Bagian 11

500 37 0
                                    

Setelah menyuruh Salma untuk tidur, Egi mengalihkan pandangannya pada jalanan. Dia memperhatikan jalan dengan segala pikirannya. Bagaimana dia bisa secepat ini jatuh cinta pada gadis seperti Salma. Wanita yang melihat dirinya biasa saja, wanita yang tidak seheboh wanita lainnya saat berada di dekatnya, wanita yang tidak pernah mencari perhatian pada dirinya namun sudah berhasil membuat dirinya memberikan perhatian yang lebih.

Tidak ada yang salah dalam cinta pandangan pertama. Hanya saja ini asing untuk seorang Egi Mahesa. Ketakutan mulai bermunculan dalam hati dan otak Egi. Takut jika pada akhirnya dia melukai gadis itu. Dia memang ingin menghilangkan kesedihan dalam mata Salma. Namun dia takut jika kehadirannya akan membuat Salma lebih larut dalam kesedihan. Kehadiran wanita-wanita yang tidak pernah Egi duga dalam kehidupannya, takut membuat Salma merasa tidak nyaman. Dia tau, bahwa luka yang diciptakan perlahan, akan lebih terasa menyakitkan. Namun bagaimana?, Keinginannya untuk berada di samping gadis itu lebih besar dari ketakutannya.

Perasaan Egi tidak bisa di sebut dengan rasa penasaran. Rasa penasaran tidak akan berlebihan seperti ini. Ini jelas perasaan ingin memiliki. Egi jelas sadar, bahwa tidak boleh ada hubungan yang hanya memikirkan diri sendiri. Resiko dalam setiap hubungan adalah harus bekerja keras untuk saling memahami, saling mengerti, saling mempertahankan. Bukan hanya perihal membesarkan ego ingin memiliki.

Biarlah bagaimana kedepannya terjadi, yang jelas semesta sedang memberikan izin pada seorang Egi Mahesa untuk mengenal lebih jauh seorang Salma Amanda.

Egi memejamkan matanya, menghilangkan pikiran dan ego untuk Salma. Pada awalnya dia memang tidak berniat untuk tertidur, namun perjalanan yang tenang dan musik yang menemaninya mampu membuatnya terlelap hanya dalam beberapa menit.

Setelah satu jam Egi tertidur, sekarang dia kembali bangun dan sudah berada di tempat wisata yang sedang dikunjungi sekolahnya. Langitnya begitu cerah, seperti wajah Salma yang kini sedang dia perhatikan. Tawanya Salma mampu membuatnya tersenyum tanpa alasan. Dia tidak ingin mengganggu kebahagiaan Salma bersama sahabat-sahabatnya, meski dalam hatinya dia ingin sekali bisa berduaan seperti sebelumnya.

Karna Salma adalah wanita yang begitu perasa, dia bisa merasakan bagaimana dia begitu di perhatikan oleh sepasang mata. Salma hanya tersenyum saat matanya menangkap mata sosok Egi yang kini sedang menatapnya. Tidak ada risih sama sekali seperti sebelumnya dalam diri Salma saat Egi memperhatikan setiap gerak-gerik Salma.

Merasa lelah untuk mengabadikan momen bersama sahabatnya, Salma memisahkan diri dan duduk di bebatuan yang berada di sekitar mereka. Dia tersenyum melihat bagaimana sahabatnya begitu ceria seolah tidak merasakan beban percintaan seperti dirinya.

Salma mengambil benda pipih dalam sakunya berniat untuk mengambil foto pemandangan yang ada di depannya. Satu foto berhasil dia dapatkan. Ketika akan membuat foto yang kedua, pesan yang masuk dari Egi membuatnya mengurungkan niat untuk kembali membuat foto.

Mahesagi
Kenapa duduk?

Iya nih, lelah

Mahesagi
Mau saya temani?

Gausah, aku lagi liat senja

Egi tertawa membaca pesan Salma. Karena, sekarang masih terlalu siang untuk melihat kehadiran senja.

Mahesagi
Terlalu dini untuk langit menjemput senja, Salma Amanda

Aku bahkan pernah menemui senja saat pagi hari

Jawab Salma membuatnya tersenyum mengingat bagaimana Salma jatuh cinta pada pandangan pertama kepada pesona seorang Egi Mahesa.

Mahesagi
Kamu hebat, Sal. Bisa melihat apa yang tidak bisa orang lihat

Salma kemudian mengarahkan pandangannya pada sosok Egi yang dia lihat sedang menahan tawanya.

Itu karna kamu, Egi Mahesa.

Kini, giliran Egi yang mengarahkan pandangannya pada Salma.

Mahesagi
Maksudmu?

Senja yang aku maksud, itu kamu.

Sedetik setelah Egi selesai membaca pesan itu, mata mereka bertemu. Egi berusaha mencari penjelasan lewat mata Salma. Namun nihil. Yang dia lihat hanya kepedihan. Keduanya melemparkan senyum, berharap semesta mengehentikan waktu meski hanya sesaat.

"Sal, minta minum" suara Riana membuat waktu yang sempat Egi dan Salma hentikan kembali bergerak.

"Astagfirullah kaget, Ri" jawab Salma cepat. Kemudian menyodorkan sebuah botol air mineral pada Riana.

"Yaa maaf, abisnya Lo ngelamun mulu sambil senyam-senyum daritadi" ucap Riana cengengesan seraya mengambil alih botol tersebut, kemudian meminumnya.

"Lo ga mau ikut foto kelas, Sal?" Tanya Riana.

"Gue disini aja"

"Ngapain sih disini?"

"Jatuh cinta pada senja" jawab Salma tanpa melihat Riana.

"Masih kelas sepuluh udah main cinta-cintaan" ledek Riana.

"Kaya yang engga aja Lo" jawab Salma tertawa.

Riana membalas ucapan Salma dengan cengiran khasnya. Kemudian duduk di sebelah kanan Salma.

"Loh ngapain duduk?"

"Mau dengerin yang jatuh cinta cerita"

"Emang gue bilang gue mau cerita?"

"Engga sih"

"Terus ngapain, Ri?"

"Basa-basi doang, Sal. Ah elah gimana sih" jawab Riana sambil menyenggol lengan Salma.

"Awas basi beneran loh" ledek Salma sambil pergi meninggalkan Riana yang masih tertawa.

"Sal, tungguin ih" Riana bicara sedikit berteriak, kemudian menyusul Salma. Kemudian mereka kembali ke dalam bis.

Sesampainya di ambang pintu bis, Salma melihat sosok Egi sudah duduk manis di kursi miliknya. Menggunakan earphone dengan wajah yang disandarkan pada kursinya. Alunan musik klasik yang sedang di putarnya membuat dirinya memejamkan mata menikmati.

'tidur aja ganteng banget' ucap Salma sebelum duduk pada kursinya.

Sesaat setelah Salma melemparkan tubuhnya pada kursi yang menjadi miliknya, handphonenya bergetar lama menandakan ada telepon. Kemudian tersenyum melihat siapa yang menelepon dia. Nama Egi tertera dalam layar yang ikon warna hijaunya sudah ingin segera di pergunakan. Tidak butuh waktu lama, Salma mengangkat telpon itu.

"Saya emang lebih ganteng kalo lagi tidur, Sal"





*****
Hmm, sepertinya aku jatuh cinta pada sosok Egi Mahesa yang aku ciptakan sendiri wkwk.

Tinggalkan jejak ya, syg.
Makasih😘

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang