Bagian 9

543 37 0
                                    

Salma dan ketiga temannya berjalan menuju bis setelah selesai melakukan tugasnya untuk memperdalam bagaimana pembuatan batik.

"Hmm" Salma menghentikan langkahnya sambil berdehem.

"Kenapa, Sal?" Tanya Citra.

"Kalian duluan aja ke bisnya, gue mau beli minum dulu disana" ucap Salma sambil menunjuk ke arah minimarket di dekatnya.

"Temenin jangan?" Kini giliran Eliana yang bertanya.

"Ah gausah, lagian tempatnya ga jauh dari parkiran ko" jawab Salma seraya tersenyum.

"Yakin lo?" Riana memastikan.

Salma mengangguk mengiyakan kekhawatiran teman-temannya. Mereka tersenyum.

"Yaudah kita duluan ya, Sal. Lo cepet balik lagi yaa, Sal" ucap Riana.

"Siap kapten!" Salma berbicara sedikit lebih keras sambil memperagakan gerakan hormat. Kemudian dia ditinggalkan teman-temannya.

Langkah Salma berbelok ke arah minimarket. Salma menuju ke arah tempat minum di minimarket tersebut, kemudian membawa satu botol air mineral. Kemudian membayarnya ke kasir.

Setelah keluar dari minimarket, Salma memperlambat langkahnya. Tidak ingin segera diam dalam satu ruangan bersama Egi. Hatinya masih tidak siap melihat bagaimana cara Egi memandangnya. Jantungnya masih takut bergerak lebih cepat dari biasanya. Karna alasan itu, tempat inilah yang jadi tujuan Salma sekarang. Sebuah bangku yang didepannya terlihat pemandangan indah sekali. Tempat yang cocok untuk membuat hatinya tenang. Meski setelahnya, dia yakin jantung dan hatinya akan bergerak lebih cepat dari biasanya yang akan membuat otaknya berpikir untuk berhenti menghilangkan sosok seorang Egi Mahesa di kehidupannya.

Salma memejamkan matanya, menikmati bagaimana angin menyapanya. Pikirannya dipaksa bekerja untuk membuat pilihan. Antara melepaskan dan kembali berjuang meski tanpa bersua. Dia sadar, dia bahkan amat sangat sadar bahwa untuk memilih salah satu diantaranya saja dia tidak berhak. Namun, dia rasa dia harus seperti ini untuk kepentingan dirinya sendiri. Terutama untuk kemaslahatan hatinya.

Kemudian handphonenya bergetar, Salma meraihnya dari saku jaketnya. Nama Eliana terpampang di layar benda pipih itu. Kemudian Salma menggeser tombol hijau seraya meninggalkan tempat itu.

"Iya gue otw ke bis" kata Salma bahkan sebelum orang disebrang telpon itu berbicara.

"Kamu dimana? biar saya kesana"

Bukan. Itu bukan Eliana. Suara itu membuat langkah Salma terhenti. Dadanya terhenyak mendengar suara Egi Mahesa dari benda pipih itu. Salma diam, tidak berniat membuka suara lagi. Hatinya masih kaget dengan apa yang baru saja terjadi.

"Halo? Kamu dimana?" Suara Egi terdengar kembali membuat Salma menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Egi.

"Di bangku deket minimarket" jawab Salma dengan suara pelan sekali.

Tanpa jawaban apapun dari sebrang sana, teleponnya terputus setelah Salma mengatakan keberadaannya sekarang.

Salma masih mematung pada tempatnya. Tidak berniat kembali duduk di bangku itu. Matanya hanya memandangi bangku itu tanpa niat menghampiri. Hatinya dia siapkan untuk tetap biasa saja untuk apa yang akan terjadi beberapa detik setelah ini.

Langkah suara Egi terdengar dari arah belakang Salma. Jantung Salma sudah bergerak lebih cepat.

Tanpa berniat menyapa, Egi menggenggam tangan Salma tanpa suara. Kemudian mengajaknya duduk di bangku yang sebelumnya Salma duduki sendiri. Wajah Salma memanas melihat tangannya di genggam Egi untuk kedua kalinya dalam hari yang sama.

Egi masih menggenggam tangan Salma meski sekarang posisi mereka sudah duduk. Seperti sebelumnya, hening menguasai keberadaan mereka beberapa saat.

Egi mengangkat tangan Salma yang masih dia genggam, matanya menelusuri setiap jengkal tangan Salma.

"Kamu sering main gitar ya, Sal?" Tanya Egi memecahkan keheningan.

Deg.
'Egi tau nama gue?'
'ko bisa sih?'
'ko dia tau gue suka main gitar sih?'
'tau darimana yaampun'
'semesta, selamatkan aku dari situasi ini'
Batin Salma terus berbicara. Pandangannya masih lurus ke depan, tidak sanggup untuk melihat bagaimana Egi senyum dari jarak sedekat ini.

"Pertanyaan saya salah ya?" Tanya Egi memastikan.

"Ehh engga ko" jawab Salma cepat.

"Terus kenapa diem?"

"Eng.. Lo tau nama gue?"

"Saya tau, Salma Amanda"

"Sejak kapan?"

"Satu jam setelah saya jatuh cinta"
"Sama kamu"

Hancur sudah pertahanan Salma. Perkataan Egi membuat Salma bungkam. Namun bibirnya tidak mampu menyembunyikan rasa bahagianya. Salma memberanikan diri untuk melihat Egi. Mata bulan sabit yang menenangkan siapa saja yang melihatnya, kini sedang melihat kearahnya. Rasanya masih seperti mimpi bagi Salma. Namun semuanya tampak begitu nyata.

"Jadi gimana?" Egi bersuara kembali.

"Hm? Apanya?" Salma mengernyitkan dahinya tidak mengerti.

"Jawaban kamu, Salma"

"Untuk pertanyaan yang mana?"

"Yang saya cinta kamu itu sebuah pernyataan, Salma. Saya belum membutuhkan jawaban untuk itu sekarang. Jadi," Egi memotong perkataannya.

"Jadi apa?" Tanya Salma penasaran karena Egi tidak melanjutkan perkataannya.

"Jadi kamu sering main gitar?" Tanya Egi polos.

Salma tertawa renyah. Matanya dia arahkan untuk melihat pemandangan yang menjadi saksi bagaimana dia merasa begitu bahagia.

"Engga sering, cuma sesekali. Itu juga kalo aku lagi ga sibuk" jawab Salma.

"Saya senang, pernyataan saya membuat kamu mengubah cara bicara kamu pada saya" ucap Egi sambil mengarahkan pandangannya ke depan.

Salma hanya tertawa mendengar Egi merasa senang hanya karna dia merubah cara bicaranya pada Egi. Kemudian keduanya kembali diselimuti hening. Mereka sadar bahwa tangannya masih saling menggenggam. Namun mereka tidak ingin melepaskan genggaman itu. Hangat yang tersalur dari tangan keduanya membuat mereka nyaman.

"Kita ke bis sekarang, yang lain udah pada kumpul kayanya" ucap Salma tiba-tiba setelah beberapa saat hening menguasai keduanya.

"Oh boleh" jawab Egi seraya berdiri.

Namun, Salma tidak berdiri. Dia memperhatikan tangannya yang masih di genggam oleh Egi. Kemudian dia mengangkat wajahnya, matanya langsung menangkap mata Egi.

"Saya cuma niat menjaga, supaya kamu ga jatuh nanti" seperti mengerti apa yang Salma maksud, Egi berkata seperti itu.

Kemudian Salma berdiri, membiarkan tangannya di genggam erat oleh Egi. Kakinya melangkah mengikuti langkah lelaki yang sudah mengambil hatinya.

Namun Egi berhenti di dekat pintu masuk minimarket yang sebelumnya Salma datangi.

"Saya mau beli sesuatu dulu, kamu duluan aja. Teman-temanmu pasti sudah menunggu" ucap Egi berbalik kemudian memandang Salma.

Salma melepaskan genggamannya.

"Yaudah, aku duluan ya" Salma berbicara sambil tersenyum.

"Hati-hati, Sal."

"Iya"

Salma melangkahkan kakinya menuju bis. Egi baru melangkahkan kakinya ketika sudah memastikan bahwa Salma baik-baik saja dalam penglihatannya. Kemudian memasuki minimarket tersebut.





*****
Updatenya sekarang aja ya, mumpung lagi gabut muehehe.
Tinggalkan jejakmu, syg.
Makasih.😋

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang