Bagian 17

389 23 0
                                    

"Gimana, Sal?"

Salma sadar dengan apa yang telah diucapkannya tadi.

"Yaa sayang aja gitu, sekarang gue ada ulangan harian. Tapi gue malah ada disini" ucap Salma sambil menatap mata Egi dengan intens.

"Sama lo" sambung Salma.

"Kamu ga suka saya ada di sini?"

"Eh bukan gitu, Egi"

"Terus, gimana?"

"Ya gitu pokonya"

Egi hanya mengangkat sebelah alisnya menandakan bahwa dia tidak mengerti apa yang di maksud dengan ucapan gadis didepannya ini.

"Ya gue seneng lo ada disini. Meskipun gue tau perempuan lo pasti marah kalo dia tau lo disini sama gue"

"Perempuan?" Tanya Egi tidak mengerti.

Salma menatap Egi tanpa niat untuk menjawab pertanyaan Egi yang menurutnya pernyataan yang Salma berikan itu tidak butuh sebuah pertanyaan kembali.

Suasana hening kembali.

Luka kemarin membuat Salma susah untuk menarik nafas saat ini.

Dia tau, Egi adalah penyebab semua ini. Tapi kenapa dia menyuruh Egi untuk memasuki UKS dan menemaninya seperti ini. Ada rasa senang memang. Hanya saja, waktu kembali membuat Salma tersadar akan kenyataan dengan sangat cepat.

"Woi, Gi buruan masuk kelas. Pak Dimi udah mau masuk kelas" teriak Raka tiba-tiba di ambang pintu UKS menyadarkan keduanya dari lamunan yang membingungkan.

"Sal, saya ke kelas dulu ya" pamit Egi.

Salma hanya membalasnya dengan senyum dan anggukan kecil.

"Cepet sembuh. Sakit ga cocok untuk perempuan semanis kamu" ucapnya sambil tersenyum. Kemudian meninggalkan Salma dan tatapan tidak mengertinya.

Tinggalah Salma dan suara degup jantungnya yang terdengar tanpa ritme yang jelas. Cepat. Secepat dia jatuh hati pada Egi pada hari pertama sekolah.

                                                     *****
"Sal, buruan sini make up" teriak Citra menyadarkan Salma yang sedang memperhatikan senja.

"Yang lain dulu aja, Cit. Gue belakangan aja" jawab Salma tanpa semangat.

Citra hanya membalasnya dengan tarikan nafas sebab Salma menjawabnya dengan suara lesu dan tanpa melihat wajahnya.

"Senja, untuk kesekian kalinya aku minta maaf. Minta maaf telah menjadikanmu tempat berkeluh kesah. Padahal kau tampak indah. Masih sama seperti biasanya. Ceritaku selalu tentang lelaki itu. Kau tau dia ada dimana, kan? Posisimu pasti lebih mudah untuk melihat keberadaannya bukan?. Aku rindu. Rindu melihat sosoknya meski hanya dari belakang. Rindu melihat senyumnya meski bukan untukku dan bukan pula aku pencipta tawanya. Ini lucu sekali, bukan?. Kita bahkan satu atap di sekolah, namun untuk bertemu saja rasanya sulit. Jangankan untuk bertemu, melihat keberadaannya saja sepertinya begitu mustahil. Senja, izinkan aku bertemu dengannya meski aku tau perasaan keduanya sudah berubah. Baik perasaanku, maupun perasaannya. Satu kali saja. Ku mohon"

Seperti biasanya, Salma bercerita pada senja dengan keadaan menutup matanya. Merasakan bagaimana hangatnya dan menikmati indahnya dengan menutup mata. Karna menurutnya, dengan begitu, ceritanya akan sampai pada senja meski tanpa jawaban apa-apa.

"Sal, ada yang pinjem gitar tuh" teriak Lisa yang Salma lihat sedang menciptakan sesuatu diwajah Eliana dengan sebuah benda yang dia tau bernama make up.

Tanpa menjawab, Salma berjalan menuju pintu kelas dengan tangan yang menggenggam sebuah gitar kesayangannya. Salma berjalan dengan menundukkan kepalanya. Sampai di ambang pintu, Salma melihat tiga pasang sepatu yang dia yakin itu adalah laki-laki. Dia ragu untuk mengangkat kepalanya sebab dia takut orang itu adalah orang yang sudah mengganggu pikirannya selama tiga bulan terakhir.

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang