"Gila ya, baru kejual 15 bungkus nih" keluh Egi pada Rafa dan Raka saat mereka berjalan ke kantin.
"Ngana kemana aja selama dua bulan ini, hm?" Jawaban dengan suara lembut namun tegas khasnya Raka. Rafa hanya tersenyum melihat Raka memarahi Egi seperti ini.
"Yaa, kalo ga main game pasti main gitar. Lo lupa?" Jawaban ketus Egi membuat Raka menahan dirinya untuk tidak bertambah emosi.
"Lo tuh gabisa manfaatin keadaan, Gi" kini giliran Rafa yang berpendapat.
"Nah iyaa, terlalu sibuk dengan musik dan game sih orangnya, Raf" balas Raka.
"Manfaatin keadaan gimana sih, kalian pikir gue lagi di culik apa gimana sih?" Tanya Egi tidak paham dengan pemikiran kedua temannya itu.
"Ganteng sih, Ka. Tapi bego" Rafa berkata seraya menggelengkan kepalanya. Raka yang amat sangat mengerti mengangguk mengiyakan ucapan Rafa.
"Heu sianjir, sarap" balas Egi lalu berjalan mendahului keduanya.
"Bi, Holi ditambah susu coklat yaa satu. Esnya yang banyak" pesanan Egi pada ibu yang berdagang minum di sekolah itu.
"Minumnya yang begitu sih, pantesan tinggi terus manis" bisik perempuan yang suaranya masih bisa di dengar dengan jelas oleh seorang Egi Mahesa.
"Emang harus begini, biar tumbuhnya ga sia-sia" balas Egi tanpa menatap perempuan-perempuan itu.
Setelahnya, Egi mendengar perempuan-perempuan tadi heboh seolah mereka baru saja mendapatkan undian yang bernilai besar. Ya dia sih ga sadar aja kalo perempuan-perempuan itu begitu karna responnya seorang Egi Mahesa.
"Duluan ya, kak" dengan sopan dan lekukan bulan sabit di bibirnya, Egi berpamitan pada perempuan-perempuan tadi yang dia tau adalah kaka kelasnya. Kemudian membalikan badan dan mencari keberadaan teman-temannya.
Bukan hal yang sulit untuk menemukan dua mahluk berbatang diantara ratusan wanita, karna baru saja dua langkah berjalan, Egi sudah menemukan keberadaan temannya itu. Saat sedang berjalan, dari arah berlawanan dia melihat seorang gadis yang dia yakin akan menuju ke arahnya. Ketahuilah, bahwa tatapan dan senyum wanita saat bahagia itu terlihat sangat jelas dimata pria.
Satu
Dua
Tiga"Ehm, Egi" ucap gadis itu terlihat gugup.
'ga salah kan gue' batin Egi berbicara.
"Eh iyaa, ada apa?" Tanya Egi sambil memamerkan senyumnya.
Senyum yang membuat lawan bicaranya merasa semakin gugup."Gu gu... gue bawa makanan buat Lo, ya ga seberapa sih tapi semoga Lo suka" terdengar cepat sekali di telinga Egi. Namun gadis itu menyodorkan sebuah tempat makan berwarna biru muda pada Egi.
'Oh ngasih makanan dia' batin Egi baru mengerti. Egi mengangguk.
"Engga ah, gue berasa ngerepotin Lo kalo kaya gini. Lagian nanti balikin tempat makannya gimana?" Tolak Egi dengan halus namun menerima tempat makan itu.
"Justru Lo ngerepotin gue kalo Lo ga nerima itu. Gausah di balikin, gue masih punya banyak tempat makan ko" balas gadis itu dengan tenang, lebih tenang dari sebelumnya.
'Punya banyak tempat makan? Ohh, dia yang punya pabriknya kali ya' batin Egi berbicara lagi dengan anggukan.
"Gue duluan ya, Gi" gadis itu senyum sesaat lalu membalikan badan meninggalkan Egi.
'Eh ko balik sih'
"Makasihh yaaaaa" teriak Egi, gadis tadi berbalik lalu senyum kemudian kembali melangkahkan kakinya.
Egi berjalan menenteng tempat makan dari gadis itu. Dari jauh saja Egi sudah melihat wajah tengil dari kedua temannya. Egi menarik nafas, dia harus siap-siap menerima ledekan seperti biasa setelah gabung bersama teman-temannya itu.
"Ciheee baru lagi nih yee"
Belum duduk saja Egi sudah mendengar ledekan bernada tengil itu."Cantik yaa, Gi ya. Dobel terus Lo mah dapetnya" rengek Rafa pada Egi yang baru saja mendudukkan tubuhnya di depan mereka.
"Heu sirik aja kalian" jawaban yang sudah bosan mereka dengar dari mulut seorang Egi Mahesa.
"Monmaap nih ye, gue sih ga sirik. Cuma kesian aja mereka belum tau gimana begonya Lo, Gi" ucap Raka sambil cekikikan.
"Udah sirik ketawanya kaya kunti lagi lo"
Mereka semua tertawa.
Tawanya membuat penduduk sekolah berdiam diri tak berdaya melihat suguhan terindah tuhan pada saat istirahat begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Senja
Подростковая литератураSalma, wanita yang selalu jatuh cinta pada pesona senja. Entah dari bagaimana senja datang, hingga pada saat bagaimana senja membuat langit menjadi penutup hari yang begitu indah. Meski pada kenyataannya, senja membawa gadis itu kepada langit berhia...