang sangat dicintainya itu.
"Permisi ...," ucapnya saat membuka sebuah pintu ruangan dokter spesialis kanker otak di rumah sakit itu. Dengan senyumannya yang tak pernah luntur, Flower masuk setelah dipersilahkan dan duduk di kursi yang berseberangan dengan dokter itu.
"Flow! Astaga, apa yang terjadi padamu, Sayang?" tanya Dokter itu kaget-melihat tampilan Flower yang sangat acak-acakan itu. Baju yang lusuh dan kotor. Wajah yang memerah bersimbah keringat, ditambah kakinya yang putih mulus itu telanjang tanpa alas kaki.
"Tidak apa-apa, Dokter. Semuanya baik-baik saja," jawabnya dengan nafas yang masih sedikit ngos-ngosan. "Ada apa dokter? apakah ada perkembangan tentang ayah saya?" lanjut Flower mengalihkan perhatian dokter itu. Dokter pria itu hanya tersenyum, lalu bangkit mengitari meja dan mengusap lembut puncak kepalanya.
"Kau putri yang sangat luar biasa . Aku kagum padamu."
Tidak mengerti dengan maksud perkataan dokter itu, Flower hanya menanggapinya dengan senyuman dan anggukan. Saat ini, kondisi Ayahnya lebih penting.
"Begini Flow. Kankernya semakin ganas saja. Saat ini kondisi ayahmu drop. Tuan Scott kritis!" kali ini, ucapan dokter itu membuat Flower menutup mulutnya dan menggeleng pelan-tak percaya.
"Kita harus segera melakukan operasi. Bahkan harus malam ini atau besok. Hanya menunggu tekanan darahnya stabil dan persetujuan darimu," ucap dokter itu sambil menghela nafasnya sejenak-prihatin.
"Kita tak bisa menundanya lagi, Flow. Atau ayahmu tak bisa kami selamatkan!"
Untuk kali ini, dokter itu menggenggam erat tangan Flower. Mencoba memberi semangat dan kekuatan pada gadis muda yang sudah menanggung tanggung jawab besar di usia yang boleh dikatakan belia.
"Kumohon, Dokter, selamatkan ayahku. Hanya dia yang kumiliki dalam hidupku," lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Sudah lebih dari 5 tahun, dirinya berjuang mati-matian untuk pengobatan ayahnya. Berharap ayahnya bisa sembuh dan bisa berkumpul kembali. Dan kali ini, dokter justru memvonis , seakan perjuangannya selama 5 tahun akan berakhir sia-sia. Ayahnya akan tiada.
Dokter itu mengangguk. Sekali lagi meremas lembut tangan gadis rapuh, pejuang keras dalam genggamannya.
"Tentu. Namun, biayanya lebih besar dan harus kau lunasi. Kau tidak bisa mencicil seperti sebelumnya. Karna Operasinya harus di lakukan di rumah sakit pusat."
"Kira-kira, berapa biayanya, Dokter? saya akan mengusahakannya, bagaimana pun caranya. Tapi, saya mohon selamatkan ayah saya."
Dokter itu mengangguk. Dia tahu, Flower sangat mencintai ayahnya. Tapi, dari mana Flower akan mendapatkan uang sebanyak itu.
"Sekitar 200 juta, Flow!"
Flower menganga. Itu jumlah uang yang sangat mustahil dia dapatkan walaupun, dia harus bekerja 24 jam sekalipun.
Dokter itu mengerti keterkejutan Flower. Memang akan sangat mustahil dengan kondisi ekonomi gadis malang itu.
"Bagaimana, Flow? Aku tau kau akan sangat kesulitan. Apa kita batalkan saja operasinya?" Flower menggeleng kuat, dia menatap dalam dokter di depanya.
"Tidak, Dokter. Lakukan saja! Tapi, beri saya waktu 3 hari. Saya akan melunasinya segera. Saya janji. Dokter harus melakukan yang terbaik untuk ayah saya. Saya janji, dalam 3 hari saya akan memberikan uang itu, saya janji."
Flower menyatukan kedua telapak tangannya. Dia sangat berharap dokter akan memberikan dia keringanan seperti sebelumnya. Ayahnya harus sembuh, dan Flower akan melakukan apa pun untuk itu.
"Baiklah. Waktumu 3 hari saja oke? Ingat. Jangan bertindak gegabah. Jaga dirimu baik-baik!" Flower tersenyum lebar. Sejak dulu, dokter itu memang selalu menolongnya."Terima kasih banyak, Dokter ...," ucapnya dengan berbinar dan dokter itu mengangguk.
Flower pamit dari ruangan itu. Dia melangkah menuju ruangan di mana ayahnya selama 5 tahun terakhir dirawat. Di sana, terlihat pria paruh baya yang hanya tinggal kulit membungkus tulang-tulangnya yang menonjol.
Pria yang dia panggil ayah itu, terbaring lemah dengan alat-alat yang menunjang kehidupannya.
Flower terisak. Air matanya mengalir begitu saja saat melihat nasib ayahnya yang sangat tragis. Dengan penyakit ganas yang setiap detik setia menggerogoti tubuh lemah ayahnya, membuatnya semakin tidak tega.
Tangannya menyentuh kaca bening di depannya. Dia juga tak bisa memeluk tubuh kurus itu, karna ruangannya yang terisolasi tak sembarang orang bisa masuk. Hanya sebatas dokter dan perawat saja.
Flower menggerakkan jemari lentiknya yang dihiasi oleh beberapa bekas luka kecil karena beratnya pekerjaan yang ditekuninya tiap hari. Flower hanya bisa menyentuh tubuh ayahnya di dalam sana, lewat kaca transparan pembatas ruangan itu dan berbicara tanpa bisa di dengar dekat oleh ayahnya.
"Ayah, tenanglah. Ayah hanya perlu semangat untuk sembuh dan sehat untukku. Aku baik-baik saja. Aku akan melakukan apa pun, asal ayah sehat dan kita kembali berkumpul bersama ...."
Sudut matanya kembali deras oleh air mata melihat kondisi ayahnya di dalam sana. Entah apa yang akan terjadi dalam hidupnya selanjutnya?
"Aku akan berjuang untuk ayah. Ayah harus berjanji akan berjuang demi aku. Kita berjuang bersama-sama. Aku sangat menyayangi, Ayah. Maaf Aku pergi dulu. Ayah baik-baik di sana, Dahhh .... "Flower melambaikan tangannya. Berbalik pergi dari rumah sakit. dan entah dari mana, Flower akan mendapatkan uang sebanyak itu. Dia hanya tahu, Tuhan pasti akan membantunya.
***
Revisi guys 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOLA RANJANG (21+) - Sudah Terbit
Romance⛔Hanya tersedia dalam versi cetak dan Karyakarsa⛔ konten dewasa (21+). " Flower sudah mati! yang berdiri di hadapanmu, wanita bernama Shaylenna yang liar dan panas diranjang... " Rose Flower. Gadis 19 tahun berparas cantik, anggun dan lugu. Bekerja...